Dua belas tahun silam, Kang Jin Ah pernah bersumpah pada dirinya sendiri untuk tidak pernah mencintai pria mana pun selama hidupnya. Mendengar isak tangis ibunya setiap malam kala itu cukup membuat dirinya menderita, apalagi ketika ia menyaksikan bagaimana seutas tali bisa menjadi pemutus nyawa ibunya. Ayahnya yang brengsek pergi entah ke belahan dunia mana dan selama sisa-sisa tahun itu, Jin Ah tidak ingin mencari tahu.
Jin Ah hidup sebatang kara. Sebuah kos murah di bagian terluar kota Seoul menjadi tempat tinggalnya saat ini. Ia bekerja sebagai penjaga kasir sebuah toko kelontong kecil yang sisa bayarannya harus ia hemat upaya bertahan hidup sampai ia kembali menerima bayarannya pada pekan-pekan selanjutnya. Jin Ah cukup menyadari kemiskinannya sehingga ia yakin sekali tidak akan ada siapa pun pria yang mungkin tertarik padanya.
Kecuali pria iniㅡpria yang setiap hari tepat pukul satu siang selalu mengunjunginya barang membeli sebotol air mineral.
Pria yang memiliki senyum paling manis dengan sepasang lesung menghiasi kedua belah pipinya.
Pria yang tiba-tiba saja dengan mudah membuka pintu masuk ke dalam dirinya yang semula ia kunci dengan rapat.
"Hari ini kau terlambat delapan menit," ujar Jin Ah tepat saat pria bernama Kim Namjoon itu mendorong pintu usai memarkirkan sepeda tuanya di serambi toko. Ia mengibaskan tangannya berlalu menuju rak-rak yang berjejer.
"Kebetulan tadi aku membantu Bibi Park menurunkan beberapa krat cumi dan kepiting kiriman dari mobil." Namjoon meletakkan dua cup ramyun dan sebotol air mineral ke meja kasir hendak membayar. Sementara Jin Ah memindai belanjaan, Namjoon mengetuk-ngetukkan jemarinya lalu menambahkan, "Ah, ada toko buku yang baru buka di sebelah kedai Bibi Park, rupanya mereka menjual buku bekas. Mau ke sana?"
"Ayo!" seru Jin Ah bersemangat. "Sepertinya sudah lama sekali, ya, kita gak ke toko buku? Walaupun sebetulnya kita seringnya hanya menumpang baca, sih."
Mendengarnya, Namjoon tertawa. "Padahal perpustakaan kota menyediakan fasilitas baca buku gratis."
"Kalau begitu, lain kali kita ke perpustakaan kota," ajak Jin Ah.
Maka setelah Namjoon pergi, ia memasang senyum paling lebar kepada setiap pelanggan yang datang. Bersiap untuk menikmati sisa hari yang melelahkan dengan pria yang paling ia sukai yang enam bulan lalu ia temui secara kebetulan. Jin Ah selalu menyukai cara mereka menghabiskan potongan waktuㅡmembaca buku bersama, mengunjungi setiap museum yang tersebar di penjuru kota, bersepeda di taman, menikmati lampu-lampu gedung dari pinggiran sungai Han, atau sekadar bercengkerama soal seniman favorit Namjoon ditemani es krim pada siang yang panas. Terlalu banyak kegiatan yang bisa mereka lakukan karena pria itu selalu memiliki cara baru.
Waktu seakan begitu lama namun akhirnya sampailah ia di penghujung hari. Jin Ah sudah bersiap untuk bergegas dan sedikit merapikan surai pendek sebahu miliknya. Hujan sudah mengguyur sejak sore, sehingga ia dengan segera mengeluarkan sebuah payung lipat berwarna hijau pekat dari dalam tasnya setelah memastikan pemilik toko datang untuk mengunci toko. Ia bersyukur karena pemilik toko memutuskan untuk tidak membuka tokonya sampai larut sejak seorang pemuda mabuk setiap malamnya pada beberapa waktu lalu, berteriak-teriak di depan toko dan mengganggu sehingga membuat resah para pelanggan yang ingin mampir.
Maniknya berbinar ketika sosok pria yang akan ditemuinya tiba-tiba sudah berjalan menyamai langkahnya. Namjoon lantas mengambil alih gagang payung yang semula dipegang Jin Ah, kemudian mencondongkan sedikit ke samping agar menutupi kepala Jin Ah dengan sempurna. Ia membiarkan sebelah bahunya basah demi menjaga agar wanita di sampingnya tetap seutuhnya kering, kendati ia tahu bahwa Jin Ah sebenarnya tidak keberatan jika mereka tidak memiliki payung sekalipun.
"Mau beli tteokbokki?" Jin Ah yang tingginya hanya setara bahu Namjoon, mendongakkan kepala guna menatap netra elang si pemilik suara.
"Boleh, kali ini aku yang traktir, ya?" balas Jin Ah yang diikuti oleh anggukan tanda setuju. Di kala cuaca dingin seperti saat ini, satu-satunya hal yang bisa dilakukan oleh pria Kim itu adalah merapatkan tubuh Jin Ah sehingga lengan mereka saling bergesek dan menciptakan suhu hangat. Dengan tangan besarnya, Namjoon memeluk bahu Jin Ah sementara tangannya yang lain masih memegang payung dengan kokoh.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEOUL
FanfictionSeoul. Kota dengan sejuta kisah yang terangkum indah mewarnai setiap musimnya. Setiap sudutnya menampilkan tawa, suka, duka bahkan tangis dalam waktu yang bersamaan. Maka saksikanlah manusia-manusia ini. Berjalan melakoni skenario yang ditulis Tuhan...