Part 2 - Kerangka

2 0 0
                                    

"Dih, sekolah apaan sih ini? Gak keren banget kayak sekolah gue yang dulu." Ucap sekolah laki-laki muda berpakaian seragam putih, bercelana abu-abu yang sedang menggendong tas disebelah kanan pundaknya. Terlihat poni rambutnya yang agak penjang hampir mengenai alis acak-acakan namun terlihat cool, matanya yang agak sipit dan kulitnya yang putih sedang berdiri tepat ditengah lapang sekolah. 

Dia berjalan melihat sekitar dan mencari suatu ruangan dengan melihat denah sekolah yang ditempel di mading sekolah, tepatnya disebelah kiri lapang dekat lab kimia. Akhirnya setelah dia membaca denah tersebut dia mulai melangkah dan menuju ruangan yang ia cari.

Diapun mulai menaiki anak tangga, satu persatu, kemudian melewati beberapa ruangan yang belum dihuni siapapun, hingga akhirnya dia menemuan ruangan yang dia cari.

"Kelas 12 IPA 2" Ucap laki-laki tersebut.

Dia membuka pintu dan memperhatikan kelas itu. Terlihat meja-meja dan kursi-kursi tersusun rapih, mading kelas tertempel tepat disebelah kiri papan tulis bersampingan dengan jadwal piket. Ada deretan asmaul husna disepanjang ruangan dengan kalighrafi yang unik.

"Biasa-biasa aja ni kelas, gak ada yang menarik." Diapun pergi untuk menelusuri semua ruangan disekolah tersebut.

Ketika dia sedang berjalan, dia mendengar suatu suara yang menarik perhatiannya.

"kayak ada suara yang jatuh."
Diapun pergi menghampiri suara itu, dan ketika dia mengampirinya dia melihat seorang perempuan memakai jilbab putih sedada dan memakai seragam sekolah seperti dia, namun perempuan itu memakai rok panjang. Perempuan itu ada disudut ruangan sedang memegang torso tengkorak kerangka manusia sambil terlihat kerangka tubuh lainnya berantakan dan pecah dilantai.

"Heh, lo ngapain? Lo pecahin karangka itu ya? Ngaku lho!"

"Enggak, gue gak mecahin itu."

"Enggak apanya? Itu buktinya lo pegang tengkoraknya!"

"Gue tadi cuman mau cek."

"Cek cek apaan lho? Alesan aja. Gue laporin lo ke kepsek."

"Jangan! Gue gak mecahin ini. Beneran." Ucap perempuan itu dengan nada meyakinkan.

"Alah... Bohong lo."

"Suer, gue gak mecahin kerangka ini."

"Gue tadi denger ada suara yang jatuh dan gue kesini terus liat lo pegang tengkorak dan kerangka itu pada pecah-pecah semua. Disini gak ada orang selain lo. Kalo bukan lo pelakunya terus siapa hah?" Ucap laki-laki itu dengan nada sedikit tinggi.

"Gue juga gak tahu siapa yang pecahin ini."

"Ngeles aja lo, sini ikut gue." Ucap laki-laki itu sembari menarik tangan perempuan itu dengan agak kasar.

"Lepasin, lo mau bawa gue kemana?"

"Udah diem aja lo."

Laki-laki itu terus saja menarik perempuan itu dan terus berjalan tanpa henti. Hingga mereka berdua sampai didepan ruangan yang diatas pintunya tertulis "Ruang Kepala Sekolah"

"Permisi..." Ucap laki-laki itu.

"Ehhh lo mau ngapain? Gue gak mau dilaporin, gue gak mecahin torso kerangka itu!"

"Ya... Silahkan masuk" Ucap seseorang dari dalam ruangan.

"Hah?" Ucapku

"Iya pak kita masuk." Ucap laki-laki itu dengan nada yang meyakinkan sembari tersenyum melanjutkan langkahnya.

"....." Tak ada kata yang bisa diucapkan oleh perempuan itu. Dia hanya bisa pasrah ketika dirinya ditarik oleh laki-laki itu.

"Silahkan duduk nak."

"Iya, terimakasih pak."

"Kamu bukannya Dimas murid baru ya?"

"Iya pak."

"Ada perlu apa kamu ke ruangan saya pagi-pagi ini, dan mengapa kamu membawa Delisha?"

"Ohh, dia Delisha ya pak? Gini pak, tadi waktu saya dikelas saya ngeliat dia mecahin torso kerangka manusia pak dikelas 12 IPA 1." Dengan lantang dan percaya dirinya Dimas mengatakan itu.

"Apa? Kamu jangan bicara yang tidak-tidak Dimas. Delisha itu anak yang baik."

"Saya melihat sendiri pak, dia megang torso itu."

"Apa itu benar Delisha?" Tanya pak kepsek pada Delisha.

"Nggak pak"

"Bohong pak"

"Enggak, bener saya gak mecahin torso itu."

"Alah, dimana ada maling ngaku? Penjara penuh kali."

"Enggak pak, enggak."

"Udah, kita sekarang ke kelas. Bapak pengen liat torsonya."

"Ayo pak."

Mereka bertiga pun berjalab menuju kelas. Sesampainya dikelas terlihat dipojok kanan torso kerangka yang sudah berantakan pecah. Hanya tengkoraknya saja yang masih utuh.

Mata pak kepsekpun langsung tertuju pada Delisha.

"Delisha, apa kamu yang melakukan ini?" Tungkas pak kepsek dengan nada tegas.

"Nggak pak, saya juga gak tahu itu."

"Bohong"

"Nggak pak."

"Lalu kenapa torso ini bisa pecah? Jelaskan Delisha!"

"Tadi pagi waktu saya datang kekelas torso itu baik-baik aja pak. Terus saya nulis dipapan tulis dan gak lama kemudian saya denger ada yang jatuh dari pojok dan ketika saya lihat torso itu udah pecah semuanya pak."

"Bohong dia pak, gak mungkin kan torso itu bisa jatuh dan pecah sendiri. Pasti ada seseorang yang jatuhin torso itu."

"Saya nggak bohong pak. Kalo bapak gak percaya, bapak bisa lihat cctv yang ada dikelas." Jelas Delisha

"Iya Delisha, bapak percaya sama kamu, tapi kebetulan cctv yang ada dikelas kamu sedang rusak dari sabtu sore kemarin."

"Terus gimana pak?"

"Ya terpaksa, kalian berdua harus ganti torso itu dengan uang kalian sendiri."

"Apaa?" Sahut mereka berdua berbarengan.

"Lah pak, kok saya juga harus ganti? Kan dia yang mecahin nya juga."

"Kan kamu yang bilang kalo Delisha yang pecahin, tapi Delisha bilang nggak. Jadi mau gak mau kamu juga harus ganti. Kalian berdua bapak kasih waktu selama 2 minggu buat ngumpulin uang 5 juta sebagai ganti torso itu."

"Li... Li.. Lima juta pak?" Tanya Delisha meyakinkan.

"Iya Delisha."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 06, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Rintihan TangisTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang