IV

324 45 11
                                    

Acap kali waktu begitu lama berlalu dalam sebuah rasa sedih yang tersedu-sedu.

Cepat sekali waktu melaju dalam sebuah tawa yang terdengar merdu.




***

Sasuke saat ini tak bisa mengalihkan atensinya dari sosok dengan surai seindah bunga sakura yang tengah duduk bercengkrama dengan sahabat perempuannya, Karin.

Memang sejak beberapa hari yang lalu, sepertinya kedua wanita itu semakin dekat. Mereka nampak akrab dengan mudah. Sasuke menjadi iri pada Karin. Tentu saja.

Semenjak sarapannya dengan Sakura yang terasa canggung itu, ia sampai kini belum menemui permaisurinya itu lagi.

Kesibukannya dalam mengurus negara, menguras waktunya yang berharga. Padahal jika bisa, ia ingin menghabiskan waktunya dengan bersantai bersama Sakura.

Seperti pasangan-pasangan muda yang tengah di mabuk cinta lainnya. Sasuke juga ingin merasakan hal yang seperti itu.

Sayangnya, kesibukannya sebagai kepala negara membuatnya tak bisa menyisihkan waktu untuk permaisuri merah mudanya. Selain itu, sepertinya Sakura juga belum bisa menerima dirinya seperti wanita itu menerima Karin disisinya.

Sasuke menghela nafas berat. Sekali lagi ia katakan, ia sangat iri pada Karin

Dari jendela tempat kerjanya, ia bisa melihat dengan leluasa, Sakura yang saat ini tengah tersenyum manis. Sangat manis sekali.

Sampai-sampai Sasuke rela menakhlukkan negara besar seperti Suna hanya agar bisa bersamanya.

"Kau yang tersenyum. Justru aku yang tersipu, Permaisuriku."

Sudut-sudut bibirnya terangkat ringan. Raut wajahnya yang sejak tadi tegang, kini terlihat lebih santai dan manusiawi.

Memang sejak hari dimana Sakura menginjakkan kakinya di Negara Uchiha, Sasuke bertingkah jauh lebih manusiawi. Ia jauh lebih sering tersenyum. Sifat pemarahnya mulai sedikit demi sedikit mereda. Bahkan nyawa yang harus dieksekusi semakin hari semakin sedikit.

Banyak rakyat yang bersyukur karena hal itu. Itu lah sebabnya rakyat Uchiha menganggap Sakura adalah manusia titisan dewi. Karenanya seorang tiran kejam macam Sasuke pun dapat di luluhkan.

Sedangkan Sasuke yang mengetahui julukan rakyatnya untuk Sakura sama sekali tak menghiraukannya. Tak peduli pada namanya yang besar tercoreng hanya karena seorang wanita.

Sasuke tak peduli. Selama yang mencoreng namanya adalah Sakura, Sasuke bisa menerimanya.

"Hari ini, Permaisuriku Sakura nampak bahagia. Senyumnya yang begitu menyejukkan sungguh sanggup membuat siapapun terlena."

"...Kiba, siapkan bahan pakan serta keping emas. Lalu bagikan itu semua kepada rakyat-rakyatku. Bilang pada mereka, hari ini permaisuri Sakura tersenyum begitu cantik. Semakin sering permaisuri tersenyum, semakin banyak pula rejeki yang akan mereka dapatkan."

Kiba mengangguk dengan patuh. Tak menunggu perintah lagi ia segera pamit undur diri. Melaksanakan titah sang raja untuk segera membagikan 'rejeki' kepada rakyat Uchiha.

Sedangkan Sasuke masih memperhatikan sosok cantik di bawah sana dengan tatapan memuja.

"Teruslah tersenyum secantik itu, permaisuriku Sakura. Maka niscaya semua do'a-do'a baik yang rakyatku gaungkan atas namamu akan terus menyertaimu."



***



Sedangkan sosok yang sejak tadi di perhatikan dari jauh ternyata cukup peka. Sakura yang sejak tadi merasa seperti tengah diawasi, mengedarkan manik sehijau emeraldnya kearah sekitar.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 01, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

HiRAEThTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang