When the Sun Going Down

150 22 0
                                    

Sasuke hampir kehilangan kesadarannya, perih di sekujur tubuhnya membuat kematian terasa lebih baik segera tiba. Pelatihan militer menuntun bibirnya secara konsisten menjawab, "Uchiha Sasuke, Uchiha Pride". Sontak dengan jawabannya, ia dihadiahi pukulan kembali. Ah kali ini giginya ngilu bukan main, mungkin salah satunya akan terlepas. Hingga kemudian ia mendengar bunyi dobrakan pintu dan tembakan beruntun.
Laki-laki dengan jas hitam dan rambut dikuncir itu dengan langkah tegap menembaki siapa saja yang menghalanginya. Jelas itu bukan rekan tentaranya, tidak ada tentara yang memakai jas saat operasi berlangsung. Hal terakhir yang Sasuke ingat, tubuhnya luruh setelah borgol yang membelengu tangannya di tiang terlepas paksa. Ia sudah bersiap meringis saat ubin dingin menyambut tubuh penuh lukanya, namun lelaki itu menangkapnya. "Kau akan baik-baik saja Sasuke", katanya. Kemudian semuanya gelap.

...

Hinata memakai kacamata hitam dan baju hitam, serba hitam. Namun kali ini sengaja ia memilih kacamata dengan frame paling besar untuk memutupi separuh wajahnya. Tubuhnya bergetar halus, bahkan baru dapat disadari getarannya setelah benar-benar berdiri di sisinya.  Ia sudah lelah menangisi lelaki ini, hatinya mengeras semenjak mengenal lelaki ini. Berdekatan dengan lelaki ini dari kali pertama membuatnya berpikir untuk hidup hanya untuk hari ini, karena nyawa dapat melayang hanya dengan satu tarikan pelatuk dari sniper.

Dalam skenario lain, ia membayangkan tusukan pisau beracun dari seseorang yang sengaja menabrakkan diri saat berjalan di keramaian, bom yang meledak dari bawah mobil yang sedang melaju ataupun truk tronton yang menyambut di persimpangan jalan. 

Semuanya adalah skenario untuk kematiannya. Ia sudah bersiap untuk itu. Berada di sisi lelaki ini berarti siap untuk menjadi musuh dunia. Ia adalah titik lemah bagi lelaki itu, menjadi sasaran tembak atau diculik telah beberapa kali ia rasakan tanpa ada rasa trauma. Ia akan selalu ditemukan dan dilindungi, hanya tinggal mengenai waktu yang tepat atau terlambat. 

Tapi tidak dengan lelaki ini. Dia tidak pernah bersiap kehilangan lelaki ini. Lelaki ini tidak mungkin mati bukan? Tidak akan ada yang bisa membunuhnya. Ayolah, tidak akan ada yang berani membunuh mafia besar yang menguasai bisnis gelap properti Konoha, Suna bahkan Iwa. Skenario paling gila yang pernah dipikirkannya adalah mati untuk lelaki ini. Mati bersama lelaki ini. Tapi sekali lagi, tidak dengan ditinggalkan olehnya.

"Nona Hinata, perintah dari memonya sudah cukup jelas. Ini waktunya kita ke pengadilan.", dengan ragu Neji mendekatinya, sembari membawa memo yang dimaksud. 

"Bajingan gila ini benar-benar, kau lihat Neji? Bahkan setelah kematiannya dia hanya memberiku sakit kepala.", Hinata mengambil napas panjang, bermaksud untuk menata napasnya. Namun sungguh sial, air mata yang ia tahan justru semakin tak terkendali luruh. 

"Sepertinya kau butuh make-up mu nona, akan kuambilkan perlengkapannya.", pria berambut panjang itu hanya berbohong untuk memberikan waktu pada si nona pengacara untuk menangis. Disamping itu, sebenarnya ia juga ingin menangis. Dadanya sangat sesak melihat dua bosnya harus bernasib setragis ini. 

Oh Kami, apakah tidak bisa ada sedikit saja romansa dalam kehidupan kelam keduanya? Neji menutup pelan pintu rumah yang difungsikan sebagai kantor "Last Call Law Firm", ia luruh di depan pintu.

Beberapa orang yang sedari tadi menunggu di luar kantor langsung berbondong menariknya  dalam pelukan. Ya, harusnya pelukan lah yang dibutuhkan orang berduka. Tepukan di punggungmu akan dengan lancar mendobrak sesak dan mengeluarkannya dengan wujud air mata. Neji menerimanya, ia tidak bisa sekuat nona yang ia yakini masih menangis dengan duduk melipat tangan dan menundukkan kepala.

"Neji, dimana Nona Hinata?", Chiyo sebagai perempuan dan anggota paling tua langsung khawatir begitu tidak mendapati Hinata keluar. 

"Memo dari mendiang tuan sudah sangat jelas. Apa yang dapat kami bantu?", Gaara yang masih bau kencur memilih lebih logis dengan melalukan pesan terakhir tuannya. Tidak masalah jika Nona Hinata masih butuh waktu berduka, ia dan yang lain masih bisa bergerak sesuai arahan seperti biasanya. 

The Cursed DignityTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang