6

19.3K 1.9K 7
                                    

Jam sudah menunjukkan pukul 7 lebih 32 menit. Dan kini seorang gadis dengan seragam yang dikeluarkan itu sedang berdiri didepan gerbang.

"WOIII!!! BUKAIN!!! GUE MAU MASUKK!!" Teriak gadis dengan sifat bar-barnya.

"Astaghfirullah neng Lea. Sabar atuh neng jangan teriak-teriak. Pamali neng teriak pagi-pagi." Sahut satpam tanpa membukakan gerbangnya.

Azlea mengelap keringat nya. "Cepet pak bukain gerbangnya. Saya mau masuk." Suruhnya.

"Ngapuntene neng Lea, bapak mboten wani mbuka ke gerbange. Yen mas Arkan reti bapak biso dilaporke marang guru." (Maaf neng Lea. Bapak tidak berani membukakan gerbangnya. Kalo mas Arkan tau bapak bisa dilaporkan sama guru.)

Gadis itu memutar bola matanya malas. "Pak. Saya nggak paham apa yang bapak omongin. Dan saya juga nggak mau tau apa yang bapak omongin. Saya cuma minta bapak buat bukain gerbangnya. Mobil saya mogok jadi saya terlambat ke sekolah. Lagian juga gue telat 2 menit doang elah."

"Aduhh. Kepriye yo? Bapak wedi yen mas Arkan reti. Mengko gaji bapak biso di potong." (Aduhh. Gimana ya? Bapak takut kalo mas Arkan tau. Nanti gaji bapak bisa dipotong.)

"Buruan pak mikirnya. Saya cape nih, habis lari-larian. Saya jamin deh, gaji bapak nggak bakal dipotong kalo si Arkan-arkan itu tau. Udah buruan bukain gerbangnya pak."

Setelah memikirkan nya, akhirnya satpam itu setuju untuk membukakan gerbangnya.

"Nah gitu kek dari tadi." Azlea masuk sambil menenteng tas dilengan kanan nya.

Baru beberapa Azlea melangkah, didepan sana sudah ada laki-laki yang selama ini selalu menghukum nya.

"Ekhemm. Mencoba lepas dari hukuman hm?" Sindirnya.

Lelaki itu bersedekap tangan sambil menatap nyalang Azlea.

Gadis itu memutar bola matanya malas. Berdecak pelan, memandang malas orang didepannya. "Ck!!"

"Ayo ikut gue ke lapangan."

Azlea mengikutinya dari belakang. Sesekali dirinya menyumpah serapahi orang didepannya itu. "Cihh!! Hobi kok ngehukum orang. Terlambat 2 menit doang masa kena hukum. Bigi gue 2 minit iti idilih wikti ying singit birhirgi." Lirihnya sambil menirukan kata-kata ketos didepannya.

"Nggak usah nyinyir gue denger." Sahut lelaki itu.

"Nyenyenye." Cibirnya.

Keduanya kini sudah berada dilapangan. Lelaki itu berbalik menatap Azlea sambil menunjuk tiang bendera menggunakan dagunya. Memberi kode gadis itu untuk berdiri disana.

Azlea yang sudah benar-benar dongkol dengan ketos itu hanya menuruti perintahnya saja. Malas berdebat karena sudah di pastikan ketos itu yang akan memenangkan nya.

"Berdiri dan hormat sampai waktu istirahat." Suruhnya.

Gadis itu, meletakkan tasnya disamping kakinya kemudian berdiri tegap dengan tangan memberi hormat. Pagi ini matahari sudah memunculkan dirinya.

Walau tak terlalu panas, matahari itu mampu membuat Azlea berkeringat. Sudah 30 menit dirinya berada diposisi tersebut.

Arkan yang menghukumnya itu hanya duduk manis ditempat yang tak panas sambil terus memperhatikan gadis didepannya.

Merasa ada sesuatu yang janggal, kini dirinya melangkah untuk menghapiri Azlea.

"Az--" Panggilnya yang terpotong.

Brukkkk.

Melihat Azlea pingsan, dengan cepat Arkan berlari menuju gadis itu. Menggedongnya ala bridal style sambil berlari menuju UKS.

Sebenarnya dirinya hendak menyudahi hukuman itu. Karena merasa ada yang tidak beres dengan kondisi Azlea.

"Ckk!! Pasti dia belum sarapan lagi. Dasar suka nyusahin orang!!"

••••

Di lain tempat.

"Sudah sampai nona. Disini tempatnya." Vania menatap jalanan luar dari dalam taksi.

Setelah membayar dirinya bergegas keluar dari taksi. Kini ia telah tiba ditempat dimana ia bisa bertemu dengan tokoh penting dari cerita itu.

Disebrang sana, terdapat gadis yang sepertinya sedang menunggu kedatangan seseorang. Sabina, gadis itu membolos hanya untuk bertemu dengan seseorang.

Meskipun Sabina adalah protagonis asli, dirinya ternyata memiliki dendam tersendiri kepada seseorang.

"Gue percaya bahwa apa yang ada di dalam novel tidak seratus persen terjadi didunia ini. See? Sabina yang seharusnya bertemu dengan prince sekarang malah bertemu dengan orang lain." Vania tersenyum remeh.

"SABINAA!!" Teriak seorang laki-laki yang mungkin sudah berumur kepala 4.

Laki-laki itu menghampiri Sabina dengan tergesa-gesa.

PLAKKK.

Tamparan tersebut dilayangkan kepada Sabina dari sang Papa.

"Sudah berapa kali Papa bilang! Jangan pernah temui Alden lagi!! Mau jadi pembangkang kamu hah?!!" Mencengkram kuat tangan sang anak sambil menjauhkannya dari laki-laki yang bernama Alden itu.

Tak ada raut muka Sabina yang berubah sejak kedatangan Papa nya. Datar, itulah ekspresinya.

"Ayo pulangg sekarang!!!" Sabina hanya diam ketika Papa nya mencengkram kuat tangannya.

"Tunggu om." Cegah Alden.

"Ini bukan salah Bina. Saya yang maksa Bina buat datang kesini untuk nemuin saya. Tolong jangan perlakukan Bina seperti ini om." Lanjutnya.

"BERANI SEKALI KAMU MEMAKSA ANAK SAYA!!! DASAR BERANDALAN!! JANGAN PERNAH TEMUI ANAK SAYA LAGI!!!! AYO PULANGG!!!!"

Sabina menyentak kasar tangan sang Papa. "Cukup Pahh!!! Bina muakkk!!!"

"BERANI KAMU SAMA PA--" Ucapan Papa Bina terpotong dengan teriakan seseorang.

"KAK BINAAA!!!!" Semua menoleh ke arah Vania.

Vania yang sejak tadi hanya diam melihat drama didepannya pun akhirnya terlintas ide cemerlang diotaknya. Dirinya kini berjalan menghampiri mereka.

Gadis itu langsung membawa pergi Sabina sambil berlari.

Setelah berlari cukup jauh, akhirnya Vania melepaskan tangannya dari tangan Sabina. "Kakak gapapa? Maaf kak tadi Vania langsung bawa kakak lari."

Sabina terdiam, dirinya masih bingung dengan keadaan sekarang. Yang Bina tau adik Azlea itu anak yang cukup pendiam. Dulu setiap kali Sabina bertemu dengan Vania, pasti gadis itu hanya akan menunduk dan tak berani mengajaknya berbicara.

"Kak?" Melambaikan tangannya didepan muka Sabina.

Lamunannya buyar. "Ah iya?" Ucapnya.

"Kakak gapapa kan?" Vania bertanya kedua kalinya.

"Iya kakak gapapa kok, Vania kok ada disini? Kesini sama Azlea?" Gadis itu menengok kanan kiri guna mencari seseorang.

Vania menggeleng. "Vania kesini sendirian. Kebetulan tadi lihat kakak, jadi Vania samperin deh."

Sabina mengangguk tanda mengerti.

"Kakak mau enggak ikut aku cari makan? Soalnya aku belum makan hehe."

"Ah iya ayok kita cari makan." Sabina tersenyum sambil berjalan mendahului Vania guna mencari taxi.

Tanpa sepengetahuan dari gadis didepannya itu, diam-diam dirinya tersenyum tipis sebagai tanda keberhasilannya.

"Alur akan kacau, dan rencana gue akan berjalan lancar." Lirihnya.

TBC.

JANGANN DIVOTE BIAR SEPI!!!!!!

Mysterious Second CharacterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang