yang ada dan yang hilang

63 3 0
                                    

Tarik nafas, buangulangi hal tersebut berkali-kali sampai amarahmu menghilang.

   。

Matanya memandang lurus tanpa henti. Jam sudah menunjukkan pukul lima sore, tapi para anak Adam itu masih saja menatapi papan tulis, melahap turunan fungsi trigonometri ke dalam otak seolah-olah mereka akan mati besok.

Suara jam menggema menandakan detik demi detik yang berlalu. Nada yang membosankan dan tentunya membuat orang mengantuk. Siapa yang menciptakan benda yang berbunyi seperti ini? Selera manusia memang aneh.

Waktu mencatat selesai. Wanita berkacamata itu berdiri dari duduknya dan mulai menghapus papan tulis, mengganti angka-angka tersebut dengan angka lainnya. Apa tadi katanya? Presentil data tunggal? Ah, statistika. Memuakkan. Kalau bisa, Noah pasti sudah menghanguskan papan tulis itu, mengubahnya menjadi abu.

Sambil memejamkan mata, Noah menyandarkan diri di tembok, berharap waktu berjalan lebih cepat. Sambil membunuh waktu, Noah mengingat-ngingat koleksi buku fantasinya yang sudah selesai dia baca, lalu pikirannya ikut larut dalam lautan fantasi.

"Noah"

Memutar badan ke arah suara, itu Lugo. Cowok bermata lebar itu menjulurkan tangannya dan berbisik "Minta catatan", sepertinya dia tidak sempat mencatat semua materi trigonometri tadi. Noah pun meminjamkan catatannya, lalu kembali bersandar di dinding. Noah menghela nafas, Lugo sudah menghancurkan sesi mengkhayalnya. Sekarang dia terpaksa memperhatikan papan tulis untuk empat puluh menit yang akan datang.

Kelas pun akhirnya berakhir dan murid-murid mulai keluar satu persatu dengan raut wajah yang berbeda. Beberapa murid terlihat senang karena besok adalah hari sabtu, tapi ada juga yang bermuka masam, mengingat mereka harus mengikuti rapat organisasi di hari libur mereka.

"Hari ini langsung pulang?" Lugo melempar buku catatan matematika ke arah Noah, lalu duduk di atas meja Noah dengan kaki terlipat. "Nginep rumah gue lah yuk."

Noah menggeleng "Besok hari sabtu."

Hari Sabtu. Mendengar itu, ekspresi Lugo berubah menjadi jengkel. Noah punya rutinitas sendiri di hari Sabtu. Bukan, bukan untuk pergi beribadah atau semacamnya. Tapi mengunjungi laboratorium, dan Lugo ingat betul apa yang terjadi pada Noah ketika dia pergi ke laboratorium hari Sabtu yang lalu.

"Lo nggak wajib kesana, Noah. Not with your condition like this." Lugo menatap Noah hati-hati, mencoba membujuk sahabatnya. "Luka lo yang kemarin aja belum sembuh."

Noah tidak menjawab, dia malah sibuk sendiri dengan botol mineral yang dia bawa dari rumah. Kesusahan untuk membuka botol karena luka yang ada di tangannya.

"See? You can't even open that."

Noah menghela nafas. Selalu saja seperti ini. Setiap kali dia pulang dari laboratorium dengan luka baru, entah luka lebam, atau apapun, temannya itu pasti akan selalu mengomel. Tentu saja khawatir dengan keadaan temanmu yang terluka itu bukan hal yang salah. Tapi Noah punya alasannya sendiri, dia berhak menentukan apakah dia mau terluka atau tidak. Apalagi, temannya ini sebenarnya tahu betul alasan Noah menjadi seperti ini, alasan kenapa Noah mau terluka.

Tapi Lugo tetap saja mengomel, kali ini sambil membuka botol mineral milik Noah.

"Kenapa harus lo? Enam belas tahun! Lo, gue, kita, masih enam belas tahun! Terus dia seenaknya aja bikin lo kayak gini? Terus, lo juga! Jangan iya-iya aja kalo dia nyuruh! Kayak orang bego tau gak??? Argh!!" Tangan Lugo berayun dan membanting botol mineral itu ke meja, mengakibatkan setengah airnya tumpah berceceran dari tempatnya.

Noah sedikit mengernyit mendengar kata kita dari temannya itu, tapi dia tetap mengambil botol itu lalu meminumnya, rasa hausnya yang sedari tadi dia tahan akhirnya hilang juga.

why, world?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang