Perihal hati yang tiada habisnya mengagumi.
Shan masih berdiam diri di tempat yang sama, pun dengan gadis yang ia kagumi. Ia menoleh pada Sabrina, gadis itu nampak tenang.
Sesekali, benak Shan dipenuhi tanya. Apakah gadis itu tidak memiliki rasa jenuh? Memandangi hal yang sama selama berjam-jam, apakah gadis itu tidak memiliki kegiatan lain?
Shan begitu penasaran dengan sosok Sabrina, citta hati ingin mengenal lebih jauh. Namun Shan kepalang gugup untuk sekedar bertanya, akankah dia ingin berteman dengannya?
"Sasa, mengapa kamu menyukai senja?"
Gadis itu tersenyum sekilas, "senja itu cantik, kamu tahu. Senja mengajarkan kita banyak hal. Salah satunya, sesuatu yang indah tidak akan menjadi abadi. Senja mengajarkan bahwa apa yang ada di dunia pasti akan menghilang bila sudah tiba waktunya."
Sabrina menghela nafas, "senja itu sangat indah, ia membuat jutaan orang terpukau. Akan tetapi sangat disayangkan, ia hanya datang selama beberapa saat sebelum akhirnya menghilang tertelan oleh kegelapan malam."
Gadis itu menghadap Shan, "bagaimana denganmu?"
Shan tercenung, memikirkan jawaban apa yang tepat untuk pertanyaan gadis itu. Haruskah dia berkata jujur bahwa sebenarnya dia datang kemari karena iseng saja?
Tidak, Shan harus memberikan kesan baik atas dirinya di hadapan gadis yang ia kagumi itu. Sedikit berbohong tidak apa kan?
"Menyaksikan senja juga, dia memberiku banyak inspirasi untuk lukisan ku."
"Jangan bohong, aku tahu banyak tentang mu. Sebagai penggemar mu semenjak kamu memulai karir, aku tahu kamu tidak pernah suka dengan yang namanya pantai."
Shan menggaruk tengkuknya, untuk kesekian kali sembari tertawa canggung. Ah, pasti aku terlihat begitu konyol. Dirinya diliputi canggung yang tiada ujungnya. Sungguh, bilamana dia tahu menjadi seorang idola berakibat seperti ini. Dia tidak akan terjun.
"Baiklah, aku mengaku. Aku kesini karena melarikan diri dari manager. Orang yang selalu mengejar dengan sebuah jadwal yang tiada habisnya mendera. Menjengkelkan!"
Kedua alis Shan menukik tajam, menatap penuh bingung pada gadis itu. Dia tertawa, nampak begitu senang mendengar gerutu Shan mengenai managernya.
Shan tidak tahu, di bagian mana yang lucu hingga membuat Sabrina tertawa sampai menitihkan air matanya. Namun, melihat tawa riang itu membuat bibirnya menarik garis senyum. Senyum manis, yang turut memperlihatkan lesung pipinya.
"Aku lihat, Wistara tidak seribet itu."
Shan menggeleng, "bukan Wistara, tapi Yafi. Aku mempunyai dua manager. Soal Wistara dia itu memang penggila kerja dan tidak ada waktu santai. Tapi lebih keras seorang Yafizhan, dia bisa santai. Tapi bila masa istirahat selesai, percayalah. Dia menjadi seorang pemimpin negara yang menakutkan."
Sabrina semakin tertawa, "haha, kehidupan mu penuh warna ya. Barangkali kamu bisa mengajak ku juga. Menjadi asisten juga boleh, yang terpenting dunia ku bisa banyak warna."
Shan tersenyum, detik seolah berhenti. Sabrina memberhentikan tawanya, merasakan tangan pemuda itu bertengger manis di atas kepala. Mengacak surai coklat miliknya.
"Daripada asisten, kamu lebih baik menjadi teman hidupku. Kamu bersedia tidak?"
TBC
gemes sendiri(:<
© aesthetichwaa
KAMU SEDANG MEMBACA
[✓] 𝐬𝐰𝐞𝐞𝐭𝐞𝐬𝐭 𝐬𝐮𝐧𝐬𝐞𝐭
FanfictionKisah singkat dari pemuda penuh warna dengan gadis sederhana penyuka senja, awal mula terbentuknya ikatan merah muda karena kirana dari ina. ©aesthetichwaa highest rank #2 ateezsan