Chapter 6 - Sunny Day For Xavier

2.2K 398 30
                                    

Selamat menikmati.

***

Gelap. Namun, perlahan, sinar cahaya terang muncul, mulai memperlihatkan sesuatu.

Muncul sebuah layar, layak nya layar bioskop besar. Apa ini? Aku dimana?

"Chie,"

Di dalam layar itu, menunjukkan seorang wanita berambut hijau tua lumut, dengan warna mata ruby. Tempat tinggalnya terlihat sederhana, namun nyaman. Wanita itu duduk di kursi, menimang bayi nya.

"Selamat tidur, Anakku sayang." ujarnya.

***

"Xavier!"

"Hah...! ..haa..hosh, hosh.." Aku terbangun, badanku penuh keringat dingin. Seperti habis lari maraton. Panas. Mual. Rasanya ingin muntah. Namun, tidak ada yang bisa ku keluarkan. Seorang pria di depan ku menyeka keringat ku dengan lap.

Lalu yang lainnya ...

"Ini dimana?" tanyaku dengan suara serak. Mata ku sakit, seakan-akan sehabis menangis.

"Kau ada di kamar, Xavier."

Suara ini...

"Sir Evans?" kata ku lirih, mencoba mendongak ke atas.

Benar. Dia Evans. Lalu di samping ku ada Allend.. dan Alland yang sedang mengelap keringat ku.

Aku ingin bertanya, ada apa sebenarnya. Kamar masih gelap—hanya di terangi oleh lampu sihir di dekat pintu. Cahayanya remang.

Allend mengambilkan segelas air, lalu membantu ku minum secara perlahan. Badan ku berangsur-angsur dingin, tak lagi panas seperti tadi. Aku bersandar, masih mengatur nafas.

"Ada apa?" tanya ku. Mereka bertiga terdiam, lalu Allend menjawab.

"Mana sihirmu," katanya. "Meledak."

Sontak aku mengerutkan dahi. Mana sihir? Meledak?

Menyadari kebingungan ku, Evans berkata.

"Tubuh mu masih lemah, apalagi umur mu yang masih muda. Tapi, mana sihir mu terlalu banyak." Ia merogoh saku, lalu mengeluarkan botol kecil. "Oleh karena itu, kapan saja mana sihir dalam dirimu bisa meledak." lanjut nya, membuka botol.

"Ini," Evans menyodorkan botol itu. "Minum ini. Setidaknya, dengan ini mana sihirmu bisa terkontrol sebentar."

Ragu-ragu aku mengambil botol kecil itu, lalu meminumnya. Ugh! Pahit! Hampir saja aku memuntahkan nya, jika tidak segera ku telan. Allend memberikan aku permen, untuk menghilangkan rasa pahit ramuan itu.

"Xavier," Kali ini yang bersuara adalah Alland. "Kamu bisa menggunakan sihir?"

Aku menggeleng. Tipe sihir sangat banyak, aku tidak hafal. Apalagi aku tidak tau sihir apa yang kumiliki. Dan, sejak kapan Xavier memiliki mana sihir? Hanya orang tertentu yang memiliki sihir sejak lahir....

Alland memijit pelipisnya, lalu menghela nafas. "Kalau begitu..." Ia terdiam, lalu melirik ke arah luar jendela. "Kita harus merahasiakan ini."

Allend tersentak, tak terima. "Hei, kalau begitu, bisa saja Xavier...!"

"Allend." Tatapan tajam Alland lemparkan pada kembarannya. "Kau ingin Xavier diperalat oleh menara sihir? Ataupun oleh Kaisar?"

Allend terdiam, tidak membantah. Evans juga sama, diam tanpa mengatakan apapun.

"Kalau begitu," Alland menggenggam tangan ku. "Kamu harus bisa mengendalikan sihirmu, Xavier."

Aku ingin. Tapi, siapa yang akan mengajarkan ku?

"Kebetulan, mulai hari ini, tugas mu yang sebenarnya dimulai. Kamu hanya perlu membangun kan mereka pagi ini, menyiapkan mereka, lalu mengantarkan mereka ke ruang makan. Baru setelah itu, kamu harus mengikuti pelajaran khusus untuk para pelayan."

Ah, begitu..

"Dua jam setelah nya kamu memiliki waktu luang. Kamu bisa menggunakan nya untuk berlatih sihir dengan Allend. Evans juga bisa."

"Hey!"

Alland melotot pada Allend, lalu menatap ku kembali. "Khusus untukku, nanti akan ku ajarkan sesuatu." ujarnya sembari tersenyum .. mencurigakan.

Setelah itu, tak ada lagi percakapan.

***

Waktu menunjukkan pukul enam pagi. Xavier keluar dari kamar mandi dengan seragam nya, menatap Evans yang bersandar di pintu keluar. Menunggu.

"Sudah selesai?" Xavier mengangguk. "Ayo." ajaknya, membuka pintu. Tepat keluar dari pintu, secara alami muncul rantai di kedua kaki Xavier.

Mereka berdua berjalan bersama menuju kamar Joonghyuk dan Dokja, Xavier sekali-kali melirik ke jendela. Canggung? Tidak. Mereka berdua hanya menikmati keheningan yang tenang. Xavier menatap Evans dari belakang, punggung nya begitu tegap.

'Hmm,'

"Sir Evans,"

"Ya."

"Anda mendapatkan ramuan itu darimana?"

"Kau tidak perlu tahu."

Xavier memajukan bibirnya, cemberut. "Dingin sekali~" katanya, seraya menghela nafas. Evans hanya diam, melirik.

Sesampainya di depan pintu kamar, Evans membuka pintu dan berdiam diri di depan pintu. Sedangkan Xavier masuk ke dalam, membangunkan majikan nya.

"Tuan Muda, saatnya bangun," Xavier menepuk-nepuk pelan pundak Joonghyuk, tersenyum ketika melihat kedua mata Joonghyuk mulai terbuka secara perlahan.

"Xavier..?" Joonghyuk memanggil.

"Ya, Tuan Muda?"

"....."

Xavier berusaha sabar. Sudah manggil, bukannya di jawab malah diem. Untung majikan.

Lalu dia beralih ke sebelah ranjang Joonghyuk, ranjang Dokja. Sama seperti Joonghyuk, Xavier membangunkan Dokja penuh kasih sayang.

"Tuan Muda Dokja...." Xavier duduk di pinggir kasur, berusaha membangunkan Dokja. Mungkin karena Xavier belum membuka tirai jendela, sehingga kamar tersebut masih gelap. Menghela napas karena Dokja tak kunjung bangun, akhirnya Xavier menggunakan cara terakhir; Menyibak selimut Dokja dan membuka tirai agar sinar matahari masuk.

"Mn...."

Wajah Dokja berkerut tak senang, dia merasa terganggu ketika sinar matahari menerpa wajahnya. Apalagi selimut yang menutupi tubuhnya menghilang. Segera matanya terbuka sempurna, hanya untuk melihat wajah Xavier yang sudah ada di depannya.

"Ah...!" Dokja tersentak ketika wajahnya begitu dekat dengan Xavier, kemudian menoleh malu dengan semburat merah di pipinya. "... Pagi, Avi."

"Selamat pagi, Tuan Muda~"

Sepertinya hari ini akan menjadi hari yang cerah bagi Xavier.

Yang lain, entahlah.

Semoga suram.

***

Anya’s Note.

Halo-halo. Saya kembali setelah 4 bulan menghilang dari cerita ini. <3

Singkat cerita, saya malas draft buku ini. Makasih. Tapi karena sudah janji kemarin... ya sudahlah, kita coba aja dulu.

Eh iya, ini dulu ya yang di update. Asher nanti besok aja, mau bocan (bobo cantik).

Regards,
Anya.

[BL] The Caretaker Of The Grand Duke's Family!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang