"Nananaa ...." Shin Yuna menyenandungkan musik dari ponselnya sambil mengocok adonan mentega dan gula di depannya. Gadis yang jarang menyentuh peralatan dapur itu entah angin dari mana hari ini dia terlihat serius dengan kegiatannya. Seakan memasak adalah passion-nya.
"Semua gara-gara buku itu!" Yuna merutuk berkali-kali, menyalahkan sebuah buku yang tergeletak di samping buku resep kukis yang sedang ia buat. "Panduan Sukses Mendekati Gebetan", begitu judulnya.
Temannya menyarankan Yuna membeli buku itu. Sejauh ini, ia telah mencoba sebanyak enam panduan, dan semuanya cukup berhasil. Kai, cowok yang Yuna taksir, sekarang jadi semakin dekat dengannya.
Makanya, Yuna tidak ragu mencoba panduan selanjutnya, walaupun ia harus rela berperang dengan musuh terbesarnya-dapur.
Panduan nomor tujuh berbunyi, "Beri orang yang kamu suka makanan buatanmu sebagai tanda bahwa kamu peduli." Yuna memutuskan untuk membuatkan Kai kukis cokelat, karena yang Yuna tahu, cowok itu penggemar cokelat.
"NANANAA ... YAAAA!!" Yuna bernyanyi semakin keras, katanya sih agar menghilangkan penat. Karena ternyata, memasak itu tidak semudah yang buku resep katakan. Akan tetapi, memang dasar cewek itu yang tidak bisa diam ketika mendengar musik. Pasti selalu ikut bernyanyi meskipun tidak hapal lirik. Jadi yang keluar hanya suara-suara tidak jelas. Tak apa. Yang penting Yuna senang.
Yuna membaca instruksi selanjutnya. "Masukkan telur dan ekstrak vanila ...."
Tangan Yuna meraih mangkuk kecil berisi satu butir telur yang ia siapkan sebelumnya serta sebuah botol kaca berisi ekstrak vanila. Ia memasukkan kedua bahan itu lalu mengocoknya lagi.
Kemudian, Yuna memasukkan bahan-bahan lainnya: tepung, cokelat bubuk, pengembang, dan garam. Terakhir, ia tambahkan choco chips.
Adonan kukis itu harus didiamkan semalam di lemari pendingin. Maka, Yuna memutuskan untuk membersihkan dapurnya yang sangat kacau itu.
Keesokan hari, Yuna membentuk adonan kukis itu bulat-bulat dan menatanya di loyang. Lantas, gadis itu memanggangnya di oven yang suhunya telah diatur sedemikian rupa. Pekerjaan ini lebih mudah, karena ia tinggal menunggu kukis itu matang.
Angin berhembus kencang. Lonceng tua di beranda rumah berdenting. Pertanda ada orang yang mencoba berkomunikasi dengan Yuna.
Yuna menutup tirai dan berlari menuju kamar ibunya. Sebuah cermin antik berbentuk persegi dengan bingkai sulur tanaman berwarna emas menyala-nyala. Dari cermin itu muncul sinar yang menyilaukan mata.
"Aku Ingin Makan Lasagna Basi!" Yuna menyerukan kata kuncinya. Memang, kata kunci itu agak sedikit menggelikan, tetapi Yuna sudah terbiasa. Dan satu lagi, kata kunci itu harus diucapkan dengan semangat. Kalau tidak begitu, cermin tidak mau 'terbuka', karena ia akan tersinggung dan merasa bahwa orang yang datang tidak menyukainya.
Cermin itu kemudian menampilkan sosok ibunya yang berantakan, tidak anggun seperti biasanya. Ibu Yuna adalah seorang penyihir yang tersohor dari Selatan. Hampir seluruh penyihir mengenalnya. Saat ini wanita itu berada di desa penyihir tempat dirinya berasal. Ia berbicara dengan Yuna melalui cermin magis yang bisa menghubungkan semua orang dari mana saja.
"Yuna sayangkuuu? Apa kau melihat botol berisi ramuan putih milik mommm? Mom lupa membawanyaaa! Kalau kau melihatnya tolong berikan pada Winggow, yaaa? Biar dia mengirimkannya ke sini, kalau dikirim lewat manusia nanti lama sekali sampainya. Oke, sayanggg?" Ibu Yuna berujar dengan intonasi yang dipanjangkan pada akhir kalimat, khas dirinya. Dia adalah ibu sekaligus penyihir paling manis bagi Yuna.
Winggow adalah gagak hitam piaraan ibu Yuna, tapi juga dianggap sebagai bagian keluarganya. Ia bisa membawa pesan atau barang menuju tempat tujuan dengan cepat. Maka dari itu, ibu Yuna mengatakan biar Winggow yang membawanya.
Masalahnya, di mana botol itu?
"Botol apa?? Bisa mom katakan cirinya?? Banyak botol seperti itu di sini. Aku takut-"
"Yuna? Di mana kau? Hm ... baunya lezat sekali!" terdengar suara seseorang diikuti langkah kaki yang semakin mendekat. Yuna panik dibuatnya.
"Em ... mom? Aku pergi dulu! Ada orang datang!! Nanti kucarikan botolnya. Daaah!!"
Rumah Yuna jarang dikunjungi orang, karena takut dengan rumahnya. Rumah ini bernuansa hitam-hitam. Di setiap atas pintu terdapat hiasan berupa kepala rusa. Segala perkakas rumah pun berwarna gelap sehingga memberi kesan suram. Satu-satunya yang berwarna cerah di rumah ini adalah kamar tidur Yuna. Orang-orang mungkin mengira ibu Yuna seorang maniak gothic atau semacamnya.
Yuna menuruni anak tangga menuju sumber suara tersebut. Ia hapal suaranya, karena hanya orang itulah yang sering datang ke rumah Yuna.
"Hei! Aku sedang memanggang kukis. Mau?" Yuna melepas apron yang dikenakannya. Ia berusaha terlihat biasa saja di depan orang itu.
Kai, orang yang dimaksud, matanya melebar dan tersenyum senang. "Mau mau mau!!"
Ya ampun.
Yuna rasanya mau mati saja.
"Manis sekali!!!" batin Yuna. Ia berjalan mendekat.
"Sebentar lagi matang," ujar Yuna. Dan benar saja, tak lama kemudian alarm berbunyi menandakan dua belas menit-waktu pemanggangan-telah usai.
Ia mengeluarkan kukis cokelat yang baru matang dari oven. Uap panasnya terlihat mengepul, aroma harumnya menyebar ke seluruh dapur.
"Nah, aku tinggal ke toilet, ya. Jangan dimakan dulu, masih panas. Tunggu dingin agar kukisnya mengeras. Oke?" ucap Yuna yang dibalas gumam panjang Kai. Laki-laki itu sebal karena harus menunggu untuk menyantap kukis.
Setelah itu, dari dalam toilet yang berada di dekat dapur, Yuna mendengar suara bangku meja makan diseret. Kai mendudukkan diri di sana. Ia tak sabar menunggu kukis dingin.
"Maaf Yuna, aku tidak sabar ingin makan kukisnya," ucap Kai pelan. Ia mengambil sepotong kukis dan melahapnya.
"Ah! Panas!!" Kai berseru dengan mulut penuh mengunyah kukis.
Yuna mendengar seruan Kai, ia menggelengkan kepalanya. "Kai ... sudah kubilang kan tunggu dingin dulu ...," ucapnya sambil membuka pintu toilet.
"Kai?" panggil Yuna ketika ia tak mendapati keberadaan Kai di meja makan.
Ia mencari di ruang tamu, di teras belakang, tapi Kai tetap tak ada. Gadis itu berpikir Kai telah pulang, maka ia kembali ke dapur.
Namun, di kursi tempat Kai sebelumnya duduk terdapat seekor kucing yang sedang menggigit kukis. Kucing itu berwarna putih-kuning, seperti rambut Kai. Anehnya lagi, di bawah kursi tergeletak pakaian-pakaian yang juga dikenakan Kai.
"K-kai?"
Kucing itu menoleh pelan. "Meow?"
Jantung Yuna seperti berhenti berdetak. Ia teringat sesuatu. Yuna mencari botol ekstrak vanila di lemari dapur yang digunakan untuk membuat kukis.
"Duh! Kenapa aku tidak mengeceknya sih!!! Yuna bodoh! Yuna bodoh!" , batinnya ketika mendapati bahwa itu bukan ekstrak vanila, tetapi ramuan putih milik ibunya yang tertinggal.
"MOMMM!!!"
Mampus! Setelah ini pasti Kai benci setengah mati padanya.
-selesai-
Hei!! Karot di sini! :D Semoga cerita ini mengesankan, ya! Btw, aku lihat resep kukis ini di https://m.fimela.com/food/read/4688128/resep-chocolate-chip-cookies-chewy-yang-pas-untuk-teman-camilan-keluarga dengan sedikit perubahan, tentunya.
Kalian juga bisa lho bikin kukisnya buat crush kalian, tapi jangan dikasih ramuan ya ><
See ya!!
KAMU SEDANG MEMBACA
(FUR)TUNE COOKIES [kai, yuna]
FanfictionMempunyai ibu seorang penyihir sudah merupakan suatu bencana. Namun, bagaimana jika sihir ibumu salah sasaran ke orang yang kau sukai? Itulah bencana sesungguhnya! Duh, Yuna rasanya ingin ganti ibu saja! --- "K-kai?" "Meow?" "MOMMM!!!" --- Cerit...