“Apa yang telah kau lakukan padaku, Sev?” tanya Katty seolah linglung.
“Menciummu.”
“Kenapa?”
Sev meraih Katty, menempatkan lengannya di bahu gadis itu dan menatapnya lekat-lekat. “Asal kau tahu, Katty, mulai saat ini kaulah gadisku. Aku sudah memutuskannya.”
“Ha? Kau bercanda?”
Namun melihat keseriusan di mata Sev Katty ragu kalau lelaki itu bercanda. “Kenapa?” tanyanya masih belum mengerti.
“Sudah waktunya.”
“Tetapi...”
“Katty, kau cukup mengenalku dengan baik. Aku juga mengenalmu sangat baik. Kita saling cocok, hubungan kita selama ini begitu solid. Kau single, aku juga. Kita tidak sedang terlibat hubungan dengan siapapun. Apa lagi yang diributkan sih? Kita tinggal melanjutkan saja apa yang sudah terjalin selama ini.”
“Sev, jangan lecehkan inlegensiku! Aku tahu hubungan kita selama ini bukanlah hubungan seperti itu. Kau pikir aku begitu saja dengan omong kosongmu soal melanjutkan hubungan yang selama ini terjalin. Hubungan apa?”
“Yang kumaksud sayangku, kalau selama ini kau menganggap kita sebagai kakak adik, maka sudah saatnya kau merubahnya. Aku sudah lama sekali tak menganggapmu sebagai adik perempuanku lagi. Bagaimana aku bisa menganggapmu adik bila dalam pikiranku adalah mencium bibir seksimu itu?”
“Sev, kau vulgar!”
“Dan sebaiknya kau terima saja semua itu, oke? Tak ada ruginya kau punya hubungan asmara denganku. Aku laki-laki, sehat, normal, dan tidak suka yang aneh-aneh.”
Katty mengangkat alisnya. “Benarkah?”
“Aku bisa membuktikannya.”
“Kau tidak masuk akal sama sekali!”
“Dan kau keras kepala! Namun aku akan sangat menikmati menaklukanmu,” Sev menyeringai. “Bagaimana? Toh kita sudah bertunangan. Kau lihat kan betapa nasib begitu mendukung kita?”
“Kau melakukannya semata-mata kerena kekonyolan Virginia.”
“Siapa bilang? Gadis bodoh itu hanya memperlancar jalanku, namun tak ada hubungannya sama sekali dengan ini. Sudahlah Katty, kita bisa menghemat energi dengan menghentikan semua omong kosong tentang persaudaraan ini dan kita lanjutkan hubungan kita dalam dimensi baru. Kita saling tertarik kan? Jangan bilang kau tidak menikmati ciumanku.”
Katty memandang Sev dengan garang namun untuk membantah dia tidak menemukan kata-kata yang tepat. Bungkam memang lebih aman. Sev pasti bisa membalikkan semua argumennya. Dia pengacara handal kan? “Terserah apa maumulah,” Katty berlagak tak peduli.
“Katty...Katty, perempuan-perempuan lain akan bersedia menggadaikan nenek mereka untuk tawaran ini dan kau malah tak peduli. Kau melukai egoku sayang,” Sev geleng-geleng kepala dan menarik Katty mendekat dalam pelukannya.
“Kenapa kau tidak mencari cewek lain saja seperti biasanya,” Katty sedikit merajuk, menyandarkan kepalanya di dada Sev.
Sev tertawa. “Aku hanya mau denganmu. Titik. Tapi agaknya aku perlu waktu lama untuk membangun kepercayaan dalam dirimu bahwa akulah laki-laki yang paling tepat untukmu. Persepsimu akan diriku sebagai sahabat atau saudara laki-laki sudah terlalu kuat. Kau belum mempercayaiku sepenuhnya sebagai seorang laki-laki. Agaknya hatimu yang beku itu perlu dicairkan lebih dulu.”
Katty mendongakkan kepala. Matanya yang indah dan bening begitu lugu mencari-cari kebenaran kata-kata Sev dalam tatapan gelap itu.
“Jangan pandang aku seperti itu, sayang, aku tak akan bisa menahan diri lagi. Kamar yang luas, tempat tidur di dekat kita, dan kau dalam pelukanku, apa lagi yang akan dipikirkan seorang laki-laki sepertiku kalau bukan untuk mencumbumu hem...?”
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Choice
RomanceHalooo... Sebenernya cerita ini aku impor dari blog pribadi aku Sebelumnya masih mikir-mikir mau aplod ceritanya di sini. Soale lagi males banget edit-edit. Ga tau nih itu file yang aku copas dari blogspot suka eror kalo aku masukin di watty sini. P...