3.3

29 2 0
                                    

Itu adalah akhir pekan yang cerah, matahari pecah di atas kepala kami, dan aku sedikit terkejut saat March membawaku ke taman. Kami duduk di salah satu bangku kayu bercat putih, berkeringat karena matahari bulan Juli yang membakar. Aku pikir itu adalah ide yang buruk tapi aku tidak bisa memaksa diriku untuk mengeluh. Memang benar aku benci panas, dan lengket karena berkeringat tapi duduk di sana bersama March dengan novel baru yang kami setuju untuk baca bersama, tidak ada keluhan.

"Kenapa Alien?" celetuk March menarik perhatianku, aku menutup bukuku, menahan halaman tempatku berhenti dengan jari telunjukku.

"Apa maksudmu?" balasku, dia melakukan hal sama dengan salinan miliknya dan melihatku dengan sedikit penasaran.

"Aku tidak bisa melihat bagaimana alien kurus yang aneh bisa menjadi menggairahkan."

Aku tertawa terbahak-bahak saat mendengar komentarnya, terlalu bersemangat untuk memaksa March untuk membaca salah satu novel alien romance favoritku. Dia sangat terkejut saat aku membawanya ke rak khusus itu, terkejut ketika orang benar-benar menulis dan membaca hal aneh seperti itu.

"Percayalah padaku, ini bagus. Homebound adalah salah satu favoritku. Aku janji."

"Hanya aku tidak bisa mengerti, dan sejauh ini, satu-satunya yang bekerja dalam cerita ini adalah Gemma." Dia menutup bukunya sepenuhnya dan aku tidak kecewa, aku tahu March akan menyelesaikan membacanya. Pada akhirnya. "Hanya katakan padaku kenapa alien? Aku pikir kamu tipe cewek vampir."

"Aku tidak bilang aku tidak suka vampir, bisa dibilang ini semacam periode? Ada masanya saat aku sangat suka bacaan vampir atau werewolf, atau mafia, CEO, banyak lagi, aku hanya sedang menyukai alien sekarang. Mungkin karena itu baru? Menyegarkan? Bahwa aku mengharapkan kejutan?"

Aku mengedikkan bahuku, yang tidak aku katakan adalah aku berharap hidupku juga bisa menjadi sedikit menarik. Cerita dan buku adalah pelarian yang paling mudah jadi aku menikmatinya. Kadang-kadang di malam hari, aku melihat ke langit gelap, hampir tidak ada bintang yang dapat dilihat dari kota tempatku tinggal. Bayangkan bagaimana jika benar-benar ada invasi alien, sebuah petualangan. Itu aman karena sangat tidak masuk akal sehingga tidak akan mengaburkan kenyataan. Itu tidak mungkin terjadi, itu tidak berbahaya, tidak seperti lamunanku saat ini. Bagaimana rasanya memiliki March dengan cara yang berbeda. Bagaimana jika aku bersandar padanya sekarang atau jika aku menyentuh rahangnya sebelum membuntutinya dengan ciuman. Pikiran-pikiran itu berbahaya, sama berbahayanya dengan apa yang aku pikirkan saat aku lebih muda. Tentang Best dan Owie, aku mengedipkan mataku, benci pikiran bawah sadarku masih memunculkan mereka tanpa diminta.

"Seperti apakah alien itu memiliki penis atau tidak?" ucap March menarikku dari pikiran yang setengah merenung.

Aku tersenyum, mengangguk dengan main-main. "Atau dua, pikirkan juga tentang dua pasang payudara."

Dia melihatku dengan tidak percaya. "Apakah orang benar-benar berimajinasi seliar itu?"

"Ini alien, tidak ada yang bisa memprotesmu jika mereka memiliki dua penis untuk menyenangkan pasangan mereka," balasku dan senang saat dia kembali membuka salinan novelnya.

"Aku tidak percaya aku setuju untuk membaca ini," gerutunya.

"Kamu yang bilang ingin membaca sesuatu yang aku baca, aku bisa merekomendasikan sesuatu yang lebih normal jika kamu mau."

"Setelah ini aku ragu kamu memiliki bacaan normal," balasnya dan aku tidak bisa membantah. Kebanyakan bacaanku tidak normal, tapi bukan berarti aku tidak membaca sesuatu yang normal.

"Hei itu tidak adil. Aku membaca hampir semua genre kecuali horor." Aku memprotes, matahari masih menyengat dan aku bertanya-tanya apakah March tidak terbakar. Dia berkeringat tapi dia sepertinya nyaman, seolah dia menikmati panas di kulitnya. Saat angin bertiup, aku memiringkan kepalaku, membiarkan angin mengenai lebih banyak kulit leherku yang lembab.

March memperhatikan itu dan dia melihat ke arah matahari yang terik. "Terbakar? Ingin pindah?"

"Aku baik-baik saja. Aku menyiksamu dengan bacaanku, kamu bisa menyiksaku dengan panas tengah hari untuk hukuman," godaku tapi wajahnya berubah menjadi kerutan yang tidak nyaman.

"Aku tidak bermaksud seperti itu, hanya ... sebuah kebiasaan." Dia melihatku dengan menyesal, aku penasaran untuk bertanya kebiasaan apa, tapi aku takut mengorek. Aku tidak ingin dia bertanya tentang milikku. Mungkin dia juga tidak ingin aku bertanya miliknya.

Ada keheningan canggung, dan aku ingin menyingkirkan itu tapi aku tidak tahu apa yang harus dikatakan. Terutama saat senyum mudah yang biasa dimiliki March tidak ada. Rasanya itu berlangsung selamanya sampai aku menawarkan semacam tali penyelamat untuk kami.

"Lagi pula aku alergi dingin," ucapku. Itu bukan kebohongan, aku tidak tahan dingin. Kulitku akan mulai gatal saat kedinginan, wajahku hampir bengkak, dan meskipun itu akan hilang dengan cepat begitu aku kembali hangat, itu masih tidak nyaman.

"Benarkah?" tanya March seolah dia benar-benar senang menemukan fakta lain tentangku, itu menghilangkan kesuraman dari matanya. Aku tidak tahu tentang apa itu dan aku menolak untuk bertanya.

Aku mengangguk dan memutuskan untuk menceritakan perjalananku yang menyedihkan saat hiking. Itu sangat dingin dan aku lupa membawa syal dan sarung tangan. Jariku hampir mati rasa dan wajahku bengkak serta kesulitan bernafas saat aku mendaki semakin tinggi. "Aku terbatuk-batuk, aku mencoba menarik napas saat itu tapi rasanya seperti tidak ada oksigen yang masuk."

"Semakin tinggi, oksigen semakin tipis. Kamu mungkin mengalami hiperventilasi," jelasnya dan aku mengangguk.

"Aku akhirnya tidak meneruskannya, setidaknya masih mendapatkan gambar matahari terbit yang bagus di tempatku berhenti, tapi itu masih bukan jenis liburan yang aku nikmati."

"Hmm? Lalu jenis liburan apa yang kamu nikmati?" tanya March kembali mengarahkan pembicaraan padaku. Semakin sering kami bersama semakin aku menyadarinya. Betapa dia lebih tertutup dari yang terlihat, tentu dia baik dan ramah tapi itu sebuah lapisan.

"Ranjang dengan selimut tebal, bacaan yang bagus, dan secangkir kopi atau cokelat panas. Aku juga tidak menolak camilan. Bagaimana denganmu? Aku pikir dengan tubuh seperti milikmu kamu akan lebih menikmati aktivitas luar ruangan dan lebih banyak bergerak."

"Aku menikmati lari dan seni beladiri."

Itu baru, aku bahkan sedikit terkejut. "Beladiri jenis apa?"

"Boxing."

Aku berkedip, tidak menyangka jawaban itu yang akan keluar dari mulutnya tapi dengan tubuhnya aku seharusnya tidak terkejut. Tidak sulit membayangkan March dengan sarung tinju merah, celana boxer yang memamerkan otot pahanya. Yah, gambaran itu akan menghanguskan otakku yang malang.

"Kamu berada di ring?" tanyaku kali ini tidak bisa menjaga lidahku untuk diriku sendiri.

"Di beberapa kesempatan, apakah kamu ingin datang?" Pertanyaan itu polos tapi aku merasakan tatapannya dan aku takut. Sangat takut.

Akhirnya aku mengangguk. "Jika kamu ingin aku di sana."

***

Tebak berapa lama aku menulis bab ini haha

When Your Soul Tries to Drag You DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang