Beberapa kejadian di televisi, seseorang perempuan yang mengalami pelecehan akan dipandang hina, korban yang seharusnya dirangkul malah dihakimi secara massal, menyalahkan pakaian yang dikenakan atau sekedar menyalahkan korban yang tak mampu membela diri.
aku takut nanti ralika beranggapan aku sudah ternodai, bisa saja dia beranggapan bahwa aku sudah benar-benar melakukan hal itu dengan om ku. Aku takut dia menceritakannya dengan orang lain, dan akhirnya, aku memutuskan untuk tidak menceritakannya.
Aku takut orang-orang akan menghinaku ketimbang membelaku. "Aku gak papa, cuman lagi keinget soal cita-citaku yang pengen kuliah hukum tahun ini aja ra," ucapku seadanya.
"Lo ngeremehin gue yaaaa, gue tau lo lagi bohong.jangan coba-coba bodohi anak psikolog boss" ucapnya sedikit bercanda.
"Hahahha, iya tau yang udah jadi anak psikologi," ucapku tertawa, aku mencoba tidak memikirkan hal itu, karena ekspresi mukaku sangat mudah ditebak oleh ralika, aku takut ralika benar-benar mengetahui apa yang aku alami.
Aku memutuskan untuk menginap dirumah ralika malam ini, aku butuh beberapa jam untuk mencoba untuk baik-baik saja, aku tidak mau kembali kerumah dengan keadaanku yang seperti ini, aku engga mau bikin nenek khawatir.
Jam sudah menunjukkan jam 01:45 WIB dan aku masih belum bisa terlelap, ralika sudah tidur sedari tadi, mungkin dia kelelahan dengan jadwal kuliahnya yang baru.
"Tuhan, terimakasih sudah merencanakan ini semua, terimakasih sudah menenggelamkanku lalu memberiku pelampung. Aku cape banget pengen nyusul kakek aja, aku ga sanggup kalo harus ketemu dia lagi, aku takut dia melakukannya lagi".
Aku tidak bisa tidur, bayang-bayang papa yang pergi, aku yang menangis di belakang pintu saat melihat papa bertengkar dengan mama perihal hak asuh aku, mama yang berbicara dengan suara yang sangat aku takutkan.
Kakek yang pergi ninggalin aku, nenek yang sempat jatuh sakit beberapa bulan yang lalu. Semuanya berputar-putar di kepala, dan lagi, orang itu. Orang yang datang lalu membuat semuanya jadi lebih sengsara.
"Apa aku menerima ajakan mama untuk tinggal dengan dia saja? Toh mama juga bekerja, aku hanya harus menghindari dia saat dia dirumah saja kan? Belum lagi nanti kalo aku juga bekerja, kami akan sibuk masing-masing. Nenek juga sudah ada dia yang menemani." Ucapku dalam hati.
Keesokan harinya, aku pulang kerumah, nenek sedang berbicara dengan seseorang di telepon, dia yang melihatku di depan pintu pun kaget dan langsung memelukku, "Na kenapa, tumben banget nginep dirumah ralika dan ga bilang ke nenek," ucapnya khawatir, aku tidak bisa menahan air mataku, jujur aku belum bisa, aku masih sangat terpukul dengan apa yang aku alami kemarin. Aku ga sanggup untuk membawanya sendirian, aku pengen nenek tau, aku pengen orang itu pergi dari sini.
"Nek na takuttt," ucapku sambil terisak. "Kamu takut kenapa, ada yang jahatin kamu? Ada yang marahin kamu? Bilang ke nenek nanti biar nenek temui orangnya," ucap nenek sembari melepas pelukannya kepadaku.
Aku hanya bisa menangis, kenapa menyebut namanya saja sangat sulit, tenggorokanku tercekat lagi. Dan tiba-tiba, dia keluar dari kamarnya. Aku seketika mematung, aku benci tatapannya kepadaku,"Na kenapa ma?". Katanya tanpa beban dan seolah-olah khawatir denganku.
Cih betapa jijiknya aku, sandiwara macam apa ini? "Bajingan, kuharap semesta menyertai kutukan di setiap langkah kakimu". Ucapku dalam hati, aku semakin tidak tahan dengan semuanya, entah kenapa aku seketika berhenti menangis, aku tak igin dia senang melihat keadaanku seperti ini.
"Aku ingin ikut mama nek, aku ingin tinggal bersamanya,". Ucapku tanpa ekspresi. Bisa kulihat nenek sangat terkejut dengan ucapanku. "Na, kamu serius sama yang kamu ucapin tadi?", Tanya nenek dengan raut muka yang sedikit membuatku sedih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan Kintsugi
Teen FictionCerita ini ditulis untuk mengabadikan aku, yang pernah kecewa sedalam sumur tua di negri antah berantah, aku yang pernah setangguh batu karang dilautan lepas, aku berharap ketika nanti ada aku yang lain dimasa yang akan datang, mereka mampu lebih ku...