Satu

22 4 0
                                    

Renata menuruni satu persatu anak tangga yang ada di rumahnya. Ia menuju ke meja makan untuk menikmati roti sarapan yang sudah disiapkan oleh asistennya.

Ia selalu merasa kesepian sebab ia merupakan anak tunggal, yang hanya hidup bersama dengan ayahnya.  Dan tak jarang ia selalu sendirian karena ayahnya sibuk dengan urusan perusahaan.

Ia duduk dan menikmati sarapan. Sembari melirik ke arah deretan kursi meja makan yang kosong.

"Non, ini bekal makan siangnya." Sahut bi Lastri sembari menyodorkan makanan.

Namun Renata tidak merespon, ia memperlihatkan pandangan yang kosong sembari mengunyah perlahan.

"Non?" Sapa bi Lastri dengan nada yang yang sedikit  tinggi, dan berhasil memecahkan lamunan Renata.

"Ah iya bi? Kenapa?"

"Ini bekalnya."

"Oke bi makasi banyak ya." Jawab Renata tersenyum memperlihatkan deretan giginya yang rapi.

Renata merapikan pakaiannya, ia juga sedikit menata rambutnya. Hari ini merupakan kali kesekiannya ia pindah sekolah. Karena kepentingan ayahnya.

Renata pergi ke sekolah baru diantar oleh supir pribadi.

"Pak Tono, ayo pergi." Ajak Renata.

"Baik non" jawab pa Tono sembari memasuki mobil.

****

Jakarta, ibu kota yang sangat banyak penduduk. Yang bisa dipastikan akan selalu macet.

Renata melirik ke jendela, ia menggigit kuku jari tangannya.

"Aduh pak, ini kok ga maju-maju sih."

"Iya non, macet biasa jam kerja."

Renata menghembuskan nafasnya pasrah, sebab tidak ada yang bisa ia lakukan selain bersabar. Karena ia yakin yang lain pun sedang dalam posisi yang sama.

****
SMAN 2 JAKARTA

Sekolah baru yang akan Renata tempati entah sampai lulus atau bahkan hanya sekedar singgah.

Sesampainya di depan gerbang, Renata langsung membuka seat belt.

"Pak, saya pergi dulu ya."

"Iya non hati-hati."

Renata berlari ke arah gerbang yang beberapa detik ditutup oleh satpam. Pada saat ia berlari ia terjatuh.

"Aish!" Ucap Renata, ketika ia bangkit gerbangnya sudah tertutup.

Ia bersama dengan beberapa murid yang datang terlambat berbaris di depan gerbang.

Renata melihat ke arah jam tangan yang sudah menunjukkan pukul 08.00.

"Pak buka dong gerbangnya!" Ucap salah satu siswa.

"Tidak bisa! Kalian harus menunggu sampai pukul 08.30."

"Pak kita udah telat, kalo gitu bakal tambah telat dong!" Sahut salah satu siswi.

Semua siswa riuh karena ingin segera masuk.

"Sudah! Jangan berisik." Teriak satpam sembari memukul tongkatnya pada gerbang. Akhirnya siswa dan siswi diam.

Renata ditatap oleh banyak siswa dan siswi, mungkin selain karena wajahnya yang cantik. Ia asing.

Renata hanya membalas tatapan siswa-siswi dengan tersenyum. Ia merupakan anak yang ramah dan riang.

Jam menunjukkan pukul 08.30 gerbang di buka, namun ketua osis dan 3 anggotanya menghampiri ke luar gerbang.

"Kalian kenapa telat?" Tanya pria dengan kulit putih dan perawakan yang tinggi. Dengan rahang yang tegas.

"Maaf tadi macet." Jawab salah satu siswa.

"Alesan klasik!" tegasnya.

"Scoot jump 15 kali!"

Renata membelak pada pria yang sedang berteriak dan memerintah di depan. Ketika yang lain melakukan scoot jump, ia masih bingung memperhatikan.

"Hei kamu! Kenapa kamu diem aja?" Tanya pria itu dengan nada tinggi.

"Kenapa saya harus ngelakuin ini?" Tanya Renata polos.

"Kamu ga sadar diri?" Tanya pria itu sembari melipat lengannya.

Renata menatap ke arah name tag milik pria tersebut.

Rio Herlambang
Ketua Osis

"Apa kamu tatap saya!" Sentaknya.

Renata mendelikkan matanya sembari berjongkok untuk melakukan scoot jump.

•••

'JEJAK'Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang