Meeting pagi, lanjutan dari semalam telah selesai dilaksanakan. Kedua perusahaan mode terkenal itu, sudah menandatangani kontrak kerja sama, untuk meluncurkan produk kolaborasi yang rencananya akan keluar di pertengahan tahun 2022.
Mungkin sekitar 6 bulan lagi, produk itu sudah harus siap lounching.
“Gila. Masa iya kita cuma dikasih waktu enam bulan buat ngelahirin produk baru?” Candra langsung menghempaskan tubuhnya di sofa panjang berwarna hitam yang berada di ruangan Zayden.
Laki-laki itu terlihat begitu tertekan dengan project ini. Bukan karena tidak mau, tapi waktunya itu loh. Ya memang masih bisa dibilang cukup lama, tapi tetap saja enam bulan itu bagi Candra hanyalah sebentar. Apalagi mengingat waktu sekarang itu terasa lebih cepat berputar.
Zayden yang sejak menutup pintu tadi masih diam di tempat, kini menghela napas, lalu melangkah menuju sofa single di sebelah Candra.
“Ya mau gimana lagi. Papa lo sama papa gue sama-sama nggak mau dibantah. Pokoknya kalau udah merintah ya harus,” jelas Zayden mengingatkan Candra. Siapa tau laki-laki itu lupa hal itu gara-gara banyak pikiran.
“Makanya nggak heran, anak-anak nya juga pada begitu,” lanjut Zayden seraya melepas jas hitam nya, lalu diletakkan di sandaran sofa.
Candra yang sejak tadi bersandar di kepala sofa, dengan pandangan menatap langit-langit, langsung merubah atensi ke teman dari orok nya itu.
“Anzay, sadar diri juga lo,” sahut Candra sembari tertawa.
Zayden yang baru saja memegang berkas, seketika melirik tajam Candra dari balik kacamata bening bulat yang bertengger manis di hidung bangirnya.
“Heh, itu lo juga ya Can,” balas Zayden. Lalu meletakkan beberapa berkas di pangkuan Candra yang masih tertawa ngakak.
“Bengek nya tolong di pending dulu, sekarang lebih baik lo baca bagian nyiapin apa lo ntar,” lanjutnya membuat tawa Candra seketika terhenti, dan langsung berubah menjadi kusut lagi.
⋇⋆✦⋆⋇
Dua laki-laki dengan tinggi beda beberapa senti itu masih serius membaca dokumen-dokumen yang tertera di kertas, juga di laptop. Keheningan melanda keduanya selama hampir tiga jam.
Laki-laki bertelinga agak lebar itu menutup laptop yang sudah ia pandang selama tiga jam non-stop. Lalu meregangkan otot-otot badannya yang terasa begitu kaku. Laptop yang ada di pangkuan pun ia letakkan di atas meja kaca panjang di depannya.
Pandangannya lalu mengarah ke Zayden yang masih terlihat begitu fokus membaca setiap baris kata yang terpampang di layar.
“Zay, makan yuk, gue laper,” ajak Candra, tapi masih tak digubris oleh Zayden.
Candra mendecak, teman nya ini kalau sudah fokus pada pekerjaan atau sesuatu, pasti langsung budeg seketika.
Dengan sangat amat terpaksa. Candra menutup laptop Zayden setelah mengucap permisi dahulu, tapi sudah bisa diyakini kalau Zayden tak mendengar itu.
Masih dengan tampang ngebug karena tiba-tiba laptopnya tertutup, Zayden hanya diam melongo.
“Ya Tuhan. Bisa-bisanya gue dari orok sampai sekarang bisa berkawan sama orang lola kayak begini,” celetuk Candra. Tak ingin laptop itu kenapa-kenapa, laki-laki itu langsung meletakkannya di atas meja.
Ternyata tampang rupawan yang dimiliki Zayden tak membuat semua yang ada di dirinya sempurna. Salah satunya ialah sifat loading lama, juga pelupa.
Setelah semua pikiran terkoneksi. “Heh, lo bener-bener, ya, Can. Untung dokumen-dokumen nya udah gue simpen di file, kalau belum?" cetus Zayden. Lalu menatap laptopnya yang sudah tertutup di meja entah dari kapan.

KAMU SEDANG MEMBACA
OVERSIZE
General FictionDiibaratkan sebuah ukuran. Mungkin perjalanan Ayuni untuk meraih mimpi di depan mata bisa dibilang seperti sebuah angka. Dekat, namun sulit digapai. Belum lagi dirinya juga dihadapkan oleh kisah hidup, dan perjalanan cinta yang sama sekali tidak per...