Saat itu, malam kelulusan yang dinanti-nanti para siswa. Meskipun, dalam hati ada kesedihan yang memenuhi ruang di dada mereka. Kenang-kenangan bersama para sahabat mereka di sekolah menengah pertama, nyatanya malam itu akan berakhir begitu saja.
Namun, sorakan, teriakan, dan keseruan malam itu, perlahan mengangkat segalanya. Walaupun akhirnya malam itu adalah kenangan terakhir bagi beberapa di antara mereka, tapi mereka tidak bisa meneteskan air matanya. Membiarkan air itu tidak keluar malam itu adalah salah satu cara mengikhlaskan segalanya.
Tapi, sayangnya, semua sangat berbeda dengan apa yang dirasakan gadis itu.
Gadis dengan dress selutut berwarna merah, yang hanya bisa terduduk hampa di kursinya. Matanya sesekali melirik ke kursi sebelahnya, dengan harapan kalau seseorang yang disayanginya, akan duduk dan tertawa dengannya malam itu.
Hanya saja, ia mengerti. Hal itu akan mustahil terjadi. Hal itu, tidak akan terjadi, meski ia mengharapkan sebuah keajaiban di malam itu.
"Jennie Kim!" Panggil seseorang, yang membuat gadis itu berbalik. Dipaksanya menampilkan senyum untuk memperlihatkan dirinya yang baik-baik saja. "Ngapain di situ? Ayo keluar!"
Jennie dengan senyum tipisnya, balas menggeleng. Terlihat kekecewaan yang ditampilkan orang itu. Namun, orang itu pun hanya bisa memaklumi dan ia pun beranjak meninggalkan Jennie.
Jennie merenung kembali. Riasan tipis di wajahnya tidak membuatnya bersemangat hari itu. Pujian dari beberapa orang yang ia lewati tadi, nyatanya tidak mampu mengobati kekosongan di hatinya.
Hanya satu orang yang bisa mengobatinya, dan orang itu orang yang sama yang membuat kekosongan di hatinya.
Kehadirannya malam itu pun hanyalah sebuah formalitas. Ia butuh penyegaran meski akhirnya tidak membantu apa-apa. Malah, ia makin tidak karuan setelah berada di tempat ini. Tempat itu tidak penuh dengan kenangan bersamanya. Tapi, orang-orang ini, yang mempunyai kenangan bersama sahabatnya, yang membuatnya kembali berharap.
"Jisoo! Waw! Cantik banget!"
Mendengar nama itu disebutkan, Jennie sontak membalikkan tubuhnya. Dari kejauhan, ia melihat gadis dengan gaun biru muda dengan beberapa mutiara yang tertempel di gaunnya, membuatnya terlihat semakin bersinar. Gadis itu, Jisoo Kim, dimanapun dan kapanpun, akan selalu bersinar di mata orang-orang.
Hanya, Jennie tidak tahu apa yang dirasakannya malam itu.
Tangannya kini sudah menggenggam minuman berwarna merah menyala. Langkahnya begitu cepat, lurus ke arah gadis itu. Ia tidak tahu selanjutnya apa yang terjadi, dan apa yang merasukinya saat itu. Saat Jennie melebarkan kedua bola matanya, di hadapannya kini seorang Jisoo Kim, tengah basah kuyup dengan cairan merah yang berasal dari gelas yang digenggamnya.
"Jennie! Apa yang kau lakukan?"
"Oi! Lo sakit ya! Apa-apaan ini!"
"Gadis freak! Ga waras lo!"
Teriakan-teriakan itu kini menyalahkannya. Untuk Jennie yang ia sendiri tidak mengerti dengan perlakuannya, hanya bisa menunduk sambil sesekali melihat malu ke arah Jisoo. Semua kini menyalahkannya, kecuali gadis yang menjadi korban siraman minuman darinya. Gadis itu, malah berjalan ke arahnya, dan memegang pundaknya lembut. "Hei? Kau baik-baik saja? Butuh udara segar? Bagaimana kalau kita–"
"AKU BENCI SAMA KAMU!"
Teriakan itu selanjutnya membawanya pergi menjauh. Menjauhi semua temannya saat ia smp. Menjauhi semua kenangan yang dibangunnya pada masa itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Chocolate Fate [ JENSOO ]
Fanfiction"Kau tidak berubah." "Ya, selain perasaanku kepadamu." Jisoo Kim mengenal Jennie Kim sudah cukup lama dan kembali bertemu dengannya setelah hampir sepuluh tahun mereka tidak pernah bertemu. Setahu Jisoo, Jennie pendiam dan tidak punya banyak teman...