"Gua tau gua bodoh. Gua tau gua aneh. Dan gua bahagia."Jika di mata semua orang Dry adalah perempuan yang disegani, berbeda halnya ketika Dry di depan Hanz. Dry cenderung lemah. Dia bisa melakukan apa saja asalkan Hanz bahagia. Meski semua orang tahu, bahwa Hanz adalah lelaki paling aneh dan menakutkan.
Di balik parasnya yang tampan, Hanz memiliki sikap yang sangat buruk dalam memperlakukan banyak orang. Dia suka menjajah, sombong, merendahkan, dan membuat onar. Hanya saja, sifat seperti itu tidak terlalu berdampak bagi banyak perempuan. Pasalnya, wanita hanya melihat sebagian besar dari rupa, selebihnya dianggap biasa.
***
"Lo mau makan apa pagi ini, biar aku siapin."
Kalimat itu adalah rutinitas Dry setiap pagi. Di sela kesibukannya mengurus kantin, Dry tak pernah lupa pada lelaki yang membuatnya bertekuk lutut itu, siapa lagi kalau bukan Hanz.
Dengan tatapan dingin--namun indah buat Dry-- Hanz menjawab,"susu dan telor ceplok."
Dry menoleh ke arah Hanz. Dapat dilihatnya secara jelas bagaimana indahnya paras lelaki itu. Dan sungguh, Dry selalu jatuh cinta setiap kali menatapnya.
"Okay," jawab Dry.
"Gua ganteng sejak lahir. Gua tahu itu." Ujar Hanz sembari mengangkat ke dua alisnya.
Dry hanya tersenyum. Dia mengenal betul bagaimana sifat Hanz yang bisa dibilang sedikit sinting.
"Sebenarnya gua gak nanya, tapi gua akuin lo ganteng. Biar Lo puas dan gak ngoceh."Kata Dry sambil menyiapkan pesanan Hanz.
"Kalau gua gak ngoceh Lo kangen sama Gua. Lo panik ntar."
"Kagak. GR banget sih, Lo."
"Emhh ...gak kangen tapi Lo gak akan masuk kantin dengan alasan sakit."
"Fitnah, Lo."
"Gua tau jurus lho, Dry."
"So tahu."
Santri lainnya sudah mulai berdatangan ke kantin. Tentu saja untuk membeli sarapan. Seperti biasa, jika banyak orang, Dry dan Hanz tak lagi banyak bicara.
"Pagi-pagi dah di kantin aja, Hanz." Ujar Ikhwan, menyindir Hanz.
Kedekatan Hanz dan Dry sudah diketahui banyak orang. Akan tetapi, tak ada yang tau pasti, bagaimana kepastian tentang hubungan mereka.
Hanz sendiri usianya lebih muda dari Dry. Hanz adalah seorang santri keturunan dari guru besar di pesantren tersebut. Sementara Dry adalah anak rantau yang sengaja bekerja di kantin di pesantren itu. Akan tetapi, Dry mempunyai segudang wibawa dan kecerdasan, sehingga tak ada seorangpun yang bisa merendahkannya. Sebaliknya, para santri di sana menjadikan Dry sebagai panutan. Sebab, selain Dry cerdas dan baik, Dry juga sangat tegas dan teguh prinsip.
Dari dua latar belakang yang berbeda Hanz dan Dry justru terlibat urusan perasaan. Pasalnya, Dry mencintai Hanz.
Tapi untuk Hanz, cinta itu bukan hal yang utama. Dia terkenal playboy, tapi nyatanya, dia tidak pernah jatuh cinta. Hubungannya dengan semua wanita dianggapnya hanya sebatas permainan. Sialnya, berbeda dengan Dry. Hanz tak bisa memungkiri, ada hal lain yang dia dapat dari Dry. Hanya saja, dia bukan tipe orang yang banyak mengekpresikan perasannya.
"Nih ..." Ucap Dry seraya menyodorkan nasi goreng telor ceplok dengan segelas susu.
"Ok." Hanz menerimanya, kemudian dia duduk di sepasang meja kursi di paling pojok.
"Gabung--" ujar Rizal, teman satu geng dengan Hanz.
"Nggak. Gua lagi pengen sendiri," tolak Hanz.
Dry hanya menatap Hanz sembari mengulum senyum.
"Dia kenapa? " tanya Rizal pada Dry.
"Nggak tau, emang orangnya kaya gitu kan," jawab Dry.
Dry menoleh ke arah Hanz yang tengah asyik menikmati makanannya. Pemandangan seperti itu adalah hal yang membuat Dry bahagia.
"Enak, ya?" tanya Dry seraya tersenyum menghampiri Hanz.
"Kagak," jawab Hanz dengan muka datar.
"Tapi Lo makan lahap, aneh. Gak mau banget ngakuin kalau gua jago masak."
"Gua lapar, makanya lahap."
"Alasan."
"Bisa jadi."
"Aneh."
"Emang ganteng."
"Gak ada yang bilang lo ganteng."
"Lah. Gua barusan bilang?!"
"Serah Lo."
"Emang."
Dry menatap tajam Hanz yang sedang mengunyah makanannya di suapan terakhir.
"Emang lo bocah tengil," ujarnya seraya kembali memalingkan pandangan. Lantas Dyra kembali melanjutkan aktivitasnya untuk melayani para pelanggan.
Hanz menatap Dyra dari kejauhan.
"Lo tau ini enak, tapi masih nanya. Emang lo anak dungu, ya. Lagian, kapan pernah gua tolak masakan Lo. Dasar perempuan," gumam Hanz sembari menyunggingkan senyuman. Lantas dia meninggalkan kantin itu setelah membayar tagihan ke kasir.Dari jauh pula, Dry memerhatikan Hanz yang beranjak pergi.
"Lo gak pernah bisa ngerasain, gimana rasanya gua takut kehilangan Lo, Hanz. Padahal, lo bukan siapa-siapa gua.""Khemmm..." Itu suara Tina, teman dekat Dry yang saat itu sedang berada di Kantin.
"Hhe..." Goda Tina dengan wajah centilnya
"Kenapa kamu?" tanya Dry dengan wajah sumringah.
"Hanz," jawab Tina, matanya mengarah ke arah Hanz yang sudah hampir lenyap dari pandangan.
"Iya, aku tahu," jawab Dry.
"Seneng kan?" Goda Tina
"Biasa aja."
"Ah, masa?"
"Dah dah . Iya gua seneng."
Mereka pun tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
BROKEN
Teen FictionRetak, patah, hancur, lalu apa lagi? Semua kata tak dapat mewakili