"Ekhm...,boleh ngerusakkin acara pacarannya bentar dulu gak?" Ujar suara laki-laki yang menginterupsi acara tatap-menatap kami.
Kami berdua menolehkan kepala kearah sumber suara tersebut. Dan disana, berdiri sesosok laki-laki yang sukses membuat hari ku menjadi sial.
Reynald.
Aku menatapnya yang sedang menyenderkan punggungnya di batang pohon sambil menyembunyikan kedua tangannya di balik celananya. Sempat kulihat bola matanya yang menatapku dengan sinis yang kubalas dengan tatapan tak kalah sengitnya.
"Gue mau ngomong sama lo," Reynald kembali bersuara dan sudah pasti tertuju untuk Tobias,"tanpa ada gangguan." Ucapnya dengan menyindir. Mendengar perkataannya aku hanya bisa mendelikkan mataku.
"Ya udah, bentar" Jawab Tobias kepadanya, "Nan, lo pulang duluan gih, nanti gue balik belakangan." Ucapnya padaku dan hanya ku balas denggan anggukan.
"Ya udah, gue balik duluan. Kalo udah selesai ngomong ama dia langsung balik, siapa tahu lo pulang tinggal bawa nama aja" Aku memperingatkannya dengan nada yang serius. Kukeraskan volume suaraku agar dapat terdengar oleh orang yang sedang kusindir.
Tobias hanya terkekeh pelan menanggapi perkataanku yang mungkin dianggap sebagai lelucon baginya. "Lo paranoid amat sih sama Reynald? Tenang aja, dia mah jinak ama gue" Ucapnya dengan bangga tingkat dewa ini.
Lantas akupun tertawa menanggapi perkataannya. Karena jujur, aku bahkan tak pernah melihatnya sepercaya diri seperti ini.
"Oy, lama amat salam perpisahannya, besok juga ketemu lagi," Ucap Reynald dengan jengah menginterupsi tawa kami," Udah gitu pake ngomongin orang segala lagi. What a beautiful couple!" Ucapnya sarkastik.
Dia memang selalu sukses mengacaukan momenku bersama Tobias. Apakah dia tak bisa sedetik saja membiarkan aku yang sedang bersama Tobias berdua saja?! Dasar makhluk ajaib menyebalkan!
Aku mencoba menahan amarahku untuk tak berlari kearahnya dan membabi buta memukulnya. Aku hanya mencoba memberikan dia senyumku yang dipaksakan dan mungkin terlihat seperti orang nahan buang angin.
"Mendingan lo cepet nyusul dia deh, gue udah eneg liat mukanya." Bisikku ke Tobias yang hanya dibalas dengan tawanya yang pelan. Aku
Melambaikan tanganku ke arahnya. Aku menatap punggungnya yang semakin lama semakin menjauh.
Hari ini cukup menyenangkan. Dan menyebalkan.
******
Disinilah aku, di rumahku yang sangat nyaman. Setelah menghadapi macetnya jalanan selama satu setengah jam, akhirnya aku sampai di rumah. Setelah selesai melepaskan sepatu dan kaus kaki ku, aku langsung menuju ke kamarku dan menghempaskan badanku ke kasurku. Badanku terasa remuk redam dan aku hanya ingin segera tidur. Sebenarnya aku hanya berniat untuk memejamkan mata sebentar saja, tetapi sepertinya aku terlanjur tertidur.
"Nan, bangun!" Samar-samar kudengar suara seseorang yang memerintahkanku untuk bangun.
KAMU SEDANG MEMBACA
More Than Past
أدب المراهقينsuara itu... punggung itu... wajah itu... Aku tahu aku menemukannya. Tetapi dia seperti orang lain ditubuh yang sama. Apakah aku menyukainya yang dulu atau sekarang? Takdir memang tak dapat diketahui, aku tak pernah menyangka akan bertemu orang yang...