0 1 | his presence

46 9 0
                                    

Tsukishima Kei itu keren.

Tsukishima Kei itu pintar.

Tsukishima Kei itu manis.

Begitulah gambaran tentang Tsukishima Kei yang kudengar dari beberapa orang. Anak kelas satu yang baru menetas dari SMP itu cukup terkenal di kalangan siswi kelas tiga SMA Karasuno. Katanya dia sangat tinggi, pintar, tampan, manis, hot dan paling keren ketika bermain voli.

Rasanya gila jika aku setuju.

Sejak tak sengaja bertatapan dengannya di depan vending machine tiga hari yang lalu, ia terus mengikutiku dengan pakaian aneh layaknya stalker mengerikan dan tak tahu malu. Di pagi hari, ia tiba-tiba menawarkan berangkat bersama dengan sepedanya padahal ia tidak tinggal di sekitarku. Di sekolah, ia muncul di dekat kamar mandi perempuan saat hanya ada aku di sana. Ketika pulang, ia menyapaku dengan sok akrab dan bertanya-tanya bagaimanakah hariku.

Dan yang mengerikan adalah saat tengah malam tadi: wajahnya tiba-tiba muncul di jendela kamar ketika aku hendak menutup tirai.

Terdengar sangat buruk 'kan? Namun masih ada bagian yang lebih buruk. Tidak ada yang menyadari betapa aneh sikapnya itu. Saat aku menceritakannya kepada Nenek, beliau justru berkata bahwa aku harus berteman dengannya karena si Tsukishima itu terdengar sangat ramah.

"Berhenti mengikutiku, dasar sinting!"

Aku mencengkram kerah jaketnya yang susah payah kutarik—karena, sial, anak ini tinggi sekali. Wajahnya tampak kebingungan dan aku tahu itu dibuat-buat.

"Maaf?" ucapnya dengan alis yang naik satu. "Bahkan ini pertama kalinya aku melihat Senpai."

"Jangan konyol, jelas-jelas kau mengikutiku terus sejak tiga hari yang lalu!"

"Tiga hari belakangan ini aku sibuk latih tanding dengan sekolah lain."

"Kau berharap aku percaya dengan alasan picik itu?"

"Mungkin hanya orang lain yang mirip aku?"

"Cukup mengaku saja, Tsukishima."

"Kalau tidak percaya, Senpai bisa tanya dia." Tsukishima menunjuk anak lelaki berambut hijau gelap yang memasang wajah panik seolah-olah aku akan membunuh teman pirangnya itu.

"Kalau tidak salah, Senpai ini temannya Sugawara-san 'kan? Kau juga bisa bertanya kepadanya," Tsukishima menyingkirkan tanganku dari kerahnya dengan mudah. "Dan tolong jangan bersikap seolah aku telah melecehkanmu."

"Nyatanya kau melecehkanku, dengan cara mengikutiku ke mana pun. Bahkan ke kamar mandi!"

"Sudah kubilang, aku tidak mengikuti Senpai. Lagi pula Senpai tidak semenarik itu sampai aku rela mengikuti Senpai seperti orang gila."

Melihat wajahnya yang sangat santai setelah mengatakan kalimat setajam itu benar-benar membuatku naik pitam. Memangnya kau semenarik apa?!

Tapi... dilihat dari sisi mana pun fisikku memang biasa saja—bukan berarti aku setuju dengan cap 'tidak semenarik itu' yang ia berikan seenak jidat. Aku sempat berkencan dengan beberapa laki-laki dan itu menjadi bukti yang cukup bahwa aku punya poin atraktif—entah itu di kepribadianku atau hal lainnya.

"Kau pikir aku sinting karena melihatmu ada dua?"

"Mungkin?"

"Aku akan lapor polisi jika kau terus melakukan ini."

"Apa Senpai punya bukti?"

Aku dibungkam oleh pertanyaannya. Beberapa waktu lalu, aku berusaha mencari bukti lewat CCTV di sekitar kamar mandi siswi. Namun Tsukishima sama sekali tidak terlihat. Justru aku yang terlihat bodoh karena celingak-celinguk dengan wajah penuh amarah.

"Tidak ada 'kan?"

"Kau dan otak pintarmu itu sengaja berlindung di titik buta CCTV 'kan? Mengakulah sekarang dan berhenti mengikutiku. Aku akan menganggap kejadian tiga hari terakhir ini tidak pernah terjadi."

Melihat ekspresi sok polosnya itu membuat kejengkelanku semakin menjadi. Keringat panas membanjiri pelipisku tanpa henti. Tanganku terkepal sangat erat dan jika ia mengatakan hal menyebalkan sekali lagi, aku akan melayangkan tinjuku pada wajah yang katanya tampan itu.

Aku tidak tahu apa yang membuat bocah sinting ini membuntutiku ke mana pun aku pergi, yang jelas aku sama sekali tidak suka diikuti.

"Sebenarnya orang yang mengikuti Senpai melakukan apa hingga Senpai jadi semarah ini?"

"Kau—" aku mengeratkan rahang, menahan ledakan emosiku karena ia tak kunjung mengaku. "Berhenti. Mengikuti. Aku. Kau dan haori bulan konyolmu itu."

Detik berikutnya sungguh membuatku kebingungan: Tsukishima mendadak mundur tiga langkah dengan wajah yang sulit untuk dijelaskan. Antara terkejut, panik, dan ketakutan bertumpuk menjadi satu seolah-olah ia baru saja mendengar kutukan dari iblis.

"Tsukki!"

Teman rambut hijaunya—kalau tidak salah namanya Yamaguchi—berlari ke arahnya dan bertanya apa yang terjadi. Mengingat si Tsukishima itu punya wajah tengil yang tak kenal takut, sepertinya kala itu adalah pertama kalinya Yamaguchi melihat temannya setakut itu.

Reaksinya yang tidak kupahami itu membuatku terlihat menjadi orang yang bersalah. Kekesalanku mendadak lenyap, tergantikan oleh kebingungan yang bahkan aku tidak tahu harus mulai bertanya dari mana.

"H-hei..." aku mendekatinya perlahan, mencoba terlihat jinak agar dia tak semakin takut.

"Katakan," Tsukishima menatapku dengan ekspresi horor. "Secara spesifik. Katakan apa yang kau lihat tentang aku yang mengikutimu."

Aku semakin dibuat bingung, "hah?"

"Katakan saja!"

Aku menelan ludah.

Kenapa jadi aku yang merasa bersalah?

"Aku melihatmu memakai haori bermotif bulan yang tampak sangat kuno. Kau mengikutiku selama tiga hari berturut-turut entah itu pagi, siang, bahkan malam sebelum aku tidur. Kemudian... tunggu sebentar, yang melakukan itu 'kan kau? Kenapa malah menanyaiku?"

Tsukishima tak berkata apapun. Ia memasang headphone-nya, lantas berbalik dan pergi begitu saja.

"Woi!" 

Lelaki itu tidak menengok sedikit pun. Kurasakan urat-urat di dahiku mengeras. Dengan segenap rasa dongkol, aku melempar kotak susu kosong dengan sekuat tenaga.

Secara mengejutkan, Tsukishima berhasil menepisnya tepat sebelum kotak itu mendarat di kepalanya.

Seolah-olah ia tahu bahwa hal itu akan terjadi.

"Besok pagi pukul tujuh," katanya tiba-tiba. "Temui aku di kuil."

• to be continued •

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

• to be continued •

author's note:
sorry kalau ilustrasinya kaku/kelihatan aneh, aku masih pemula di bidang digital art 😭
anyway, kalau suka ceritanya jangan lupa vote ya~

𝐒𝐮𝐦𝐦𝐞𝐫 𝐓𝐫𝐢𝐚𝐧𝐠𝐥𝐞 | 𝐓𝐬𝐮𝐤𝐢𝐬𝐡𝐢𝐦𝐚 𝐊𝐞𝐢Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang