4.2

12 3 0
                                    

Jika aku merasa pagi hariku buruk, hari itu terus menjadi lebih buruk dan lebih buruk lagi. Dimulai dengan kesalahan pelabelan yang menyebabkan kesalahan pengiriman. Itu membuatku harus memeriksa barang yang diretur, memastikan pelabelan ulang, memastikan stok sesuai dan akhirnya barang itu dikirim kembali. Semua itu dan atasanku terus melakukan panggilan dan membentakku seolah itu kesalahanku. Jika itu bukan senin terburuk tambahkan March tidak masuk hari itu ke dalam daftar. Aku tidak ingin mengakuinya tapi itu membuatku khawatir. Apakah sesuatu yang buruk terjadi? Apakah itu ada kaitannya dengan akhir pekan kami? Kenapa dia tidak mengirim pesan? Satu-satunya hal baik hari itu aku tidak membawa bekal jadi aku punya alasan untuk membelanjakan uangku di jam makan siang. Bukan berarti aku bisa membeli sesuatu yang mewah, tapi cafe di seberang gedung kami biasanya memiliki paket menu makan siang yang penuh gula dan jelas aku butuh asupan gulaku saat ini.

Jadi di sinilah aku berakhir, berdiri di belakang antrian Bake and Choco, dan berharap tidak kehabisan menu. Karena sial tempat ini sangat populer karena berada di lingkungan perkantoran, cukup dekat diakses dan makanannya benar-benar enak terutama karena mereka sering membagikan puding cokelat gratis dan itulah yang sedang aku incar. Hanya tinggal beberapa orang di depanku saat aku merasakan tepukan di pundakku.

"Addy?"

Aku menoleh pada suara yang sialnya familiar untukku, Owen Andrew adalah sebuah pemandangan yang cantik di tengah-tengah cafe yang sesak. Rambut hitamnya kali ini diikat di tengkuknya dengan serampangan, ada coretan cat di dagu, tidak akan terlihat jika kau tidak menatap tepat ke wajahnya dan memperhatikan setiap detail dengan perhatian gila karena sial aku tidak ingin memperhatikan dia seperti itu. Aku tidak ingin memiliki perasaan apa pun. Ia mengenakan kemeja lengan pendek yang setengah dimasukkan ke celana kargo. Ketika aku lebih memperhatikan ada lebih banyak bekas cat di celananya dan dari kantungnya mencuat beberapa kuas yang masih lengket dengan cat.

"Hai," ucapku dengan kata terbodoh di dunia, aku pikir otakku tidak bisa benar-benar memikirkan kata yang lebih baik setelah apa yang terjadi hari ini.

"Kamu sering makan siang di sini?" tanyanya matanya menjelajahi wajahku dan itu mengingatkanku tentang dulu, waktu lampau, waktu di mana kami adalah teman dekat dan aku hampir tidak keberatan menceritakan apa pun padanya. Tentu saja ada beberapa hal yang tidak akan pernah aku ceritakan seperti aku naksir dia dan sahabat baiknya. Tapi itu adalah jenis cerita yang ingin tetap kau simpan sebagai rahasia sampai mati.

"Tidak juga," jawabku sambil kembali untuk melihat antrean hanya tersisa satu. "Aku tidak membawa bekal hari ini jadi aku pikir aku akan makan di luar."

Plus teman makan siangku tidak muncul hari ini dan aku tidak ingin mengambil take out hanya untuk makan sendirian. Aku tidak butuh hari ini menjadi lebih menyedihkan.

"Kalau begitu aku beruntung. Ingin makan siang bersamaku? Aku meninggalkan peralatan melukisku di taman, kamu ingat malam kita bertemu? Itu tidak jauh jika kamu mau tentu saja."

Aku membuka mulutku, siap untuk menolaknya. Aku pasti tidak menginginkan komplikasi lain di hidupku. Setelah apa yang terjadi dengan Best hari ini aku harusnya tidak ingin berurusan dengan Owie tapi aku mendapati diriku mengangguk. Jesus apakah aku begitu kesepian? Aku hanya tidak ingin makan sendirian. "Kurasa itu okey."

"Bagus," ucapnya dan saat aku akan memesan dia maju untuk berdiri di sampingku. "Apa yang ingin kau pesan?"

Dia mencondongkan tubuh ke depan untuk memeriksa papan menu dan aku sedikit melirik pantatnya karena sial seorang gadis diizinkan melakukannya meskipun dia sebenarnya kesal dengan pria itu bukan? Lagi pula aku punya mata dan preferensi seksual yang normal. Aku akhirnya mengalihkan mataku ke menu dan memesan burger keju dan milkshake cokelat. Karena itu satu paket dengan puding cokelat gratis yang sangat aku inginkan saat ini.

"Hmm, kedengarannya enak." Dia bersenandung dan memesan pada server dua paket untuk dibawa pulang. Aku baru akan membuka dompetku saat dia menyerahkan kartu pada server. "Ada padaku."

"Aku bisa membayar makananku sendiri," desisku, tidak ingin membuat keributan. Sejujurnya itu bukan masalah besar, kembali saat kami masih di sekolah menengah, Owen sering membayar untuk kami tapi rasanya sekarang itu membuatku tidak nyaman. Aku tahu dia tidak melakukannya karena kasihan padaku tapi aku merasa seperti itu.

"Aku tahu, anggap saja permintaan maaf dan terima kasih karena mau menemaniku makan siang," balasnya dia melirikku seolah dia tidak yakin apakah aku akan setuju.

Itu membuatku bertanya-tanya apakah dia juga merasa sepertiku? Bingung dengan bagaimana harus bersikap karena telah kehilangan kontak bertahun-tahun. Jika memang demikian, itu akan membuatku merasa agak lega, mengetahui aku bukan satu-satunya yang merasa canggung.

"Baiklah, tapi lain kali aku akan membayar," balasku, membiarkan masalah itu jatuh dan saat kami keluar dari cafe dengan kantung makanan masing-masing aku tidak terlalu mempermasalahkannya. Aku bahkan merasa sedikit lebih baik karena tidak harus sendirian.

Kami berjalan dalam diam, dan seperti yang dia katakan taman itu tidak jauh dan aku bisa melihat canvas yang berdiri di bawah salah satu pohon, dengan palet cat yang bercampur serta kuas dan cat berserakan di bawahnya. Owen jelas sedang mengerjakan sesuatu sebelum memutuskan untuk mencari makan siang.

***

When Your Soul Tries to Drag You DownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang