*Pip* *pip*
Ponsel tin berdering hingga membangunkan can yang tidur disebelahnya.
Can kemudian mengambil ponsel itu ketika melihat nama yang tertera dilayarnya.
"Halo bibi". Jawab can, mengangkat panggilan nyonya medhtanan dipagi yang masih lumayan gelap itu.
"Halo can. Jadi tin sungguh bersamamu?". Tanya nyonya medhtanan cukup legah.
"Iya bibi. Tin tadi malam datang. Apa ada masalah?".
"Tidak. Bibi hanya khawatir. Tadi malam kami makan malam bersama, bagaimana mungkin ketika pagi dia menghilang". Keluh nyonya medhtanan.
"Sungguh bi?. Maaf na bibi. Itu pasti karena aku berkata aku kesepian".
"Tidak papa can. Bibi hanya kaget karena dia tak berkata apapun. Tapi ya sudahlah. Kau lanjut saja tidurmu. Oh ya katakan pada tin hubungi bibi jika dia sudah bangun".
"Hmn. Baik bibi. Bye...".
Can mematikan ponsel tin.
"Hoam......". Can meregangkan tubuhnya. "Hehe....". Can tertawa menatap wajah tidur tin yang sangat dalam dan memfoto wajah itu dengan ponselnya sendiri.
Kini sudah 3 bulan lamanya mereka menjalani hubungan rahasia itu.
Hubungan yang tidak bisa dibilang sepasang kekasih namun aktivitas dibaliknya menjelaskan hubungan itu lebih spesial dari sekedar hubungan pertemanan.
Tak ada yang tau mengenai hubungan itu, atau mungkin lebih tepatnya tidak ada yang boleh tau hubungan mereka.
"Apa aku begitu menawan?". Tin tersenyum ketika can diam diam memotonya.
"Shit!". Can terkejut. Dia tak tau tin sudah bangun.
*grab*
Tin menarik can dipelukannya dan mengendus rambut hitamnya.
"Tin, kau tau ini bukan kamarmu yang luas dan dingin itu kan?".
"Lalu?".
"Panas!!". Can mencoba melepaskan diri dari sergapan erat tin walau gagal.
Yah, pagi itu tin memang berada dikamar sewaan can yang sangat sederhana.
Ruangannya hanya ada kasur kecil, lemari es, meja dengan satu kursi, kamar mandi sempit, dan satu kipas angin.
Jujur saja can tak tega membiarkan si tuan muda menginap dikamarnya mengingat keadaan kamarnya terbilang mengenaskan jika dibandingkan kamar tin.
Seperti contohnya saat mereka tidur disatu kasur. Mereka terpaksa tidur berhimpit himpitan dikasur can yang keras dan kecil itu.
Tapi apa daya?. Tak ada satupun dari mereka yang mau mengalah dan tidur dibawah.
"Ah ... sepertinya bulan depan aku akan mencari kamar sewaan baru". Ucap can yang sudah menyerah dipelukan tin.
"Hah?. Kenapa?". Tin nampak tak suka.
"Lihat kamar ini. Aku tak tega melihatmu menginap ditempat seperti ini". Jelas can membuat tin tersenyum.
Selama beberapa bulan mereka bersama, tin menjadi paham sedikit sifat can.
Can tak suka menghamburkan uang simpanannya.
Baginya tidur dimanapun sama saja selama kamar itu ada dinding dan atap.
Tapi kini can merubah pikirannya demi tin. Tin tau bahwa can menganggapnya spesial.
"Tidak perlu. Begini saja lebih nyaman". Tin memperat pelukannya.
"Sungguh?. Kau tak masalah walau panas?".
KAMU SEDANG MEMBACA
I'm (Not) Gay (End)
FanficSekali tatap, tin tau can berbohong. Can tak tau bahwa ada orang yang tak bisa dia tipu.