Trigger warning!: cheating
Jimin
Bulir-bulir kenangan itu jatuh di atas telapak tangan. Satu memantul dan menembus realita. Jimin jadi orang ketiga. Melihat dirinya sendiri yang meratapi nasib di samping pintu masuk kamar salah satu hotel. Wujudnya memungkinkannya tahu apa yang terjadi setelahnya di dalam sana. Semuanya sudah tersusun rapi. Terencana seperti apa yang takdir tuliskan. Jeritan makian itu, seluruh hasratnya yang ditarik oleh tangan tidak kasat mata. Emosi itu ada di ujung kepala.
Jantungnya bertalu meski sudah tahu. Mata kepalanya memincing. Memperhatikan Jimin yang mengendap-endap seperti maling di kamar yang disewanya sendiri. Ia bisa dengar rintih kesakitan di dalam bilik kamar. Dua orang yang ia kenal ada di dalam sana. Dimandikan madu kasih dan sedapnya asmara main belakang. Disinilah ia mendapatkan kekhawatiran itu. Kejadian ini yang membuatnya mudah panik dan lepas kontrol. Eunwoo berhasil menumbuhkan satu tunas penyakit dan menancapkannya di dasar batin. Tidak bakal bisa lepas bahkan sampai Jimin mati, nantinya.
"Eunwoo.."
"Eunwoo," gumaman ini hampir bersamaan. Jimin satu dan Jimin beberapa tahun lalu merapalkan nama yang sama. Sosok yang sudah memporak-porandakan hidupnya. Tidak. Jimin tidak menaruh dendam sama sekali. Beberapa orang terdekatnya berkata kalau Jimin memang kurang ini dan itu. Sudah seharusnya Eunwoo mencari pengganti yang pas dan lebih sepadan. Mungkin juga ini balasan dari dosa yang tidak pernah ia sengaja. Tuhan mungkin tengah menegurnya. "Eunwoo, tolong buka pintunya," sambung Jimin.
Batin Jimin bergejolak. Ia dihadapkan dengan ketakutan terbesarnya di dasar hati. Ini momentum paling tidak nyaman yang pernah terjadi di hidupnya. Bagaimana bisa ia memimpikan sesuatu yang tidak pernah ia ingat-ingat.
Tubuh gempal dalam balutan kemeja tidak rapi itu menarik pintu. Menimbulkan suara tidak nyaman dengan napas yang tidak teratur. Wajahnya penuh peluh. Kedua manik kecoklatannya membulat sempurna akibat kedua kelopak itu membelalak kaget. Suara rintih dan derap langkah kaki menyusul dari dalam kamar yang tidak dibuka sempurna. Pastilah memang ada orang lain di dalam. Laki-laki ini merebahkan tubuh insan lain di atas kasur yang mereka pesan berdua. Muncul di bayangan pun tidak pernah, sekelebat lewat pun tidak.
"Maaf. Kita sampai disini saja."
Tidak ada kalimat penyambut. Eunwoo juga tidak memunculkan gerak-gerik hendak menahan Jimin untuk pergi. Sengaja membiarkan kekasihnya seorang diri tanpa penjelasan. Berat rasanya menanggung beban ini seorang diri. Terlebih ketika tidak ada masalah di antara keduanya yang berarti. Beberapa hari berjalan seperti biasanya. Keping-keping ingatan itu memecah bak cermin yang tidak sengaja mencium keramik rumah. Mimpi-mimpi itu runtuh bersama dengan angan yang membayang di sudut ingatan.
...
YANG menyambutnya di sudut mata adalah sosok Jeongguk dengan dengkurannya yang halus. Tidak menyisakan ruang untuk Jimin bisa membangunkan pemuda itu dalam tidurnya. Kelihatan nyaman dengan salah satu tangan yang ia gunakan sebagai penyanggah kepala, menggantikan bantal. Aroma kembang yang selalu menguar dari tubuhnya berubah jadi aroma terapi untuk Jimin. Meenenangkan nya yang mulai dilanda gejala-gejala panik lagi. Getar tubuhnya tidak konstan dan sedikit-banyak jadi mempengaruhi napas. Tersenggal-senggal seperti tidak sengaja dicekik orang.
Dari garis atas dahi, hidung, sampai ke bibir, laki-laki di sampingnya itu terlampau sempurna. Terlalu tiba-tiba datang ke hidupnya dan mengatakan kalau ia tertarik dengan Jimin yang acak-acakan begini. Mengapa pula Jeongguk datang di tengah kekacauan yang belum Jimin bereskan. Kalau saja lelaki ini melipir masuk ketika rumah Jimin sudah lebih rapi. Mungkin saja mereka bisa bahagia berdua tanpa adanya penghalang perasaan. Jeongguk dengan segala kasih yang ia bawa dan Jimin dengan segala luka mengering yang siap diobati. Kalimat itu lebih indah dari kenyataan yang harus ia hadapi. Pedih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Dewananda
Fanfiction[ ON REVISION WITH ADDITION SCENE ] : KookMin Indonesian's Mythology: Legenda Naga Basuki Ia tidak pernah menanti sebuah ampunan yang datang dari Sang Hyang Widhi. Biarlah nanti ia menerangi jalannya sendiri. Tapi mengapa sosok itu datang dan membua...