Bab Delapan

841 155 4
                                    

Pintu ruangan Jisoo terbuka pagi itu, lalu muncullah seorang gadis dengan wajah kecil nan manis dari sana. Olesan lipbalm begitu mengkilap di bibirnya, memberikan kesan yang segar. Riasan tipis di wajahnya, cukup berimbang meski tampilannya sangat formal.

Tanpa ketukan, ia masuk begitu saja. Namun, kernyitan bingung di dahinya terbentuk sesaat ia menemukan ruangan Jisoo tidak hanya diisi oleh atasannya seorang. Ia mengenal satu orang yang tertidur di atas sofa. Namun, tidak dengan yang sedang berada di dekat Jisoo.

"Lisa Eonni? Terus–" Matanya beralih. "Rasanya aku pernah melihatnya." Ia memicingkan matanya sembari mencoba membongkar ingatannya. Tapi, tidak ditemukannya seberkas ingatan yang membuatnya meyakini kalau ia pernah melihat gadis itu.

Mengabaikan rasa penasarannya karena disadarkan oleh situasi pagi itu, Lia pun terbirit-birit menghampiri atasannya yang masih juga tertidur. Suara hak tingginya seketika memenuhi ruangan yang hening. Terdengar pergerakan kecil dari sofa di sudut lain ruangan tersebut. Dan, terlihat ada gerakan yang dilakukan orang yang masih tertidur di atasnya.

Dipaksakan oleh keadaan, Lia menarik nafasnya  panjang dan memanjatkan doa penuh penghayatan dalam hatinya untuk ketidaksopanan yang akan dilakukannya. Sedetik kemudian, tangan Lia menyentuh lengan Jisoo dan menggerakkannya dengan maksud untuk membangunkan. Hal itu dilakukannya hingga ia sadar, ia kehabisan waktu.

Lia menarik nafas lagi. Tak tega sebetulnya. Dari apa yang disaksikannya dari mejanya kerjanya kemarin, Jisoo, Lisa, gadis depan Jisoo, dan satu gadis lain yang entah kemana, pasti telah bekerja semalaman untuk maket yang sudah siap presentasi di tengah meja. Namun, demi kerja keras yang sudah dilakukan dan agar tidak sia-sia, diputuskannya untuk mengesampingkan perasaan tidak teganya itu.

"Eonni!" Teriaknya lantang, dengan tangan yang memukul keras pundak Jisoo. Awalnya ia ingin menampar saja, tapi itu pasti akan meninggalkan bekas. Jadi, memukul adalah solusi terbaik yang sempat dipikirkannya.

Berhasil.

Jisoo terbangun, menegakkan kepalanya dan menoleh. Matanya belum terbuka tapi ia mengenal suara yang membangunkannya itu, lantas tidak peduli dan menaruh kepalanya kembali di atas meja. Lia, dibuat menganga dibuatnya.

"Kupikir sudah berubah."

Suara itu lantas menarik atensi Lia. Ia pun mengalihkan netranya menuju gadis di sebelah Jisoo. Gadis itu tengah tersenyum, sembari ia terus menatap Jisoo yang kembali tertidur.

"Presentasi jam berapa?" Tanya Jennie, kini memandang ke Lia.

Ditatap tiba-tiba seperti itu, membuat Lia sedikit salah tingkah. Ia lalu gelagapan melihat ke arloji di pergelangan tangannya. "Hmm, 9 pagi."

Jennie manggut-manggut saja. Ia mengambil ponsel yang tergelatak tak jauh darinya. Dan mengecek waktu pagi itu yang masih pukul tujuh.

"Biar aku yang tanggungjawab. Kalau tidak keberatan, kau bisa lebih dulu berangkat dan bawa miniatur itu." Saran Jennie. Sampai Jisoo selesai dari pekerjaannya itu, baru Jennie akan berhenti untuk ikut campur.

"Miniatur?" Lia bertanya kecil, namun tak lama tersadar. "Oh ya, ya. Kalau begitu, aku mengharap lebih untuk bantuanmu, Nona..."

"Oh, Hm, Jennie." Jennie cepat menyebutkan namanya karena sepertinya Lia membutuhkannya.

"Baik, Nona Jennie. Mohon bantuannya sekali lagi."

Chocolate Fate [ JENSOO ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang