Ruang Rindu

80 4 3
                                    

Disclaimer: This story inspired by Ruang Rindu-Letto (2005)

Mark Lee Au;  

Mark Lee as Makara Damar 

OC as Rayya Timur 

This is one shot story, enjoy!

Lain hari di waktu yang lalu, aku pikir tidak akan bertemu lagi denganmu Makara.

Aku terbangun dengan menggigil, udara Bandung akhir akhir ini sedang dingin dinginnya, sedikit memengaruhi perasaanku namun duka ini lebih dipengaruhi oleh tidak kuasaku akan hal hal diluar kendaliku.

Waktu.

Hari ini hari terakhirku di Bandung. Aku sudah beribu kali membayangkan bahwa hari ini pasti akan datang, namun ternyata ketika mengalaminya langsung tetap saja dipenuhi ketidaksiapan. Bukan, bukan tentang urusan kepindahanku atau berkas berkas untuk kelanjutan studi S2ku yang sudah rampung atau barang barang sudah kukirimkan ke rumah dan hanya tersisa satu koper dan satu tas jinjing kesayanganku atau mengenai teman temanku yang sudah melanglang buana, kembali ke kota asal ataupun sibuk bekerja bertahan di bumi pasundan, ini tentang satu satunya urusan yang tak pernah ku mulai dan tak kunjung selesai.

Hari ini aku akan bertemu kembali dengan Makara.

Makara, nama itu sudah kukenal sejak pertama kali aku menginjakkan kaki di kota ini. Kami satu kampus, meskipun berbeda fakultas dan jurusan, bertemu dalam suatu komunitas streetfeeding kucing yang bahkan sudah bubar namun tidak dengan urusan aku dengannya. Tak pernah ada yang memulai, karena bagiku dan baginya kehidupan ini adalah air dengan arus yang kami pilih untuk mengalir kemudian dan tidak pernah selesai, karena semua berakhir tanpa aba aba ataupun berlabuh di muara.

Aku berjalan tergesa gesa menuju Jalan Cilaki, memilih berjalan karena kafe yang kami pilih untuk bertemu dekat dengan kosanku, cukup dekat untuk berjalan sambil menikmati udara kota Bandung yang sedari pagi mendung namun belum mau menurunkan berkah hujannya. Aku mempercepat langkahku karena ternyata Makara mengabariku sudah sampai disana. Aku menyesali keputusanku yang memakai sepatu hak 5 cm, diluar kebiasaanku, karena sepatu ini satusatunya yang belum kupaketkan ke rumah. Aku akhirnya sampai dengan Makara yang sudah duduk menunggu di meja yang sengaja ia pilih di outdoor, karena ia tahu aku merokok.

Wangi citrus, sendalwood dan 180 cm.

Dia masih orang yang sama.

Di daun yang ikut mengalir lembut

Terbawa sungai ke ujung mata

Dan aku mulai takut terbawa cinta

Menghirup rindu yang sesakkan dada

Makara terpaku sejenak melihatku- aku yakin hanya satu alasannya- lalu tersenyum yang kuanggap adalah senyum ramahnya yang diperuntukkan untuk semua kalangan.

"Aku agak kaget ngeliat kamu pertama kali tadi, kamu keliatan, umm, beda"

Aku tertawa, karena sudah berapa kali menghadapi situasi seperti ini.

"Iya udah lama, dari taun lalu aku lepas hijab" setelah satu tahun menghadapi situasi semacam ini, aku sudah biasa saja tidak dipenuhi rasa takut atau cemas seperti dulu untuk menjawab pertanyaannya.

"Tapi kamu gimana dengan keputusan ini, maksudnya kamu ngerasa apa?" dia bertanya dengan sangat hati hati dan penuh pertimbangan.

"Aku seneng dan nyaman kayak gini, orangtuaku pasti ga nerima, tapi aku tetep orang yang sama, aku tetep hamba Tuhan yang menyembahNya, aku tetep Rayya Timur baik berhijab maupun engga"

Ruang RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang