part 2

27.4K 1.7K 19
                                    

Seperti biasa Sev mengemudikan mobil canggihnya dengan keterampilan dan kecepatan yang cukup memukau. Katty selalu menikmati saat-saat bermobil dengan Sev karena Katty sendiri, di luar penampilannya yang mungil dan lembut, sangat memuja kecepatan yang seringkali membuat Jolly, kepala pelayan Sev, berkali-kali menyampaikan kepada Sev agar mengingatkan Miss Katty untuk berhati-hati saat mengemudi. Peringatan yang sia-sia saja karena orang yang mengajari Katty cara ngebut tak lain dan tak bukan adalah Sev sendiri. Begitu meluncur ke jalan raya keduanya segera lupa dengan segala perdebatan antara mereka dan tenggelam dalam obrolan seru tentang mobil. Keduanya sama-sama berminta mengganti kendaraan mereka dengan yang lebih canggih. Katty mendengarkan dengan baik saran Sev karena untuk yang satu ini Sev terbukti lebih menguasai.

Setiba di London Sev menurunkan Katty di depan kantor penerbit di Bloomsburry setelah mengatur pertemuan mereka kembali saat makan siang di Connaught Hotel. “Aku akan berada di bar pukul dua belas tiga puluh dan menunggumu.”

Katty berdiri di trotoar depan kantor mendongakkan kepala memandang Sev di depannya, mengernyit tidak yakin. “Apakah urusanmu akan selesai saat itu? Aku tahu kau akan sangat sibuk. Sungguh, aku tidak apa-apa pergi sendiri. Aku akan baik-baik saja.”

“Tidak, aku punya cukup waktu untukmu.” Sebuah jawaban yang tak terbantahkan lagi.

Tepat saat itu seorang kenalan di penerbitan lewat dan melihat Katty dan Sev berdiri di trotoar bergegas menghampiri. “Katty! Sungguh luar biasa. Aku tidak langsung menyadari saat membaca koran tadi pagi bahwa kaulah yang bertunangan,” Jane wanita yang penuh energi sangat antusias dengan berita itu. Dia menjabat tangan Katty erat-erat. “Selamat. Dan apakah ini Prince Charmingnya?” tanyanya menunjuk kepada Sev.

Sev, berdiri dengan pongah dengan senyum di ujung bibirnya membuat Katty jengkel setengah mati. Kalau saja suasana sepi pasti sudah ditendangnya kaki panjangnya itu. Namun Katty, di luar segala temperamennya yang meledak-ledak bila berada di depan Sev, menunjukkan perilaku seorang Lady kelas atas dengan senyum sopan nan lembut dan memperkenalkan Sev kepada Jane. Dan meski tak melihat Katty bisa merasakan Sev tertawa terbahak-bahak di dalam hati.

“Baiklah, aku tinggalkan kalian pasangan bahagia ini untuk apapun yang kalian bicarakan,” Jane berpamitan. “Sampai jumpa di dalam, Katty, Sev!”

Ditinggalkan berdua Katty menggerutu sebal. “Buang segala cengiran tololmu itu Sev!”

“Hei, aku hanya menjaga nama baikmu di depan temanmu,” tak urung cengirannya semakin lebar juga. “Nah, sayang, sebagai tunangan yang baik, lebih baik kau cepat masuk untuk mengurusi apapun itu sehingga nanti waktu makan siang kita tidak terlambat,” seolah belum cukup Sev mendaratkan ciuman di bibir Katty, kuat dan cepat. “Aku pasti akan merindukanmu,” bisiknya berolok-olok di telinga Katty.

Katty membelalakkan mata sebelum buru-buru berbalik pergi, meninggalkan Sev berpuas diri di sana menertawakan kekonyolan itu. Lelaki itu menunggu hingga Katty masuk dalam pintu kaca baru kemudian kembali ke mobil dan meluncur pergi. Katty mengamati kepergian Sev dari balik kaca berwarna gelap. Sev baginya tepat sama seperti sebelumnya, seorang teman, seseorang untuk bersandar dan orang yang selalu tahu apa yang harus dilakukan. Saat dia memberikan namanya di meja resepsionis, Katty memutuskan dia akan mengikuti saja apapun yang direncanakan oleh Sev. Tindakan Virginia memang keterlaluan. Meski Katty tak tahu apa yang akan menyambutnya di dalam kantor nanti, namun baginya semua akan baik-baik saja. Dia bukanlah orang yang menonjol dalam pergaulan. Teman-temannya mungkin akan sedikit menggodanya, menyampaikan selamat berbahagia, dan kemudian sibuk dalam urusan masing-masing dan melupakannya.

Namun pasti tidak demikian halnya dengan Sev. Meski tak mengatakan keberatan sama sekali, Katty yakin bahwa resiko yang ditanggung oleh Sev lebih berat lagi karena dia seorang public figure. Setelah sekian tahun mengencani gadis-gadis cantik nan glamor dan terkenal, Katty tak bisa membayangkan betapa perasaan Sev, harga diri dan citranya akan tercoreng karena ‘dipaksa’ bertunangan dengan gadis sebelah rumah yang tidak istimewa macam dirinya. Virginia tahu betul cara menjatuhkan Sev sebagai hukuman karena tidak menuruti keinginannya. Katty membuang jauh-jauh segala kegusarannya dan berjalan mantap menuju tangga dan menghadapi pekerjaannya.

The Last ChoiceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang