O1

114 38 37
                                    

Mulanya aku tidak percaya, tapi selepas melihatmu aku mempercayai kalimat itu.

Mulanya aku tidak percaya, tapi selepas melihatmu aku mempercayai kalimat itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


















Bibir ditarik keatas membentuk sebuah garis senyum seiring deburan ombak menyapa rungu. Kedua netra terpejam, menikmati anila sore, berdiam diri untuk berada di swastamita.

Seiring anila berhembus kencang, bersama deru ombak, bahkan suara kicauan burung yang menambah syahdu waktu senja. Bibirnya tiada henti memamerkan garis senyum menawan.

Bentuk garis sederhana yang berhasil menarik atensi penuh dari seorang pemuda yang terdiam tidak jauh dari objek cantik di hadapan.

Tanpa sadar, Shankara telah menghabiskan empat jam di tempat yang sama. Berdiam diri, tanpa setitik niat untuk beranjak──mengabaikan ponsel yang telah berdering sedari tadi.

"Indah sekali" Shan hanya dapat bergumam, begitu mengapresiasi makhluk anindita yang diciptakan oleh tuhan dengan afsun yang luar biasa menakjubkan.

Gadis itu──seorang pencuri atensi yang berhasil membuat Shan enggan berpindah, bahkan berkedip pun dirasa sulit untuk dilakukan. Ia begitu takjub, dan senyum yang anindya itu turut menimbulkan harsa bagi pemuda yang menatapnya.

Shan mengeluarkan buku sketsa miliknya beserta pensil dari dalam tasnya, lelaki Itu ingin menjadikan gadis  asing di hadapan sebagai isi dari lembar kertas putih yang masih kosong.

Membuat garis tipis, Shan terus berganti pandang. Dari kertas ke objek lukisan, ia menggores pensilnya dengan hati-hati. Tidak ingin memberi kekurangan sedikitpun pada karyanya. Walau mungkin hasilnya, tak akan sesempurna yang ada di seberang sana.

"Tunggu, kemana dia?" Shan berujar pelan dengan nada pelan, kebingungan. Dikarenakan sosok yang menjadi inspirasi sekaligus objek gambarnya tiada lagi di hadapan.

"Ternyata kamu memperhatikan ku ya. Sampai kamu menggambar ku, tanpa izin pula. Sungguh tidak sopan!"

Kala suara pelan itu menyapa indera pendengaran dari arah belakang, Shan terperanjat. Seraya memegangi dada dikarenakan jantung yang berdegup kencang, pun dengan ekspresi keterkejutan yang membuat si pemilik suara tertawa pelan.

"M–mana ada! Aku tidak menggambar mu, dan s–siapa juga yang memperhatikan mu?! Jangan terlalu percaya diri!"

'Kenapa jadi gugup begini? Dia benar-benar mengacaukan ku!'

Gadis itu menyugar rambutnya, lalu mendudukkan diri di samping Shan. Nampak kembali di wajahnya sebuah senyuman manis, sangat manis. Pun dengan netra yang kini menatap hangat pemuda itu.

"Tidakkah kamu lihat bahwa pantai ini sepi? Aku sadar sedari awal kamu memperhatikanku, sampai kamu mengabaikan ponselmu yang berdering berulang kali. Sejujurnya, itu sangat menggangguku Shankara Pradipta."

Shan terkejut, tentu saja, menyadari bahwa gadis dahayu itu baru saja menyebut namanya. Lantas Shan bergeser, sedikit memotong jarak duduk untuk lebih dekat.

Ia menunjuk dirinya sendiri, "darimana kamu tahu namaku?"

Gadis itu terkekeh, ia mengulurkan tangannya.

"Salam kenal, aku Sabrina Ayu Pratiwi, bisa dipanggil Ayu. Salah satu penyuka karya lukis mu."

"Karya lukis?"

Gadis bernama Sabrina itu semakin tertawa, "aku baru tahu bila ada orang yang bisa melupakan jati dirinya sendiri. Kamu seorang pemuda yang membangun tempat pameran lukisan di samping toko bunga ku. Tuan Shankara Pradipta, ingat?"

Shan tersenyum canggung selepas mendengar pernyataan dari gadis itu. 'Bodoh Shankara, bodoh!'.  Ia pun mengulurkan tangannya, membalas hangat.

"Shankara Pradipta, panggil saja Shan atau Dipta, salam kenal."







TBC

ini cuma short story, karena itu tiap part pendek.
semoga suka dan maaf bila mengecewakan.

© aesthetichwaa

[✓] 𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭𝐞𝐬𝐭 𝐬𝐮𝐧𝐬𝐞𝐭Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang