61. Pelarian

1 0 0
                                    

Malam tiba Indira masih sendiri, sahabatnya yang bernama Aliyah itu kini juga super sibuk akhir-akhir ini semenjak dia memiliki cowok, Indira sangat maklum karena namanya jatuh cinta dan lagi hangat-hangatnya pasti akan lebih banyak mengayun-ayun perasaan dirinya sendiri, bagitu juga Indira yang memang pernah merasakan hal yang sama juga kala itu jadi dia mengerti akan suasana hati Aliyah. Indira pun merasa tidak pas jika harus curhat tentang masalah ini kepada Aliyah. Terlalu privasi dan terlalu rumit untuk dijelaskan juga dan kini dia sendiri yang kebingungan harus meminta bantuan siapa?

Kebetulan mama Yasmin baru saja menelepon bahwa akan pulang telat karena berencana merestok semua baju penjualannya bersama Aliyah, sekalian Aliyah juga mengatakan kepada Mama Yasmin ingin inap sehari saja di rumah Indira, karena merasa kangen, sudah lama Aliyah dan Indira tidak keluar bareng atau jaga toko bersama. Keduanya memang disibukkan kegiatan masing-masing, Indira dengan kuliah, les anak-anak juga berbagai masalah yang silih berganti, lalu tragedi yang menimpanya kemarin dan membawa kondisinya menjadi sakit.

Kebetulan Aliyah juga tidak lagi memiliki waktu free. Dia baru memiliki pacar baru, sehingga banyak menghabiskan waktunya dengan pacar barunya itu. Setelah mendapatkan kabar seperti itu ada rasa senang dan ada juga rasa malu, apakah ini Tuhan memberikan dia kesempatan untuk bersua dengan Aliyah? Inap bersama semalaman sampai pagi artinya bisa membahas apa saja keduanya? Apa harus ia ceritakan perkara kehamilannya ini yang masih muda dan harus bagaimana mengatasinya? Indira sudah tak kuat menanggungnya sendirian.

"Ya! Baiklah, Aliyah adalah sahabat, saudara perempuan yang terbaik bagiku selama ini dan bahkan tidak ada sedikitpun keburukan dan kekecewaan yang ia torehkan kepadaku. Mungkin ini cara Tuhan untuk aku agar mau berbagi beban di pundak ku sendirian. Mungkin Aliyah mau membantuku." Indira tersenyum bahagia karena mendapatkan kesempatan ini, ia bisa mencurahkan isi hati tanpa rasa malu dan tanpa rasa takut disalah artikan.

Dia lalu berbaring di sofa ruang tengah yang berbentuk panjang itu. Dia ingin sedikit santai. Dia begitu lelah dan terkuras energinya selama ini. Maka dari itu, istirahat sejenak sepertinya sah-sah saja untuk dilakukan pada jam yang masih.siang begini? Siapa tahu dihadirkan mimpi yang menggambarkan sebuah solusi untuk semua masalahnya. Itu juga menjadi harapannya. Bagaimana keinginan yang paling utama adalah tetap ingin menikahi Ferdian dan kalau memang janin ini ditakdirkan hidup, maka ayahnya haruslah Ferdian.

Indira tidak menginginkan yang lain. Memangnya siapa yang akan dijadikan suaminya dan ayah dari anaknya itu kalau bukan Ferdian? Indira tak sanggup membayangkan dengan laki-laki siapa, ya? Tentu tidak akan ada yang mencintainya seperti Ferdian, tidak ada yang mengenalnya luar dan dalam sampai isi hati paling dalam Indira kecuali Ferdian, dan sepertinya mana ada lelaki yang mau menerima janin yang bukan benihnya? Janin tak jelas dan keturunan penjahat, pemerkosa.

Indira tak membutuhkan waktu lama, sebentar saja dia terhanyut dalam lamunan beberapa detik tadi. Kini mata itu telah berhasil ia katupkan dan mulai pula hilang kesadarannya. Dia ingin istirahat sejenak menaruh lelah dan bebas di dada sehingga tubuhnya terasa ringan. Indira berbaring sambil menunggu berlalunya waktu, juga menunggu pulangnya sang mama dan sahabatnya Aliyah yang memang sangat ia rindukan sebab waktu dan kesibukan selama ini menjadi penghalang bersuanya mereka.

Indira merasa tubuhnya digoyang-goyangkan oleh seseorang. Suara wanita juga merasuk di telinganya. Dia mulai membuka matanya secara perlahan. Lalu betapa berbinar-binarnya mata Indira saat ia dapati di hadapannya ini adalah Aliyah, sahabatnya itu. Sang mama juga tersenyum lebar melihatnya sampai tertidur di sofa seperti itu.

"Ayo, kita semua makan bersama, mama beli bakmi kesukaan kamu, Sayang. Juga ada gorengan nanti buat kalian saling berbagi cerita, iya kan? Namanya anak muda. Mama sangat tahu. Hehehe!" Mama Yasmin menyiapkan ruang makan untuk di tempati setelah ini, Indira tersenyum lebar dan dia membantu mengambil mangkok dan peralatan makan lainnya.

"Aliyah, ada angin apa tiba-tiba kamu mau inap di sini? Kita sudah lama gak pergi-pergi bareng, gak pernah nongkrong bareng, gak pernah juga saling curhat bareng. Ketemu dan ngobrol juga sebentar-sebentar saja?" Indira begitu berbunga-bunga didatangi sahabatnya.

"Iya, Ra. Aku ingin cerita banyak banget sama kamu, makanya aku pamit sama papa dan mama mau inap di rumah kamu. Lalu next sebelum aku menikah, gantian ya kamu yang inap rumahku?" jawab Aliyah.

"Yok, makam dulu sekarang? Setelah itu bisa santai-santai sampai jam tidur datang." Mama Yasmin sudah duduk di meja makan, disusul oleh Aliyah dan Indira.

"Om, belum pulang ya, Tante? Sampai malam gini?" tanya Aliyah mengawali obrolan di meja makan sebelum menyantap makanan yang dibawa dari luar tadi.

"Tadi sebenarnya sudah pulang, Aliyah. Papa Indira tadi Tante minta ke rumah Omanya Indira untuk mengantarkan kue buatan Tante, juga ada titipan sedikit, ya mungkin masih ngobrol dengan saudara yang di sana. Makanya kita dinner saja duluan tidak apa, nanti Om menyusul kalau sufah pulang."

"Yuk, ah! Sudah gak tahan dengan aromanya nih, hidung! Hehe, ayok makan sekarang." Indira tak sabar segera menyendok makanan di mangkuknya.

"Selamat makan semua," balas Aliyah yang juga mengikuti mereka.

Indira masih terjadi pergolakan batin, dia tadi tidak salah dengar, Aliyah minta dirinya inap di rumahnya sebelum Aliyah menikah? Apakah ini artinya dia akan segera menikah? Lalu setelah itu Indira akan sendirian dengan sebenar-benarnya. Siapa lagi teman sesama perempuan baginya? Selama ini tidak ada yang paling dipercaya selain Aliyah. Apakah niat Aliyah inap di rumahnya karena ingin bercerita tentang kebahagiaannya karena akan segera menuju pelaminan? Astaga! Betapa bahagianya gadis itu?

Sungguh Indira tak menyangka bahwa justru dirinya yang sejak masa SMA sudah menemukan tambatan hati, bahkan sudah saling setia dan serius malah bernasib seperti ini? Sedangkan Aliyah yang sering disakiti, ditinggalkan, lalu menjomblo sekian lama, sempat naksir dan bertepuk sebelah tangan malah baru kenal seseorang dan langsung bisa semulus itu akan menikah? Ya, turut bahagia sih juga Indira jika sahabatnya ini telah menemukan lelaki yang benar-benar menyayangi dan bertanggung jawab terhadap Aliyah.

Indira hanya merasakan perasaan sesal dan kesal itu untuk dirinya sendiri dan nasibnya yang dalam kehidupannya, kisah cintanya, cita-cintanya, bahkan tidak sama sekali menemukan titik terang, tetapi tampak semakin runyam dan penuh dengan masalah saja. Sampai kapan dirinya akan terpuruk dalam mengempu nasibnya ini? Seperti sudah tidak mampu saja menjalani cobaan ini, walaupun semua adalah sudah menjadi garis takdir. Hati Indira masih berharap semua akan segera berlalu dengan baik dan kisahnya bisa mulus kembali.

Dijebak Wanita Liar (Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang