Lebih dari Teman

85 13 4
                                    

Belum sampai satu bulan menginjakkan kaki di bangku kelas sepuluh, minggu ini aku sudah disibukkan dengan ulangan harian.

Ada rasa putus ada dalam diriku ketika nilai yang kudapatkan tidak sesuai dengan harapan. Terlalu sulit. Dua kali aku harus melakukan remedi meskipun di saat yang bersamaan teman-temanku yang lain berhasil mendapatkan nilai sempurna.

Kembali kuteliti jawabanku, memastikan tak ada nomor yang terlewat. Setelah meyakinkan diri bahwa semua nomor telah kujawab dengan baik, segera kukumpulkan lembar jawabanku ke meja guru.

"Gimana, Lan?"

Keisha berbisik ke arahku setelah aku kembali ke bangku. Dia adalah teman sebangkuku dan kini sudah kuanggap sebagai sahabatku.

"Udah semua, Kei. Tapi ada satu soal yang gue jawab asal." Kataku sembari mengingat-ingat isi lembar jawabanku tadi.

Gadis berambut panjang yang dikuncir kuda itu tertawa, sibuk mengemasi peralatan tulisnya.

"Oke, masih aman." Simpulnya kemudian.

"Bener. Daripada kosong kan mending diisi." Ujarku membenarkan pendapatnya.

Masih ada waktu tiga puluh menit sebelum ulangan harian berikutnya dimulai. Kukeluarkan sebuah novel dari dalam tasku, dan meletakkannya di atas meja.

"Yah, padahal mau gue ajak ke kantin, lho." Protes Keisha ketika melihat buku setebal 300 halaman itu baru saja kubuka.

Aku melayangkan pandangan menyesal, "Gue masih kenyang, Kei." Ucapku berikutnya.

Terlihat Keisha merengut sesaat, namun berikutnya mengangguk paham.

"It's okay. Gue ke kantin dulu kalo gitu," putusnya ringan lalu berjalan keluar kelas.

Aku kembali menundukkan kepalaku untuk membaca novel yang belum sempat kubaca sejak kepulanganku dari Bandung.

Getaran ponsel yang ada di loker meja mengalihkan perhatianku dari paragraf di novel yang sedang kubaca. Kukeluarkan ponselku menggunakan sebelah tangan, lalu melihat layarnya yang berkedip-kedip.

Panggilan video call dari Reno.

Kudongakkan kepalaku untuk melihat sekeliling dan tidak menemukan satu orang pun di dalam ruang kelas. Cepat-cepat kuangkat panggilan itu sebelum layarnya kembali mati.

"Sedang apa?" tanya Reno begitu wajahnya muncul di layar ponsel. Cowok itu juga mengenakan seragam sekolah dan sepertinya sedang berada di dalam kelas karena di belakangnya tampak papan tulis warna putih.

"Baca novel. Seperti biasa," jawabku berikutnya.

Reno membenarkan letak ponselnya, lalu kembali berbicara, "Novel mulu kamu mah,"

"Kamu mau ikutan baca? sok atuh baca sama aku!" ajakku sembari menunjukkan novel tebal itu ke depan layar.

"Nggak, ah. Nanti mataku sakit."

Ia mengatakan itu sambil menutupi kedua matanya. Tak lama cowok itu tertawa melihatku yang nyengir memperhatikan tingkahnya.

"Minggu depan aku mau ke Surabaya. Turnamen karate."

Since I Meet HimTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang