Bagian 5: Cafe

1.7K 532 0
                                    

"Chan, lo tunggu bentar ya. Gue sama Jeno mau beli bahan-bahan dulu, di gudang udah menipis."

"Gak mau, gue aja yang belanja."

Lisa dan Jeno saling melirik satu sama lain, lalu mengangguk kompak. "Ya udah, nih daftar belanjanya, awas jangan sampe ada yang kelewatan kayak kemarin."

Haechan tersenyum senang dan menerima kertas yang diberikan Lisa. "Ya udah babay, kerja yang bener babu-babu ku." pamit Haechan yang begitu menyebalkan.

Lisa kembali masuk ke gudang, diikuti oleh Jeno di belakang. "Teh Cafe hari ini sepi, kenapa ya? Biasanya rame."

"Dunia bisnis ya kayak gini Jen, banyak yang berkembang di luar sana dan lebih menarik. Makanya gue lagi mikirin gimana caranya narik pelanggan lagi."

Jeno menyandarkan punggungnya di dinding, matanya tak lepas memperhatikan Lisa yang tengah memindahkan biji kopi ke dalam toples. "Menurut gue disini emang ngebosenin gak ada apa-apa."

"Maksud lo?" tanya Lisa, dia sedikit tersinggung. Karena menurut dia Cafe nya ini udah bagus, aesthetic banget pokonya. Cocok buat anak-anak gen z nongkrong disini.

"Disini yang menarik cuma spot fotonya aja, coba lo cari hal yang bikin Cafe ini lebih bagus lagi."

Lisa mengangguk setuju. "Bener sih, gue sekarang malah tiba-tiba kepikiran buat nyari anak band manggung disini. Tapi uang Cafe kan lagi menurun, gue takut gak cukup buat bayar mereka."

Jari Jeno melipat tangannya di dada. "Adek lo suaranya bagus, kenapa lo gak suruh dia aja?"

"Nah iya! Lo sama Haechan anak musik kan? Kenapa gak lo berdua aja?"

Jeno terdiam. Lumayan juga sih, dia jadi kerja dengan dua hal yang dia suka. Kopi dan musik. Tapi masalahnya, kalo dia turun nanti bakal ada yang kenal dia gak ya? Maksudnya kan Jeno metuber, fans dia bakal sadar gak ya itu dia?

Tapi kayaknya enggak, secara di metube cuma video berisi lagu coveran dia pake gitar. Aduh, dangkal banget sih.

"Boleh, gue yang gitaran. Haechan yang nyanyi."

Senyuman Lisa seketika mengembang, dia mengacungkan jempolnya pada Jeno. "Good, kalo gini kan gak terlalu pusing gue."

"Tapi teh, kalo mau Cafe lo lebih rame lagi. Mau gak mau lo harus endorse selebgram, atau tukang review makanan kesini. Banyak peluang tau sebenernya selain band aja."

"Tau, tapi kalo endorse atau semacamnya belakangan aja. Dana Cafe belum tentu cukup buat semua itu."

"Hmm, bener."

Jeno menghampiri Lisa, dia mengambil alis toples besar yang berisi biji kopi dari tangan Lisa. "Biar gue yang bawa." ucapnya.

"Thanks."

"My pleasure."

❇❇❇


"Tuh anak emang gak boleh keluar selain jam pulang."

Jeno melirik Lisa yang tengah ngomel-ngomel sendiri. "Kenapa sih lo? Ngomel terus perasaan."

"Haechan biasa."

"Jen tutup aja deh Cafe nya, lagi gak mood gue."

Setelah mengucapkan itu, Lisa masuk ke ruangannya. Jeno mengendikan bahu, dia melepaskan apron lalu mengubah tanda open jadi close. Cowok itu berjalan mendekati ruangan Lisa dan mengetuk pintu.

"Teh gue boleh masuk?"

"Masuk aja."

Saat masuk, Jeno sedikit terkejut ada kaleng bir di meja Lisa. Ia kira, meskipun Lisa ngevape cewek itu gak minum. Ternyata salah. Tapi wajar sih, proses pendewasan memang banyak hal yang membuat Jeno membuka matanya dengan banyak hal. Seperti alkohol, rokok, sex dan hal semacam itu bukan hal aneh lagi di lingkunganya.








❇❇❇
🤷🏻

Coffee✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang