Hari ke-3: Iseng

47 8 0
                                    

"Jika diriku bukanlah sosok yang sempurna, akankah dirimu bertahan?"

"Ciye ... ada yang kenalan sama kakak kelas!"

Anita terlonjak begitu sorakan Rika menembus gendang telinganya saat ia baru tiba. Bukan hanya suaranya yang melebihi tabuhan panci beradu dengan sodet, tetapi juga karena ia melambai-lambaikan kertas surat iseng di kolong mejanya. Tak ingin menimbulkan persepsi, gadis berkulit sawo matang itu mengedikkan bahu.

"Apaan, sih, Rika? Nggak jelas!"

Rika berteriak sambil membentangkan kertas surat di depan mata Anita. "Ini! Bukti lo balas-balasan surat sama kakak kelas. Huh! Untung gue yang nemuin, hampir jatuh dari kolong meja lo. Dia ngajakin ketemuan, tuh."

Wajah Anita bersemu. Ia menyambar kertas yang dipegang gadis berambut lurus itu dan membacanya. Seketika jantungnya terasa hendak melompat keluar.

'Boleh, ayo mau kapan? :) '

"Ciye ... iya, kan? Udah, bilang aja nanti Sabtu ajarin Matematika. Entar gue ikut!" tukas Rika antusias. "Jadi pengen lihat yang mana orangnya."

"Eh, nggak usah. Ini ... gue cuma bercanda juga!" elak Anita menyembunyikan getaran pada suaranya. Tanpa disadari, sepercik kembang api seolah meletup di sudut hatinya.

"Kalau lo nggak mau, sini gue yang balesin!" seru Rika sambil merebut kertas yang dipegang Anita.

Gadis itu tak tinggal diam. Tangannya dengan cepat menarik kembali surat itu dan meremasnya asal, kemudian melemparnya ke kolong meja. "Nggak, ah! Paling juga dia cuma iseng doang. Malu tau!"

"Ih, dasar! Lumayan tau dapet les MTK gratis. Nilai lo kan sama ama nilai gue. Jelek-jelek," seloroh Rika.

"Biarin! Yang penting muka kita nggak jelek-jelek amat," goda Anita mengalihkan pembicaraan.

"Itu, sih, elo yang jelek. Gue mah cantik!" cetus Rika nyinyir.

Anita menaikkan sebelah alis. "Kata siapa?"

"Kata emak gue!"

Mereka tertawa bersama. Bersamaan dengan guru Fisika yang datang dengan aura kesuraman rumus-rumus yang memusingkan kepala. Pelajaran hari itu pun dimulai.

Sepanjang jam pelajaran, Anita tak dapatberkonsentrasi. Pikirannya menimbang apakah ia akan membalas surat di kolongmejanya atau tidak. Satu sisi hatinya mengatakan ia ingin melihat siapa sosokdibalik tulisan kecil dengan nilai paripurna itu. Namun, selama ini ia jarangsekali berinteraksi dengan lawan jenis. Ia tak dapat membayangkan pertemuanpertamanya nanti jika seandainya ia memutuskan untuk bertemu. Sungguh, iabingung harus menulis apa. Hingga tanpa terasa bel pulang berbunyi. Anita belummemutuskan jawaban. Ia meninggalkan kelas dan membiarkan surat tanpa balasanitu teronggok di kolong mejanya.

Surat di Kolong MejaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang