Chapter 2: Try to suicide

4 0 0
                                    

"Jujur saja kak, aku lebih memilih mati atau kabur dari negara ini daripada tetap seperti ini. Tapi sudahlah, mau bagaimana lagi? Aku tidaklah pintar, juga tidak cantik. Mana mungkin bisa? Jadi aku sudah menyerah, terserah mau kedepannya bagaimana. Sudah cukup untukku." Ken tertegun mengingat ocehan si adik. Setelah sebulan berlalu, baru kali ini lah adiknya berbicara sedemikian panjangnya.

Ocehan Nora kemarin membuat Ken tertegun, ia benar-benar tak menyangka adiknya akan benar-benar menyerah seperti itu. Helaan napas dikeluarkan pria berambut cokelat tersebut. "Ya ampun …"

Sementara itu, Nora hanya melamun di kamarnya. Banyak sekali benda tajam disekitarnya. Kebanyakan silet, namun ada juga pisau. Si gadis bahkan menggenggam salah satu dari silet-silet itu. Tatapan kosong ia arahkan kepada silet yang berada di tangannya. Godaan untuk menggoreskan benda tersebut semakin besar dirasakan Nora.

Perlahan, dengan air mata yang menetes membasahi pipinya, si gadis berambut hitam mendekatkan benda itu ke kulit tangannya. Dengan lembut dan sedikit hati-hati, dia meraba titik nadinya sendiri, dan setelah menemukan titik nadi itu, dengan lembut digoreskannya silet itu ke titik nadinya.

Cairan merah mulai menetes seiring ringisan kecil yang mulai keluar. Si gadis hanya menggigit bibirnya, menahan sakit yang sangat menyakitkan. Dia hanya menatap darah di tangan, yang seolah  mengalir bersama rasa sakit yang selama ini disimpannya seorang diri. Darah itu keluar semakin banyak, hingga membasahi paha dan lantai di bawah paha si gadis. Nora menatap kosong lukanya, lagi-lagi mengulangi perbuatan itu. Ya, dia menggoreskan siletnya lagi, di atas luka yang baru saja dibuatnya.

Air matanya mengalir semakin deras. Sembari membekap mulutnya, Nora menatap luka di pergelangan tangannya dengan tatapan kosong. Hanya berselang beberapa menit, terdengar suara ketukan di pintu kamarnya.

Nora hanya diam, seutuhnya mengabaikan ketukan di pintu kamarnya. Toh, paling hanya Ken yang mungkin akan memaksanya untuk makan. Ketukan di pintunya berhenti, digantikan suara pintu dibuka dan langkah kaki yang mendekat kearahnya.

"Dek- astaga!!" Ken langsung menarik tangan Nora, membuat si gadis meringis kesakitan. Pria itu mendongak, menatap lurus manik cokelat Nora dengan tatapan khawatir. "Kamu kenapa begini? Astaga-" Lelaki berambut cokelat itu segera keluar dari kamar adiknya, lalu pergi ke kamarnya sendiri untuk mengambil kotak P3K yang memang selalu disimpannya untuk berbagai situasi yang mungkin akan membutuhkan benda itu. Dengan langkah lebar, pria itu kembali ke kamar si adik.

"Kemarikan tanganmu!" perintahnya penuh ketegasan. Sembari membuang muka, Nora mengulurkan pergelangan tangannya kepada kakak lelaki yang akan merawatnya, Ken. Pria bermata cokelat tersebut segera membuka botol alkohol, kemudian menuangkan sedikit isinya ke atas kapas. Dengan lembut dan hati-hati, dia membersihkan luka adiknya sembari sesekali menatap khawatir kepada Nora yang sedang menangis dalam diam. "Kamu kenapa?" tanyanya lembut. "Jangan begini, cerita kepada kakak, mungkin kakak bisa bantu kamu."

"… aku gak apa-apa," lirih sang adik. Ken menghela napas, dia tak bisa memaksa adiknya untuk buka mulut dan bercerita. Pria itu hanya bisa diam sembari membalut luka di pergelangan tangan adiknya. Si pemilik netra cokelat segera menyelesaikan kegiatannya. Dalam diam, dia menarik adik perempuannya ke dalam pelukannya.

"Tidak apa-apa, ada kakak di sini," bujuknya lembut sembari mengusap punggung Nora. Secara perlahan, isakan adiknya mengeras, hingga bahu si gadis berambut hitam itu bergetar.

"Kakak …" lirih Nora, memanggil kakaknya dengan nada bergetar. "Aku lelah …" keluh si gadis sembari menatap kosong lantai kamarnya yang dinodai oleh darah. "Aku ingin pergi saja … tidak usah kembali …"

Ken hanya diam, tidak menjawab juga tak bergerak dari posisinya. Perlahan, pria itu menepuk-nepuk punggung si gadis sembari menggumamkan kalimat penenang. "Kakak disini …" Kalimat itu terus saja diulang hingga si adik berhenti menangis. Ketika Ken ingin melepas pelukannya untuk merapikan wajah Nora, gadis itu malah mengeratkan pelukan kepada Ken dan terisak lirih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Me, And My LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang