--

3 0 0
                                    

Hari demi hari rasa penasaran angkara semakin memuncak namun, angkara ragu untuk bertanya langsung ke semesta. lalu angkara pun bercerita ke dua sahabatnya yaitu fajar dan senja, senja yang sudah bersahabat sejak kecil dengan dirinya karena rumah mereka bersebelahan dan fajar yang selalu satu kelas sejak sekolah dasar. Mereka berdua kini berpacaran dan sekelas dengan angkara.

"aku tuh lagi pusing banget" celetuk tiba-tiba angkara.

"baru dateng udah ngeluh aja" balas senja dengan sedikit menghela napas panjang.

"tenang dong" sahut fajar yang baru datang juga.

"aku juga gak tau padahal kita jarang ngomong tpi kenapa aku kepikiran banget" timpal angkara.

"ha?ngomong apasih?" balas senja dengan heran.

"kamu tau semesta?ketua tim basket tuh" ucap angkara.

"owh... jadi kamu suka dia?" tanya senja sedikit melebarkan senyum.

"waduh berita besar nihhhh" imbuh fajar yang tiba-tiba masuk dengan nada gurau.

"ihh enggak gitu...., kamu inget kan 1 minggu yang lalu aku jatuh sampai berdarah?" jelas angkara.

"Inget dong, kan kita tetanggaaaaa" balas senja.

"jadi waktu itu aku hampir ditolong semesta" cerita angkara.

"waduhhh... bisa gitu ya" timpal fajar.

"kan mulai..., tpi dia enggak jadi nolong malah lari setelah liat aku berdarah" kata angkara

"lah kok???" sambung senja.

"aku juga enggak tau, tpi muka dia kayak ketakutan gituu" tutur angkara.

"oh jadi kamu penasaran tentang itu?" tanya fajar.

"menganggguk" balas angkara tanpa kata.

Akhirnya mereka pun berbincang-bincang perihal hal tersebut. fajar mengusulkan untuk bertanya ke murka sahabat dekat semesta yang kebetulan satu klub bola dengan fajar. Seakan mengiyakan kan usulan itu senja pun cuma mengangguk, angkara pun semakin terdorong untuk mencari tau.

Hari berikutnya dengan bantuan fajar, angkara pun bertemu dengan murka sewaktu istirahat ditemani fajar dan semesta di kantin sekolah. Angkara pun langsung berbasa basi terhadap murka yang sudah datang duluan, karena cukup tidak nyaman langsung to the point. 

"hai, murka" sambut angkara cukup kaku.

"hai" balas murka dengan santai.

"kamu ada perlu apa? aku enggak punya banyak waktu" sambung murka sambil melihat jam ditangannya.

"iya iya, aku mau tanya tentang semesta" tutur angkara yang mulai serius.

"kenapa semesta?" balas murka dengan cukup datar.

"1 minggu yang lalu aku jatuh hampir ditolong semesta, tpi dia malah lari setelah lihat aku berdarah" ucap angkara.

"oh itu..." balas murka.

"jadi dulu dia itu lihat mamanya di tusuk pakek pisau sama orang yang mau nyulik dia sampai berdarah, darahnya pun kemana mana dan akhirnya harus meregang nyawa saat perjalanan ke rumah sakit" cerita murka dengan nada rendah.

"ha? jadi semesta itu udh gk punya mama?" ucap fajar yang tiba-tiba ikut pembicaraan.

"sumpah aku baru tau padahal aku setim bola dengan dia juga" sambung fajar yang masih tidak percaya.

"iya" balas singkat murka.

hingga akhirnya bel masuk pun berbunyi, angkara tak berkata apa apa. murka pun bergegas masuk kelas, ketiga lainnya pun masuk kelas tpi angkara bukannya makin tenang malah makin kepikiran terhadap semesta setelah mendengar cerita itu. Sepulang sekolah pun angkara masih memikirkannya bahkan menunggu semesta saat pulang, tapi malah semesta hilang begitu saja.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 23, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LenyapTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang