Padepokan Nusantara

8 5 2
                                    

Fajar menyingsing dari arah timur. Manghapus sisa sisa keabadian malam. Membuat suasana yang semula sunyi menjadi terisi.

Lalu lalang menghiasi jalanan. Melakukan aktivitas biasa sebagaimana semestinya.

Yah, itu juga berlaku untuk para ibu ibu yang hobi bergunjing. Meluangkan waktu seraya menunggu seorang Janma pengguna kaskaya tumbuhan yang berprofesi sebagai tukang sayur.

" Hey, bagaimana? Kau sudah mengantar anakmu untuk pergi ke Padepokan, bukan?" Tanya ibu pertama memulai pembicaraan.

" Tentu saja sudah." Seorang ibu berambut panjang sedikit awut awutan menjawab.

" Rugi jika tidak kesana. Sayang sekali aku hanya Janma biasa." Lanjutnya.

" Apanya yang rugi? Bukankah, kita bisa melatih mereka dirumah?" Ibu ketiga mulai menyahut.

" Iya untukmu. Suamimu kan, seorang perwira." Ibu kedua berkata sinis.

" Iya, betul itu. Lagipula, tidak rugi juga pergi kesana. Pelatihan dan sistem pembelajaran juga bagus. Apalagi tempatnya."

" Jangan lupa juga para Masternya. Mereka tampan tampan dan cantik. Aku bahkan pernah mengira mereka ras Apsara." Ibu kedua menyahuti perkataan ibu pertama. Binar matanya tampak bercahaya. Dalam hati ia berkata,

" Mau tidak ya, salah satu dari mereka menjadi suami keduaku?"

" Eumh...... Maaf permisi." Sebuah suara yang tiba tiba datang mengalihkan perhatian ketiganya. Seorang gadis bermata biru sappire dengan rambut hitam panjang sudah ada didepan mereka. Tak lupa, dengan jubah hitam yang terlihat kebesaran membuat ia terkesan misterius.

" Eh, iya dek? Ada apa ya? " Ibu pertama bertanya. Baginya melihat seseorang dengan pakaian misterius itu sudah biasa.

" Eee...... Tadi saya tidak sengaja mendengar kata padepokan. Itu, kau padepokan apa ya?"

" Oooo..... Adek tidak tahu ya? Itu, Padepokan Nusantara. Tapi biasanya disebut PadNus sih. Memang kenapa? Adek ingin kesana?"

Gadis itu mengangguk sungkan.

" Tapi, kalau boleh tahu, itu tempat apa ya?"

" Masa' kau tidak tahu?" Sebelum Ibu pertama menjawab, Ibu kedua menyahut. Kalimat sinis terdengar dari ucapannya.

Gadis itu tersentak.

" Kau benar benar tidak tahu?! Hey, kau orang mana sampai tidak tahu hal itu?! Baru keluar dari hutan?! Masih muda kok tidak tahu! Jangan jangan, kau ini Janma biasa ya?! Jika iya lebih baik tidak usah tahu. Merusak suasana saja. Sana! Kembali kehutan sana!" Sinis si Ibu kedua.

" Nyelekit buk nyelekit. Bukannya situ juga Janma biasa? Aduuh.... Jika bukan Ibu Ibu sudah kugampar kau!" Gadis itu membatin. Bertahan sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal yang tidak sopan pada Ibu itu.

"Heh, tidak baik berkata seperti itu." Ibu ketiga mengingatkan. Sejujurnya, ia juga sedikit tersinggung karena ia tidak begitu tahu soal Padepokan Nusantara.

" Sa.... Saya memang tidak tinggal dihutan tapi, saya tidak begitu tahu tentang dunia luar." Dengan perasaan sedikit kesal, gadis itu menjawab.

" Owhh...... Begitu." Seolah memaklumi, Ibu pertama berkata.

"Padepokan Nusantara itu, tempat para ras Janma melatih kaskaya mereka. Padepokan itu, ada dikepulauan seribu disebelah barat daya kota Jakarta. Kalau adek ingin kesana, adek bisa pergi ke pelabuhan tanjung perak. Disana ada portal yang menuju kesana."

"Kalau adek tidak tahu, kaskaya itu artinya kekuatan dalam bahasa jawa kuno. Dan juga, Padepokan itu usianya sekarang kira kira sudah 85 tahun. Dibangun oleh pemimpin ras Janma yang bernama Mahendra, dan juga menjadi Master pertama disana." Ibu ketiga ikut berkata. Jika hanya sebatas itu, ia juga tahu.

Gadis tadi mengangguk paham. Cukup puas dengan penjelasan itu.

" Huh! Gitu saja kok tidak tahu!" Kembali melontarkan kalimat sinis, si Ibu kedua mulai berjalan mendekati tukang sayur yang sedari tadi ditunggunya. Berjalan santai sambil memamerkan perhiasan yang dipakainya.

"Awas kau ya!"

" Adek yang sabar ya. Dia memang seperti itu." Ibu pertama yang memakai daster bunga bunga cerah mengingatkan.

Gadis itu hanya diam. Mengangguk perlahan sambil menatap ketiga Ibu tadi. Menghela nafas, lantas berucap,

" Time Stop."

Waktu berhenti sesuai ucapannya. Semua menjadi patung batu sementara. Tidak ada yang bergerak kecuali gadis yang sekarang ini tengah menunduk dan menyembunyikan raut wajanya dalam dekapan rambut panjang.

Aura kelam mulai menguar. Menyebar disekitarnya. Lantas,

" Aaarrrrggghhhhh!!!!! "

Gadis itu berteriak. Menjatuhkan tubunya yang masih terbalut oleh jubah panjangnya keatas jalanan. Berpose layaknya seekor cicak dan tanpa rasa bersalah memukul tubuh jalanan itu dengan kedua tangan dan kakinya. Melampiaskan rasa kesal.

" Jika bukan karena ingin memberi tahu para pembaca, aku tidak akan melakukan ini!! Aaarrgghh!! Menyebalkan!! Menyebalkan!! Menyebalkan!! Menyebalkan!! Menyebalkan!!! Dasar Ibu Ibu tua bangka!! Toko emas berjalan!!! Jika saja aku tidak menghormatimu, sudah kuhabisi kau dari tadi!! Aarrgghhhh!!!!"

Dan masih terus berlanjut. Bahkan, ia juga mulai mengguling gulingkan tubuhnya kekanan dan kekiri. Sampai,

"Jou jou...." Panggilan pelan dan sertai kesan sweatdrop itu menghentikan aktivitasnya. Membuatnya mendongak dan memperlihatkan manik biru yang mulai berkaca kaca.

Jou jou?! Yes. Dia adalah Author. Author pertama dalam kisah ini. Dan yang memanggil tadi adalah,

" Hinamh..... " Ucapnya pelan seraya kembali menyembunyikan wajahnya.

Gadis dengan hijab pasmina warna putih dan berjaket merah itu menghela nafas. Semakin dibuat sweatdrop dengan tingkah laku temannya. Tangannya masih tidak berpindah dari acara elus mengelus dirinya sendiri tapi dalam versi chibi. Sedangkan satunya lagi, atau JouRou dalam versi kecil hanya bisa menepuk kepala dirinya yang berukuran 3 kali lipat darinya.

" Hinamh.... " Panggil JouRou sesayu mungkin. Bersiap untuk mengadu.

" Ya?" Sahut Hinamh seraya menurunkan versi lainnya.
Sambil mengangkat wajah JouRou berkata,

" Ibu itu menyebalkan." Ujarnya sambil memanyunkan bibirnya.

" Ha'ah aku tahu. Sudahlah jangan terlalu dipikirkan. Jika kau pikirkan bisa bisa nanti, "

"Adududuhh.... Migrainku kambuh." Belum sempat Hinamh berkata, namun sudah terjadi

" Tuh, kan." Kembali menghela nafas Hinamh membatin.

" Kalian berdua, lanjutkan oke? " Ujarnya pada dua versi chibi itu.

" Oke! " Mereka menjawab serempak.

" Ayo Jou, kita pulang. " Ajak si Author kedua seraya menyeret sang Author pertama. Berjalan pergi menuju dimensi luar meninggalkan kedua anak chibi itu.

"Ayo Namhnamh. Waktunya kita menyiksa orang. Yeeyy!! "

                 =( Secret Memory )=

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Feb 15, 2022 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

SECRET MEMORYWhere stories live. Discover now