04

163 7 0
                                    

"Saya minta maaf atas ketidaknyamanan ini. Biar bu Voka saja yang mengurus mereka. Mari pak, Elkan."

Elkan mengangkat salah satu alisnya. "Saya mau tau apa masalah mereka. Jangan sampai ada kekerasan di kampus ini. Apa tidak boleh saya tau?"

"Te-tentu boleh,"

"Jadi, ada yang bisa jelaskan masalah awalnya?"

Kalea menunduk menatap ujung sepatunya. Meski Elkan orang yang berpengaruh di sini bukan berarti dia harus ikut campur urusannya. Berbeda dengan Kalea, Yumi justru menatap Elkan dengan mata berbinar. Dia tak menyangka jika orang yang sering dibicarakan orang-orang itu memiliki ketampanan yang luar biasa. Kalau begini, dia lebih memilih pria dihadapannya daripada sang kekasih yang diduga berhubungan dekat dengan Oliv.

'Masih mending gue ngejar Elkan yang jelas-jelas mapan dan punya visual. Terserah deh Riko mau naksir si cupu atau engga, gue gak peduli,' batinnya.

"Kalea nampar saya, terus dia juga dorong saya sampai terbentur meja. Jujur aja Kal, lo gak suka sama gue, kan?" kata Yumi yang sesekali meringis memegang lengannya.

Gadis itu tersenyum sinis mendengarnya. "Iya, gue emang gak suka sama lo. Tapi untuk masalah tadi, lo sendiri yang mulai."

"Gue gak ngelakuin apa-apa sama lo."

"Terus siapa yang siram gue pake air pel kalau bukan lo?"

"Kalea!" sentak Bu Voka. Mau tak mau dia kembali diam. Andai saja di hadapannya bukan para petinggi kampus, dia tak segan untuk mencakar wajah Yumi.

Elkan yang sejak tadi diam tanpa sadar menarik sudut bibirnya keatas. Gadis yang ia lihat seperti singa betina di rumah, kini terlihat seperti seekor anak kucing yang tak berdaya. Sekelebat ide muncul di otak nya.

"Menurut saya, untuk siswi ini mungkin cukup memberikan surat panggilan orangtua. Sementara siswi satu ini, saya mau, saya sendiri yang memberikan hukuman."

"Apa? Kenapa cuma gue? Maksudnya, kenapa cuma saya yang dihukum?" protes Kalea.

"Kamu bilang jangan ada panggilan orangtua. Sekarang ikut saya."

Belum sempat Jonan membuka mulut, Elkan lebih dulu mengangkat tangannya seakan meminta untuk diam. Jonan sendiri bingung melihat temannya yang menarik seorang gadis remaja entah kemana. Kejadian langka, pria itu biasanya tidak suka ikut campur urusan orang lain. Ah, Deon harus tau tentang ini juga.

Elkan terus membawa  Kalea hingga ke ruang pribadinya di lantai atas. Sampai di sana, Kalea menatap jengkel pada Elkan yang bersandar di pintu sambil menatapnya. Hey, untuk apa dia dibawa ke tempat ini?

"Terus hukumannya apa?" tanya Kalea memperhatikan sekelilingnya. Ruangan yang didominasi warna abu-abu, luasnya mungkin setara dengan kelasnya.

Bukannya menjawab, Elkan justru melepas kancing kemeja putihnya satu persatu. Kalea yang melihat pria itu mendekatinya segera mundur perlahan. "Mau ngapain lo?!"

"Sebelumnya, pakai ini dulu. Kamu gak sadar dari tadi seragam kamu terawang karena basah?" Kemeja itu diberikan kepada Kalea, sedangkan tubuhnya hanya memakai kaos polos berlengan pendek.

"Dasar cabul!" Ia segera mengenakan kemeja yang kebesaran di tubuhnya itu. "Cepet kasih tau hukumannya!"

"Karena kamu tetangga kesayangan saya, jadi saya kasih keringanan. Hukuman kamu cuma lari keliling lapangan dua puluh kali putaran."

"Cuma? Lo pikir kaki gue ini punya otot besi?"

Elkan tertawa pelan. "Tadinya saya mau minta kamu bersihin semua kamar mandi di sini," lanjutnya yang seketika mengundang tatapan maut.

Crazy Or SexyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang