Prolog

4.1K 281 25
                                    


Langkah kecil itu terhenti, anak laki-laki berusia 8 tahun dengan poni lucu tersebut berjengit kaget. Mulut dan bola matanya membulat lebar dengan seluruh bagian tubuh yang menenggang.

Permukaan kulit wajah anak berpipi gembil itu berubah menjadi pucat pasi. Perasaan syok dan terguncang menguasai si kecil.

Dengan nafas tak beraturan dia melangkah mundur, menjauhi kolam renang di depannya perlahan-lahan.

Sebuah panggilan pria dewasa di belakang tubuh membuat anak tersebut berbalik.

"Dimana adikmu?"

Pertanyaan dari pria dengan raut wajah marah itu membuat si kecil semakin tegang. Dengan tangan bergetar, telunjuk kecil itu mengarah pada kolam renang.

Orang dewasa di depannya seketika membulatkan mata tak percaya, segera berlari menuju pinggiran kolam renang. Si kecil menundukkan kepala ketika mendengar teriakan histeris pria yang kini berusaha meraih sesosok tubuh mungil lainnya yang mengambang di permukaan kolam.

Anak kecil itu menangis, ia takut.

"Ma-maaf daddy, hikss."

Malam itu, semuanya berubah. Anak kecil itu melalui malam dengan hukuman kejam yang bahkan tak pantas untuk dirasakan orang dewasa.

Cambuk, pukulan, siksaan dan penganiayaan ia rasakan karena kematian satu nyawa yang bahkan bukan kesalahan si kecil. Kehilangan yang juga dirasakan oleh anak manis itu sendiri, melebihi siapapun. Dan ia, tidak mengerti kenapa ia disalahkan atas kecelakaan tersebut.

Binar polos yang dulu selalu menyiratkan keceriaan, lambat laun menghilang tergantikan dengan kekosongan. Semua beban yang tidak seharusnya ia tanggung di masa kecil hingga remaja dilimpahkan begitu saja pada sosok manis tersebut.

Membuat harap, keinginan, tujuan, bahkan semangat hidup anak itu hilang begitu saja. Jika bisa, ia ingin pergi. Ia ingin menghilang untuk menghindari pesakitan yang ia terima selama bertahun-tahun. Tapi sesuatu selalu mengikat diri hingga sosok mungil itu tidak pernah bisa pergi.

Andaikan langit bisa bersedih, mungkin hujan tak akan pernah berhenti di setiap malam karena aduan dari ranumnya yang disertai Isak tangis.

Dia, lelah.

Bahkan hingga ia menginjak usia remaja, semuanya terasa begitu suram. Tak ada yang berubah sejak kejadian hari itu.
.
.
.
.
.
.
"Daddy, hari ini orang tua siswa diundang untuk datang ke acara tahunan sekolah. Apa daddy akan datang?" pertanyaan bernada takut-takut itu hanya dibalas dengan gelengan kecil.

"Aku akan hadir di kelas adikmu. Kau bisa sendiri."

Adiknya lagi, lagi dan lagi ia diperlihatkan posisinya yang sangat tidak penting. Dia, tidak seberuntung sang adik. Atau lebih tepatnya, kembarannya itu.

Meskipun hatinya berdenyut nyeri, remaja manis itu tetap tersenyum. Berlalu pergi dari ruangan gelap tersebut dengan kedua bahu yang layu.

Harusnya ia sudah biasa, harusnya ia tidak perlu merasa terluka. Tapi, tetap saja. Buliran air mata berjatuhan seiring langkah kecil itu pergi menjauh.

Malam dingin kembali ia lewati, tidur sendiri dalam kamar besar yang begitu gelap dan sunyi. Tak ada mimpi, ia jadi berpikir apakah peri mimpi memang benar nyata?

Kenapa setiap malam ia hanya kembali mengingat masa lalu? Kenapa harus kejadian itu yang terputar kembali dalam tidurnya?

Membuat pemuda manis itu menghabiskan setengah malam dengan menangis dalam diam. Meringkuk memeluk tubuh sendiri tanpa satupun orang rumah yang tau.

Menyedihkan.

Sedangkan pagi harinya, ia kembali harus berusaha kuat. Berusaha tersenyum seolah dirinya baik-baik saja. Walaupun jelas, nyatanya tak seperti itu.

Contoh saja, dia yang hanya bisa memandang sendu ke arah dua orang yang tengah bercengkrama di meja makan. Terus bercanda layaknya seorang ayah dan anak, namun melupakan sosok lain yang kini menahan pedih di hati.

Dia juga ingin diperlakukan seperti sang adik. Tapi itu semua hanya mimpi. Dia sadar, sosok terpenting dalam hidupnya itu benar-benar membenci dirinya.

Ya, mungkin rencana untuk pergi setelah acara kelulusan adalah hal yang paling tepat. Tidak perlu lagi ada perasaan benci dan terganggu dalam rumah itu ketika ia sudah pergi. Dan dia, tidak perlu merasa iri dan sakit lagi.

Lantas, apakah sosok remaja manis itu benar-benar akan pergi?

Itu, mungkin terjadi....

Jika tidak ada yang mau berubah dan mencoba memperbaiki semuanya.

TBC.



Hai...
Gia tuh sebenernya lagi gabut, jadi gatel gitu pengen ngeluarin stok😅
Jadi gitu aja deh dulu.
Kalo ini gak tau yah mau up kapan dan setiap hari apa.
Soalnya ngikutin mood hehe.
Kalo suka bisa voment yah, biar Gia semangat hehe..
Kalo gak mau juga gak papa, Gia gak ambil pusing hehe.





Bad Daddy!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang