Bersama.

1.4K 163 9
                                    

Kediaman Granger tampak terkejut dengan berita tentang kematian kedua orang tua Alucard, bagaimana tidak? Baru saja Alucard mampir ke rumah mereka lalu pulang dengan cerita, berikutnya berita yang sangat menyedihkan datang dari pidato kerajaan.

Granger menghela nafasnya, ia mencoba untuk bermain biola secara diam-diam, ia tidak mau di goda oleh ayahnya makannya ia bermain di daerah Moniyan Empire yang cukup sepi, ia tidak mau ada seseorang yang mendengar suara biolanya yang buruk dan jelek, ia dengan pelan memainkan biolanya, tekad memenuhi hatinya dan dia akhirnya bisa bermain dengan sempurna meskipun memakan waktu berjam-jam bahkan ini sudah malam.

Granger bergegas untuk pulang, ia ketakutan, berbeda dengan Alucard. Granger belum pernah di beri tahu tentang apa itu iblis dan bahayanya iblis, ia mencari jalan yang tercepat menuju rumahnya agar ia tidak di marahi oleh ibunya nanti, baru saja mengambil langkah kedepan rumahnya ia mendengar suara gaduh dari dalam, dengan cepat ia masuk kedalam, menyaksikan kedua orang tuanya sedang bertengkar.

"Dasar wanita jalang! Beraninya kau bercumbu dengan pria lain di depan mataku!" Bentak sang suami kepada istrinya.

"Kamu salah paham! Aku bahkan tidak mengenal pria itu, ia hanya menolongku hanya saja dengan sudut pandangmu terlihat seperti kami sedang berciuman!"

Granger bersembunyi di bawah meja ruang tengah mereka agar tidak terlihat oleh kedua orang tuanya.

"Pembohong! Untuk apa aku mempercayai jalang sepertimu dasar manusia rendah!" Setelahnya sang suami di tampar oleh istri tersebut.

"Dasar bajingan, coba kau saring dulu perkataanmu itu!" Sang istri mulai menangis ia tidak terima lantaran ia di caci maki oleh suaminya sendiri.

Tidak beberapa lama terdengar suara pecahan kaca yang sangat nyaring, ya sang istri melempar piring ke arah suaminya, terseduh-seduh sambil memaki suaminya lebih lama.

Sudah muak dengan semua ini sang Suami segera mengambil pistol dari bawah sofa dan melirik sang Istri.

Sang istri tidak tinggal diam, dia berusaha mencekik leher suami dan menendang pistol dari tangannya itu, mereka mulai bertengkar di lantai, bergelud layaknya pemain tinju.

Granger keluar dari persembunyiannya lalu mengambil pistol itu. "Ayah! I-ibu hentikan!" Teriak Granger ia mengangkat pistol itu, mengarahkannya kepada mereka berdua.

"Granger! Dengar nak tembak lah wanita jalang ini! Ia tidak pantas kau sebut ibu nak!" Teriak sang ayah.

"Granger jangan dengarkan pria gila ini, ia sudah tidak waras nak! Percayalah kepada ibumu!" Pinta sang ibu.

Granger menangis ia bingung, ia menutup matanya dan merasakan seperti ada yang menuntunnya untuk menembak.

'DOR'

Peluru bersarang di kepala sang ibu, Granger gemetaran dengan hebat lalu jatuh ke lantai, menangis sejadi jadinya.

Sang ayah terengah-engah lalu berjalan ke arah Granger, ia menghela nafas dan tersenyum kecil. "Terima kasih Granger."

Granger mengangguk ia melirik ke arah mayat ibunya lalu menangis lagi.

Sang ayah sudah frustasi di tambah suara tangisan Granger membuatnya semakin gila, ia hilang kendali lalu membentak Granger. "Berisik! Dasar bocah sialan mengapa kau tidak pernah menjadi anak yang hebat seperti Alucard?!" Granger yang mendengar itu langsung terdiam, hatinya sakit dan dia melihat kebawah.

Sang ayah sudah tidak kuat dia menyeret Granger, tidak lupa melukai mata kiri Granger menggunakan pisau kecil di tangannya, kemudian berjalan menuju ke mayat ibunya dan mendorong kepala Granger menggunakan kakinya ke mayat ibunya. "Kau merindukan ibumu bukan? Atau... Jangan-jangan kau bukan anak ku? Kau adalah anak seorang pelacur murahan kelas rendah seperti ibumu." Sang ayah sudah mulai Gila.

Granger semakin tertekan di sini dan ia masih memegang pistol yang ia gunakan untuk membunuh ibunya, tidak makan banyak waktu ia langsung menembak kaki sang Ayah lalu menembakan sekitar 4-5 peluru ke dada sang ayah.

Granger semakin depresi, ialah yang membunuh keluarganya sendiri, ia menyalahkan semua ini, bergegaslah ia membawa kotak biola lalu kabur keluar rumah ia tidak mau semua orang salah paham dengan apa yang terjadi, ia berlari keluar menuju daerah yang sangat sedikit penghuni nya tanpa sengaja ia menabrak Alucard.

"Maaf! Maaf kan saya! S-saya mohon!" Pinta Granger.

Alucard kebingungan lantaran tingkah Granger yang seperti domba kecil yang tersesat, ia menatap luka di mata kiri Granger. "Sebentar." Ia menarik syal yang ada di lehernya dan menggunakan nya sebagai perban untuk menghentikan pendarahan di maat Granger. Di saat itulah Granger mulai menyukai Alucard. "Siapa.. Namamu?.." tanya Granger.

"Dante.." Alucard berbohong, ia tidak mau banyak orang mengenalnya untuk sekarang, tak lama kemudian Granger dan Alucard berbincang sedikit. Hingga Alucard di panggil Tigreal untuk kembali ke istana.

Granger melanjutkan pelariannya hingga akhrinya ia berhenti di suatu tempat lalu ia tertidur di depan panti asuhan karena kelelahan, keesokan pagi, bahkan sampai dewasa Granger di asuh oleh pemilik panti Asuhan itu.

Granger sekarang sedang duduk bersama pemilik panti Asuhan yang sudah dia anggap sebagai ayahnya.

"Granger, maaf jika saya lancang nak, tetapi apa yang ingin kau lakukan di masa yang akan datang nanti? Apakah kau akan tetap di sini? Akan tetapi kamu harus menjadi pembantu di sini nak, mengurus panti asuhan, bermain bersama dan kau bisa memainkan alat musikmu itu."

Granger melihat kearah pemilik panti asuhan ini lalu ia melirik kebawah.

"Atau kau ingin menjadi prajurit di bawah pimpinan ratu Silvanna nak? Kau bisa mendapatkan hidup yang layak dengan syarat kau harus menjadi pemburuh iblis nak."

Granger mendengarkan dengan seksama ia melirik ke arah biola dan pistol revolver yang ia gunakan untuk membunuh kedua orang tuanya itu, anehnya pemilik panti asuhan itu tidak pernah bertanya masa lalu Granger dan mengizinkan Granger untuk menyimpan semua barangnya.

Hal yang tidak terpikirkan terjadi, Granger mengambil biola dan Pistolnya itu.

"Saya akan menjadi pemburuh iblis dan sekaligus memainkan biolaku untuk mengenang hidupku." Ucap Granger.

Sang pemilik tersenyum tipis lalu mengangguk, bila itu yang di pilih Granger maka ia tidak bisa menolaknya. Ia segera mengisi formulir untuk memasukan Granger ke dalam Pasukan Pemburuh Iblis.

Granger harus melakukan latihan terlebih dahulu, namun dengan bakat alaminya Granger dengan mudah lolos, ia memainkan biola untuk mengusik Iblis yang ia lawan lalu menembaknya ketika mereka lengah, Strategi yang cukup baik, reputasi Granger selama menjadi Pasukan Pemburuh Iblis kian naik, kepribadiannya yang dingin, cuek dan bahkan pendiam itu yang membuatnya unik, oh ya jangan lupakan luka di mata dan syal yang ada di tubuhnya itu, sangat ciri khas sekali, ialah yang di sebut malaikat maut untuk iblis.

Berita tentang Granger sangat populer bahkan Alucard selalu mendengarnya setiap dia bertemu prajurit lainnya, ia terkekeh. "Aku ingin tau bagaimana keadaan anak itu sekarang." Alucard berjalan keluar bersama Fanny, mereka baru saja selesai melakukan pelatihan, hingga akhirnya mereka di panggil ke Aula Kerajaan untuk bertemu dengan Silvanna.

"Baik pada pertemuan kali ini, saya akan memberi tahu bahwa sekarang anggota inti Pemburuh iblis bertambah menjadi 5, Tigreal, Fanny, Alucard, Harith... Dan sekarang Granger!"

Tidak di sangka sekarang Granger adalah Juniornya Alucard.

Granger menatap Alucard lalu ia membungkuk sedikit. "Mohon bimbingannya, Senior Alucard."

Di telinga Alucard ucapannya sangat manis.

You, Your, Yours.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang