Diary 4

83 7 1
                                        

Pagi ini Dimas datengin Mamanya yang lagi masak udara di dapur.

"Mah, pinjem baju cosplay punya Mama dong," pinta Dimas.

Sasa yang tengah membolak balikkan udara agar tidak gosong pun menoleh, "Buat apa?"

"Buat ngusir hama," jawab Dimas dengan serius.

Sasa mengangguk, capek ngadepin sifat anaknya yang aneh itu.

"Ambil aja di lemari biru, kamu pilih yang kamu mau," ujar Sasa.

"Makasi, Mah," Dimas pamit undur diri.

Sasa mengangguk sembari meletakkan hasil masakannya ke piring, "Pah, Gas, sarapan dulu!"

Dimas membuka lemari biru yang letaknya ada di sebelah jendela. Dia membukanya lalu mulai melihat - lihat ada apa disana.

Mumpung hari ini sekolah libur, Dimas memutuskan untuk menjadi banci di rumahnya. Soalnya dia kepikiran sama kata - kata si Gilang kemarin.

Kalo dia kek banci, mereka nggak akan ngejar - ngejar dia lagi. Dia harus buang rasa malunya sebentar aja, setidaknya seharian biar mereka jadi ilfeel terus nggak lagi dah ngekorin dia terus.

'Ah ini bagus juga,' batin Dimas sembari mengambil salah satu pekaian yang menurutnya tidak terlalu mencolok tetapi feminim gitu.

Dia lantas membawanya menuju ke kamar, Dimas harus cepat soalnya jam udah nunjuk ke angka 9, bentar lagi pasti para hama (dibaca homo) pada dateng.

Sedangkan Ardin, Sasa, dan juga Bagas yang lagi sarapan dibuat kaget sama suara gedebuk di pintu depan.

Tak lama kemudian tiga kurcaci yang emang udah langganan dateng ke rumah mereka, nampak.

Ngelengos aja tuan rumahnya, soalnya udah biasa sama kejadian yang kaya gini ini.

Beda lagi sama si Bagas, dia yang tadinya sibuk mencari kekenyangan kini berdiri menghadang ketiga kurcaci itu.

Tapi Sasa segera menggeplak kepala Bagas, "Jangan macem - macem kamu!"

"Ya elah, Ma. Bagas cuma mau minta pajak aja, lagian kita mau sarapan nggak sarapan sama aja," jawab Bagas merengut.

"Syukuri apa adanya!" ketus Sasa.

"Hidup adalah anugrah," lanjut Gilang.

"Tetap jalani hidup ini," giliran si Reno ini.

"Melakukan yang terbaik," sambung Bagas dengan tampang lempengnya.

Sasa mengangguk puas, "Nah itu tau."

"Kamu panggilin Dimas gih, nggak keluar - keluar dari tadi," suruh Sasa.

Yogi mencium telapak tangan Sasa dengan sopan, "Pagi, Tante. Maaf ganggu pagi - pagi."

"Udah tau ganggu masih aja kesini," sahut Ardin yang kini tengah membaca koran.

Sasa mendelik tajam, membuat Ardin kicep gitu aja. Sedangkan Bagas yang tadinya mau datengin si Dimas kini terdiam bisu di tempat.

"Dimas?" panggil Bagas meyakinkan siapa yang dia lihat.

"Paan?!" Dimas menyahut nggak selow.

Dia keluar mendekati mereka dengan memakai rok se lutut. Bagian atasnya memakai seragam cewek ala Jejepangan gitu.

Nggak make up, soalnya waktunya nggak cukup. Tapi Dimas puas sama hasilnya, nah sekarang tinggal liat gimana ekspresi jijik mereka setelah liat Dimas pake ginian.

"ANJIR FOTO - FOTO. HARUS GUE FOTO!" Reno memekik, tangannya bergetar merogoh sakunya.

"BANG YOGI SADAR BANG! BANG KUAT BANG!" Gilang menyemangati Yogi yang membeku di tempat sambil mimisan tiba - tiba, tapi setelahnya malah giliran Gilang yang mimisan udah kaya Air Terjun Niagara.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 18, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dimas' DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang