Suara gaduh menyambut matahari yang masih mengeluarkan semburat jingga di timur sana. Suara itu berasal dari salah satu rumah di Kota Lautan Api. Rumah yang hanya ditinggali seorang nenek dan cucunya itu memang selalu ramai. Ada saja kejadian yang dapat menyulut kegaduhan.
"Mak! Alat tulis Clara di mana, ya?" teriak seorang gadis yang mengenakan seragam putih abu-abu. Wajahnya sudah memerah akibat menahan tangis karena belum menemukan alat tulisnya.
Ya, Clara kehilangan alat tulisnya, salah satu benda paling penting yang ia butuhkan untuk sekolah. Gadis itu merutuki kebodohannya yang teledor menaruh barang. Kepanikannya menjadi-jadi saat melihat matahari semakin tinggi.
"Ada di meja belajar mu, Neng," balas Mak Tiem.
"Engga ada, Mak, udah Clara cek." Clara melirik meja belajar yang tak jauh darinya.
"Coba cek lagi," ujar Mak Tiem. Dia sampai harus ke kamar Clara untuk ikut mencari benda itu. Seperti dugaannya, alat tulis yang dicari Clara ada di meja belajar. Tersembunyi di antara novel tebal milik Clara.
Mak Tiem berjalan ke arah Clara membawa tepak berisi alat tulis seraya menunjukkannya pada Clara. "Ini apa?"Clara mengambil tepak itu dari Mak Tiem sambil cengengesan. Dia selalu tidak mengerti dengan perilaku ajaib Maknya ini dan mungkin hampir semua ibu-ibu memilikinya, tetapi hal itu tidak penting sekarang. Clara harus cepat berangkat sekolah atau ia akan terlambat nanti.
"Ya sudah, Clara berangkat, gih. Di depan juga sudah ada Gea nungguin kamu," ujar Mak Tiem.
"Iya, Clara berangkat,” jawab Clara. “Mak jangan telat buka warungnya."
Clara meraih tangan Mak Tiem lalu menciumnya. Ia berjalan keluar dari rumah dan mendapati Gea sudah menunggu, teman sekolah yang selalu berangkat bersamanya. Clara dan Gea bertukar kabar dahulu sebelum melangkah menuju sekolah yang jaraknya terbilang dekat.Matahari benar-benar sudah terlihat. Udara segar nan asri khas Bandung masuk ke indra penciuman kedua gadis itu. Setelah menempuh perjalanan yang cukup melelahkan, akhirnya mereka sampai di sekolah. Untungnya mereka tidak datang terlambat yang mungkin bisa saja membuat mereka bertemu guru galak.
Kedua gadis itu berlarian di lorong menuju kelas, takut kalau sudah ada guru di sana. Mereka mengembuskan napas lega saat lagi-lagi keberuntungan berpihak, meja guru masih kosong.
Setelah menetralkan napas, keduanya melangkah menuju kursi masing-masing. Baru saja menghirup napas lega, Clara sudah dibuat panik lagi. Dia lupa mengerjakan tugas matematika yang batas pengumpulannya hari ini. Untungnya mata pelajaran itu dimulai setelah istirahat. Ga perlu panik, masih ada waktu buat ngerjain, batin Clara.
"Gea, tugas matematika udah selesai belum? Kalo udah liat dong, aku lupa ngerjain," tanya Clara."Aih, kamu, bisa lupa kitu. Cerobohnya gak hilang-hilang," keluh Gea, tetapi masih menyerahkan bukunya ke Clara.
"Makasih, Gea." Clara mengambil buku dari tangan Gea.
Clara mulai menyalin tugas itu dengan kecepatan yang dia bisa. Sayangnya, baru beberapa kata ditulis, sudah ada guru yang masuk ke kelas. Clara mau tidak mau menghentikan kegiatan menyalinnya. Namun, guru itu tidak sendiri, dia membawa seorang cowok yang keliatannya cukup dingin. Cowok itu menggunakan seragam yang sama dengan Clara.
"Anak-anak kalian mendapat kawan baru. Adam, ayo masuk dan perkenalkan diri kamu," ujar guru tersebut.
"Perkenalkan namaku Adam Farellino. Kalian bisa memanggilku Adam," ucap Adam dengan senyuman tipis di bibirnya.
"Baik, Adam bisa duduk di bangku kosong belakang Clara,” kata sang guru, “Clara bisa acungkan tanganmu.”
Adam berjalan ke mejanya setelah melihat Clara mengacungkan tangannya. Pada saat melewati Clara dia merasakan hal yang berbeda dari gadis tersebut. Apa pun itu cukup membuat Adam merasa bulu kuduknya berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEBLAK MAK TIEM
HorrorSiapa yang tidak suka dengan seblak? Makanan khas Bandung yang sangat nikmat jika dimakan dalam keadaan panas. Begitupun dengan murid SMA Negeri Khayalan yang sangat menyukai seblak, khususnya seblak buatan Emak Tiem. Namun, di balik rasa nikmat seb...