Ada bulir-bulir keringat menempel di dahi Airin yang terpapar sinar matahari. Dibalik kacamata hitam, kedua matanya memejam sempurna. Ia duduk dengan kedua kaki saling menopang satu sama lain. Kedua lengannya ia rentangkan lurus ke belakang, menumpu berat tubuhnya. Airin benar-benar menikmati hempasan angin laut yang menggelitik tepat di kulit wajahnya. Dari arah belakang, samar-samar ia masih mendengar suara tawa dari beberapa temannya yang masih seru berbincang mengenai permainan air yang sedari pagi asyik mereka lakukan secara bergantian. Saking lelahnya, bahkan ada yang sudah terlelap di dek bagian peristirahatan saat kapal kecil yang mereka sewa untuk 10 orang, sedang menuju Pulau Menjangan untuk destinasi permainan mereka berikutnya, snorkeling.
Setelah puas menikmati hembusan angin laut di bagian depan kapal, Airin berjalan menuju bagian belakang kapal, bergabung dengan kelima temannya yang masih bersemangat sepenuhnya, termasuk Editha dan Kito yang sedang sibuk menyelubungi tubuhnya dengan pelampung berbentuk jaket. Menyadari teman-temannya sibuk bersiap-siap untuk snorkeling, bibir Airin mencebik lucu.
"Gue ikut dong, Dith." Airin menangkupkan kedua tangannya di depan dada. "Please."
Editha berdecak kesal di tengah kegiatannya memakai pelampung berbentuk jaket yang menjadi syarat perlindungan untuk turun ke laut. Sedari pagi tadi Airin terus merengek untuk ikut bermain olahraga air, meski Editha tetap bersikeras untuk tidak memberinya ijin.
"Ya? Ya? Ya?" Airin memohon sekali lagi. Kali ini sembari menggoyangkan kedua tangan Editha ke kanan dan kiri.
Editha hanya diam. Berpikir sembari mengedarkan pandangan ke penjuru kapal. Seharusnya saat ini ada Langit atau Billy yang bisa diajak kerjasama untuk mencegah Airin yang keras kepala jika sudah ada maunya. Tapi apa daya, keduanya saat ini sedang tidur tenang bersama keempat temannya yang lain di dalam kapal karena kelelahan bermain tadi.
"Lo kan ga bisa berenang, Rin."
Airin mencebikkan bibirnya lucu. "Kan ada pelampung, Dith. Gue kan gak bakal tenggelam. Gue ikut ya? Sekali ini aja."
Editha menghela napas panjang. Kemudian mengangguk pelan. Kalau ia tak menuruti kemauan Airin, bisa-bisa Airin ngambek karena kemauannya tak dituruti sedari pagi.
Airin kemudian bersorak senang. Sekali ini saja ia ingin merasakan segarnya air laut. Ya meskipun ia tak bisa berenang, tapi nantinya ia akan tetap aman karena ada pelampung yang melindungi tubuh bagian atasnya.
Setelah memastikan pelampungnya terpasang dengan benar, perlahan Airin turun dari kapal, menenggelamkan setengah tubuhnya ke dalam laut. Ia bergidik senang merasakan adrenalinnya terpacu. Sebenarnya ia merasa takut juga dikelilingi air laut seluas ini, dengan keadaannya yang tak bisa berenang sama sekali. Tapi ia juga merasa senang sekaligus.
Dengan sabar, Editha menuntun tangan Airin untuk mengikutinya. Editha berenang perlahan sembari menggenggam sebelah tangan Airin dengan erat sementara Airin sesekali mencelupkan setengah kepalanya untuk melihat berbagai macam karang yang ada di bawah permukaan laut.
Kedua mata Airin berbinar senang. Meski tak bisa berenang ke dalam, tapi dari tempatnya mengapung saat ini, ia masih bisa melihat dengan jelas berbagai biota laut yang mengitari kakinya yang bergerak-gerak di dalam air.
"Gih lo nyelam bareng yang lain. Gue di sini aja."
"Lo yakin?" Editha bertanya dengan ragu. Tak mungkin ia meninggalkan Airin sendirian sementara ia menyelam bersama temannya yang lain.
"Rin, gue titip pelampung sama lo ya." Kito mendekat ke arah Airin sembari menyerahkan empat buah pelampung kepada Airin. Dengan senang hati, Airin mengangguk kemudian mengalungkan keempat pelampung tersebut di masing-masing lengannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Me be Yours
Teen FictionMama, Airin tahu, hidup kita harus terus berjalan meski semua tak sama lagi. Pertama karena dia, kedua karena Papa. Tapi Ma, Airin beruntung karena Mama gak termasuk dalam perubahan itu. Mama akan selalu jadi tempat Airin pulang -Airin Nefili- Aku t...