Jisung bawa langkah kakinya menyusuri gang kecil yang dibingkai dinding-dinding bata setinggi dua kali lipat tinggi tubuhnya.
Pemuda itu menenteng tas kertas berwarna coklat yang berisikan sepasang sepatu sekolah seukuran kaki Jeongin, satu-satunya sahabat yang ia punya. Sahabat yang seharian ini ambil banyak ruang dalam kepala. Banyak pertanyaan, namun tak satupun jawaban Jisung dapatkan.
Tidak biasanya Jeongin tidak hadir ke sekolah, biasanya, walaupun sakit ataupun demam, pemuda rubah itu tetap akan turun ke sekolah. Jisung jadi khawatir jika sakit Jeongin kali ini ternyata lebih parah dari bayangannya.
Sampai di sebuah turunan curam berisikan puluhan anak tangga, Jisung kemudian sedikit memelankan langkahnya dan berakhir masuk ke dalam sebuah kedai ramen kecil tempat ia dan Jeongin biasa makan sehabis berjualan bunga.
Sebelum memesan, Jisung memeriksa sisa uang receh yang ada dalam saku seragamnya. Beruntung masih cukup untuk membeli dua porsi ramen cup instan yang memang disediakan sebagai salah satu pilihan di kedai ini.
Setelah selesai membeli apa yang ia ingin, Jisung segera keluar dari kedai untuk melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Jeongin.
Begitu sampai di bangunan susun tingkat tiga itu, Jisung langsung masuk melewati anak tangga dan akhirnya sampai di depan pintu rumah Jeongin.
Ini aneh, tak ada orang bodoh yang membelikan ramen saat menjenguk temannya yang tengah sakit. Tapi Jisung melakukannya. Pemuda itu menghela nafas, ia tak diberikan opsi lain. Membeli makanan lain membutuhkan uang yang lebih banyak. Ia tak mau datang dengan tangan kosong, karena jika benar Jeongin tengah demam, kemungkinan besar pemuda itu belum makan.
Tok
Tok
Tok"Jeongin, ini aku Jisung."
Ketukan lembut Jisung daratkan pada permukaan pintu, ia tak ingin masuk sembarangan walaupun tau dimana Jeongin biasa menyimpan anak kunci cadangan. Itu tidak sopan.
Setelah menunggu dan berusaha mengetuk juga memanggil si penghuni beberapa kali, pintu di depannya tak kunjung terbuka. Jisung jadi semakin khawatir. Pemuda itu kemudian mengigit bibirnya dengan manik yang tertuju pada pot bunga tempat dimana anak kunci cadangan milik Jeongin tersimpan. Jisung ragu, tapi nalurinya terus mendesak Jisung untuk masuk.
"Je, aku masuk menggunakan kunci cadangan ya?" Meskipun kembali tak mendapatkan sahutan, Jisung bergegas mengambil anak kunci yang ada di bawah pot bunga dan membuka pintu yang semula terkunci rapat.
Ketika masuk, ia disambut atmosfer yang tidak mengenakkan. Rasa pengap dan gelap, seolah ruangan kecil ini sudah tak dibuka dalam waktu yang lama sehingga udaranya tak berganti.
Jisung menghidupkan sakelar lampu yang ada di samping pintu, dan matanya segera membulat begitu melihat sesosok tubuh yang tergeletak di tengah-tengah ruangan. Itu adalah Jeongin.
"Je... Hey, bangun Je. Ini aku Jisung." Jisung yang panik segera bersimpuh di samping tubuh Jeongin dan menangkup wajah pemuda tampan itu.
Di tepuk pelan pipinya berkali-kali, barulah si tampan nampak menyirit dan mulai membuka matanya.
Begitu ia tersadar, Jeongin melihat Jisung yang entah bagaimana bisa sudah berada di depannya. Mengira itu mimpi, Jeongin tersenyum dalam sejurus pandangan yang tertuju pada si manis. Tangannya terangkat ingin menggapai wajah Jisung.
"Bahkan dalam mimpiku sekalipun, hanya kau orang yang datang disaat seperti ini."
"Hiks!"
Eh?
Jeongin terkesiap begitu pipinya terasa basah oleh sesuatu, telinga pemuda itu mendengar isakan kecil dari pemuda manis di depannya. Begitu menyadari sesuatu, pandangan yang tadinya sedikit buram berusaha ia tajamkan. Dan benar saja, sosok yang ada di depannya kini adalah Jisung asli, bukan mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Daddy!
Fanfic"Apakah aku benar anakmu?" Itu tidaklah se-menyakitkan ketika pertanyaan itu berubah menjadi, "apakah kau benar daddy ku?" Kalimat tanya itu terlontar dari mulut putranya yang kini menatapnya dengan jutaan rasa kecewa dan tumpukan air mata. Putranya...