02. Tertarik

46 4 4
                                    

Happy reading 🤍

Jam menunjukkan pukul 03.10, aku beranjak dari kasur dan segera ke kamar mandi untuk mengambil wudhu, kemudian menunaikan shalat tahajud dua rakaat. Di sujud terakhir, kucurahkan segala keluh kesahku pada Yang Maha Tinggi, tak terasa air mataku
menetes. Damai sekali, rasanya seperti berada di pelukan ternyaman yang pernah aku rasakan.

Aku bersyukur karena Tuhan kembali memanggilku pada sepertiga malamnya,
bagiku itu adalah waktu terhebat karena di saat kita berbisik pada bumi, langit
mendengarnya dengan begitu setia dan memberitahu Tuhannya bahwa ada penduduk bumi yang sedang ingin mendapat rahmat Rabbnya.

Tak lama, adzan subuh berkumandang, membangunkan manusia dari tidur lelapnya. Aku segera menunaikan shalat subuh, dilanjut dengan membaca kalamullah, Ar-Rahman.

“Salsabila, sarapan dulu, Nak.” Suara Mama terdengar dari arah dapur.

“Iya, Ma.” Aku bergegas memakai seragamku, lantas pergi ke dapur. “Mama masak apa hari ini?”

Mama menoleh ke arahku, bibirnya melengkung sempurna. “Makanan simple dan tidak mewah. Telur dadar, sambal terasi, dan kuah daun kelor bening.”

Aku membentu Mama menata makanan, kami makan lesehan di lantai. Sederhana,
tidak ada menu yang mewah, apalagi kursi dan meja makan mewah seperti yang sering berada di film-film. Aku hanya sarapan berdua dengan Mama, karena Ayah sudah berangkat kerja.

Setelah sarapan, aku dan Mama berangkat bersama, menaiki motor masing-masing.
Aku berangkat ke sekolah, sedang Mama berangkat ke tempat kerjanya. Mama adalah wanita hebat, wanita kuat, dan wanita yang penuh kasih sayang, aku menyayanginya melebihi apapun di dunia ini. Walau rasa sayangku padanya, tidak akan pernah menyamai rasa sayangnya padaku.

🍂🍂🍂

Hai, Salsabila! Ke gedung aula yuk, teman-teman yang lain sudah ada di sana.” Ajak Gea saat aku tiba di ruang OSIS.

“Assalamu'alaikum ... sebentar, aku mau meletakkan tas dulu, ya.”

Gea menyengir, “Wa'alaikumussalam, maaf, kelupaan gak ngucap salam. Ya udah, yuk, ke gedung aula!”

Gea menggandeng tanganku, aku hanya menggelengkan kepala, sudah seperti orang mau menyeberang jalan saja, pikirku.

Devi, Riri, Adira, Fara, Fini, dan Mery sudah berada di kursi barisan depan, tumben mereka on time. Aku dan Gea bergabung dengan mereka. Seperti biasa, teman-temanku tidak pernah kehabisan topik pembicaraan, sekarang mereka sedang mengira-ngira siapa saja para OSIS baru yang menurut mereka akan lolos menjadi junior kami. Aku hanya menjadi pendengar setia, apabila ditanya, kujawab seadanya.

“Salsabila! Dek, kamu dicari Pak Syam, disuruh naik ke lab atas.” Kak Syifa menghampiri kami.

“Kalau boleh tahu, kenapa aku disuruh ke lab atas, Kak?”

“Entahlah, Kakak juga kurang tahu.” Ujarnya sambil menggeleng.

“Kalau gitu, aku izin ke Pak Syam dulu, Kak.”

Kak Syifa mengiyakan dan aku langsung bergegas ke lab atas, menghampiri Pak Syam. Di sana, ada banyak siswa yang sedang bersiap untuk mengikuti simulasi Asesmen Nasional Berbasis Komputer atau ANBK, yaitu semacam program penilaian terhadap mutu setiap sekolah dari Kemdikbud, menurut informasi yang aku tahu.

Aku mengedarkan pandangan, mencari keberadaan Pak Syam. Ketemu, beliau sedang berbincang-bincang dengan beberapa siswa yang aku tebak, mereka kelas dua belas.

“Permisi, Bapak. Maaf mengganggu, kata Kak Syifa, Pak Syam mencari saya?” tanyaku sopan.

Beliau tersenyum, “Owh, iya. Tadi Bapak mencari Salsabila, tapi dak ketemu-ketemu. Makanya Bapak minta tolong Syifa untuk memanggilkan Salsabila.”

“Nggih, Bapak. Maaf, tadi saya ada di gedung aula. Emm, kiranya ada keperluan apa Pak Syam mencari saya?” Ujarku canggung, karena sebelumnya aku belum pernah berbincang dengan Pak Syam.

“Gini, Salsabila ikut Simulasi ANBK sekarang ya, menggantikan temannya yang tidak hadir.”

Aku sedikit kaget dan bingung, karena jika aku ikut simulasi, otomatis aku tidak akan ikut LDK. “Waduh, Bapak. Bukannya saya tidak mau, tapi sekarang saya ada LDK, Pak.”

“Biar nanti Bapak yang akan bilang ke Pak Dedy-nya kalau Salsabila ikut simulasi, pasti diizinkan, kok.”

“Baik, Bapak.” Ucapku sambil menunduk pasrah. Ya, mau bagaimana lagi.

Pak Syam mengantarku ke lab tiga, memberiku sebuah kartu berisi username dan password, yang nanti akan aku gunakan saat login ketika akan mengerjakan soal ANBK.

Kukira soalnya hanya sedikit, tapi lumayan banyak. Empat jam sudah berlalu, aku dan teman-teman yang sudah mengerjakan simulasi pamit pulang. Eh, ralat, teman-teman yang lain pulang, sedangkan aku masih harus ke gedung aula untuk mengikuti LDK.

Aku tergesa-gesa menuruni tangga, perkiraanku LDK-nya sudah selesai. Dan benar saja, di gedung aula hanya tinggal teman-teman OSIS yang sedang membersihkan sampah bungkus makanan dan minuman, sedangkan calon OSIS barunya mungkin sudah pada pulang.

“Assalamu'alaikum, teman-teman. Gimana LDK tadi? Seru tidak?” tanyaku, sambil memungut botol air mineral yang dibuang sembarangan, entah siapa pelakunya.

“Lumayan, tadi para calon junior sudah mulai aktif.” Jawab Reno, ia mengambil sampah yang ada di tanganku, lantas membuangnya ke tempat sampah. “Tanganmu kotor, sebaiknya nanti cuci tangan.”

Aku mengangguk, entah kenapa suasananya menjadi sedikit canggung. Teman-teman menatap ke arahku, membuatku bingung harus bersikap bagaimana.

Untung saja Devi pintar mencairkan suasana, “Iya, kau tahu, tadi juga ada calon OSIS baru yang seangkatan dengan kita, loh. Lumayan ganteng, tapi masih kalah jauh sama punyaku,” sudah kutebak ia akan berkata hal itu.

Tampaknya Riri agak sedikit jengah mendengar perkataan Devi tadi, “Iya ganteng, lah. Masa cowok cantik?”

Jika sudah begini, akan dimulailah perseteruan kecil di antara mereka. Ya, begitulah teman-temanku. Bagi kami, pertemanan tanpa sedikit perselisihan itu seperti makanan tanpa garam, tidak akan gurih.

Kini gedung aula sudah tampak lebih rapi dan bersih. Kami duduk di depan kipas angin yang menyala, sejenak melepas lelah karena telah membersihkan gedung aula yang seluas lapangan futsal ini.

Tiba-tiba saja aku teringat akan seseorang, kusenggol Riri yang duduk di sebelahku. “Ri, apa tadi ada calon OSIS baru yang bernama Sean?”

Sambil mencoba mengingat, Riri menjawab. “Sepertinya ada, tadi dia sempat menjawab beberapa question dari pemateri.”

Aku hanya mengangguk, sedikit tertarik, juga penasaran dia akan menampilkan apa besok saat unjuk bakat. Akankah masih berhubungan dengan potret memotret, ataukah suatu hal yang berbeda?

Oke, let's see! Aku jadi tidak sabar menanti hari esok.

Sumenep, 22 April 2022

_______________________
Halo teman-teman 🙌
Semoga kalian suka ceritanya :)

Sean & AyyaraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang