Some sadness & silly stuff

40 3 0
                                    


   
     Hari senggang ini ku isi dengan kegiatan membaca buku dan hunting vinyl di pasar antik. Kadang, temanku yang nggak sengaja ketemu di mall malah menatap heran ke belanjaanku. Kayak lagi mulung, katanya.

Enak aja! Ini harganya kalau kujual ke temanku di negeri Paman Sam pasti laku lebih dari yang dia bisa bayangkan.

Oh ya, soal klien yang kemarin, Pak Eren maksudku. Dia keliatannya sayang banget sama istrinya. Terus mengulang memanggilnya dengan sebutan ”wanitaku”. Aku juga nggak berani gubris dengan blak-blakan nanya nama istrinya siapa.

Bukan tugasku. Dan sudah ranah privasinya.

Pulang dari hunting vinyl, aku cuman rebahan santai di rumah. Senyap dan sunyi, tentu. Kalau saja aku mengikuti saran mama buat pelihara kucing, aku mungkin saja nggak kesepian.

Back then, kayaknya nggak mungkin. Aku cukup trauma dengan hewan-hewan. Most of them have been scared me. Makanya aku sukanya tanaman doang. Namun tanaman nggak bisa bicara, nggak bisa gerak menggemaskan.

Daripada aku membandingkan terus, kupaksa tubuhku yang sudah mulai nyaman tidur ini buat bangun. Pergi ke toko pasti mengobati rasa bosanku.

**

Menilik penampilan di cermin, kurasa ada yang berbeda dengan style pakaianku akhir-akhir ini. Biasanya, aku hanya akan memakai mini skirt dengan crop tee biar aku keliatan muda. Atau look semi-formal, atasannya pakai kemeja.

But now, look at me. Aku malah pakai dress floral selutut berwarna biru laut. Masih terbilang soft dan.. feminim. Namun, bukan aku banget ini.

But then, trying different style kayaknya nggak masalah. Paling mendapat tatapan heran dari teman-teman di toko. Aku menggeleng mengenyahkan pemikiran kalau sebentar lagi bakalan naksir seseorang.

Kayaknya sudah tradisi, deh. Sejak aku SMA sampai sekarang (hampir kepala 3!) setiap aku merubah style berpakaian, setelahnya pasti aku dapat cowok.

Namun nggak lagi, i won't spent my precious time with those men. Aku baru sadar, rata-rata nggak pernah benar-benar kucinta. Hasratku buat milikin mereka saja yang mendominasi. Rose, you are voraciously desired.

Enough dengan pembahasan itu. Sekarang waktunya berangkat ke toko dan melakukan kegiatan favoritku, melayani dan menjelaskan ke costumer tentang anak-anakku (alias tanaman).

**

"Warna dressmu sebiru lautan, cantikeun!!!"

Celetukan deny membuatku terbahak. Dia nggak pernah absen memberikan puisi ’cantikeun’ dadakan buatku. And i love it!

"Thank you, lho! Tapi nggak ada penaikan gaji bulan ini." Kataku menggodanya.

Deny memasang muka melas yang dibuat-buatnya. Aku cuman terkekeh dan berlalu masuk, dia nggak serius soal sedihnya barusan. Gaji yang kutawarkan sudah diatas UMR dan mereka selalu puas dengan tip yang kukasih tiap bulannya.

Di dalam, aku mengecek beberapa tanaman yang kata Indri (salah satu bagian tim garden care) lagi layu. Katanya, masih bisa bagus kembali dan malah, mekarnya bakalan nggak tanggung-tanggung.

Aku mempercayakan ke dia, semuanya. Kalau aku cuman suka dan pandai merawat, Indri malah lebih di atasnya. Dia kuliah jurusan kimia tapi belajar tanaman dari Ibunya. Indri juga kadang datang langsung ke kebun klien dan menyelamatkan tanaman yang hampir mati.

"Thank you Indri for explaining! Semoga dia masih bisa bagus lagi ya, kamu jangan lupa cuci tangan sebelum makan!"

"Iya Mbak, i hope soo." Senyumnya masih terpantri sampai aku memberikan kiss di kedua pipinya sebelum berlalu ke ruangan pribadiku.

Different PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang