Chapter 03.

9 1 0
                                    

Clara termenung di dalam kamarnya. Kematian Gea dan kejadian di kelas sore masih terbayang di pikirannya. Hari ini sekolah diliburkan karena masih mengusut kasus kematian Gea. Rasa penasarannya memuncak dengan kedua kejadian yang terjadi secara bersamaan. Ditambah rumor yang ada di sekolahnya.
Gadis itu ingin sekali tidak mempercayai rumor yang ada, tetapi kematian Gea membuatnya ragu. Lagi pula dia tidak mempunyai bukti bahkan petunjuk siapa orang yang berani melakukan hal keji itu. Clara mengacak rambutnya frustasi, bingung harus melakukan apa.
Ponselnya berbunyi membuyarkan lamunan Clara. Dia membuka ponsel dan melihat notifikasi pesan dari Adam. Kemarin setelah kelas sore, Clara dan Adam sempat bertukar nomor. Teman kecilnya itu mengajak bertemu di kafe yang dekat dengan sekolahnya. Clara menebak Adam ingin menghiburnya, lantas gadis itu tersenyum.
Tanpa membuang waktu Clara langsung bersiap. Kaus putih, jeans hitam, dan kemeja abu-abu menjadi pilihan Clara untuk pergi ke kafe nanti. Selesai mengganti pakaiannya, Clara mengambil tas selempang lalu memasukkan barang yang wajib dibawa seperti dompet, ponsel dan kunci rumah. Dia harus memastikan barangnya benar-benar berada didalam tas karena sifat cerobohnya masih melekat. Sebelum benar-benar keluar dari kamar, Clara menusukkan jarum pentul karakter di kemejanya untuk menambah kesan manis.
Clara keluar dari rumah, tak lupa menguncinya. Dia tidak harus meminta izin ke Mak karena neneknya itu sedang keluar. Mak Tiem memang sering tidak di rumah pada hari Kamis atau Jumat, entah apa yang dilakukannya. Kalo pun ada di rumah, Mak hanya berada di kamar dari siang hingga malam.
***
Jarak dari rumah ke kafe memang tidak terlalu jauh. Hanya saja cuaca hari ini tidak mendukung untuk keluar rumah. Tiba-tiba saja mendung melanda Kota Lautan Api ini. Clara hanya berharap hujan tidak turun dulu sebelum dia sampai di tempat.
Setelah memakan waktu 15 menit perjalanan ditemani perasaan cemas, Clara akhirnya sampai di kafe yang disebut oleh Adam. Untungnya hujan belum turun jadi dia tetap kering. Baru saja membuka pintu kafe, awan langsung menumpahkan isinya. Tidak lebat, tetapi cukup membuat dirinya basah. Clara bersyukur hujan turun begitu ia sampai di kafe.
Aroma kopi langsung menyeruak ke dalam hidungnya. Clara mengedarkan pandangannya mencari keberadaan Adam di antara para pengunjung lain. Agak sulit menemukan Adam di tempat umum seperti ini. Apalagi kafe tengah ramai dan ada banyak perubahan pada teman kecilnya itu.
Hatinya langsung senang ketika ia berhasil menemukan Adam. Senyum Clara langsung mengembang. Clara melangkah ke meja Adam yang berada di bagian paling belakang kafe.
"Adam, udah nunggu lama, ya?" sapa Clara seraya duduk di kursi kosong yang berhadapan dengan Adam. Karena memang mejanya dibuat untuk dua orang.
"Enggak, kok, santai saja,” balas Adam, “aku udah pesan minuman, semoga suka ya."
Adam langsung melepas earphone dari telinganya. Earphone sudah menjadi barang wajib yang harus dia bawa ketika keluar seorang diri karena sering muncul suara-suara dari makhluk lain, khususnya Nana yang sangat hobi mengganggu Adam.
Clara langsung menyeruput minumannya tanpa aba-aba. Gadis itu terlihat sangat kehausan karena perjalanan tadi.
"Teu nanaon, atuh. Ini, téh minuman kesukaan aku. Ternyata kamu tahu juga," ujar Clara setelah menghabiskan setengah dari minuman itu.
"Oh, ternyata bener. Padahal aku cuman nebak saja.” Adam tersenyum bangga.
Nyatanya, memiliki teman hantu punya banyak kegunaan. Dia bisa tahu minuman kesukaan Clara berkat Nana yang memberitahu. Ya, walaupun dia tidak tahu cara Nana dapat informasi itu.
Makasihnya mana?
Iya, Nana, makasih.
Setelah itu Nana langsung menghilang. Adam hanya geleng-geleng kepala saja. Ternyata teman hantunya itu cukup peka juga. Adam memang membutuhkan ruang dengan Clara karena ada hal penting yang harus ia sampaikan.
Adam berdeham. Dia langsung menegakkan punggungnya. Suasana yang tadinya santai berubah menjadi serius. Clara langsung memusatkan atensinya ke Adam ketika menyadari perubahan raut wajah Adam yang sedikit serius.
"Clara, maaf kalo yang aku bilang ini bikin kamu sakit hati, tapi ini hal yang penting untuk disampaikan," ujar Adam.
Dia sedikit ragu untuk memberitahu Clara bahwa kemungkinan Mak menggunakan penglaris.
"Kejadian kemarin bisa terjadi karena Mak Tiem menggunakan penglaris,” lanjutnya, “termasuk rumor yang beredar di sekolah."
Clara mengerutkan dahinya. Dia tidak suka dengan pernyataan yang dilontarkan Adam. Tidak mungkin neneknya melakukan itu. Clara sudah tinggal bersama Mak Tiem sedari kecil. Dia sangat yakin neneknya tidak melakukan hal buruk seperti itu. Clara pun menyenderkan punggungnya ke sandaran kursi.
"Ada buktinya kalo Mak yang menjadi dalang dari kejadian ini?” tanya Clara dengan nada yang dingin.
Adam menghela napasnya. Dia sudah menduga kalau Clara tidak akan percaya begitu saja. Adam tahu betul hubungan Clara dan Mak Tiem sangat dekat.
"Ada, Clara, aku buktinya. Aku melihat sosok mengerikan di warung Mak Tiem dengan mata kepalaku sendiri. Kalo kamu masih gak percaya, kamu bisa pergi ke kamar Mak Tiem, di sana kamu bakal dapat bukti fisiknya," jelas Adam.
Clara tidak ingin mempercayai ucapan Adam, tetapi rasa penasarannya lebih besar dari rasa tidak percayanya. Ucapan Adam bisa jadi benar adanya. Ditambah fakta yang diceritakan Adam kemarin sore bahwa dirinya bisa melihat makhluk halus. Rasa ragu langsung mendatangi Clara.
Adam bangkit dari duduknya. Tanpa sadar dia menarik tangan Clara. Sedangkan si empunya hanya menatap bingung. Adam membayar semua pesanan yang dia pesan walaupun masih ada setengah gelas lagi. Mereka harus bergerak cepat jika ingin teror di sekolahnya cepat berakhir. Untungnya hujan sudah tidak sederas tadi, hanya gerimis yang membuat udara semakin dingin.
"Mak lagi gak ada di rumah, kan?" tanya Adam ketika mereka sampai di parkiran karena dia mengendarai motor.
Clara hanya mengangguk, pikirannya saat ini sedang tidak fokus. Banyak sekali hal yang terjadi secara bersamaan. Dirinya sedikit terkejut ketika Adam tiba-tiba memakaikan jaket di tubuhnya. Padahal bajunya masih cukup untuk menghalau udara dingin.
"Ayo, naik," ajak Adam.
Motor berjalan tepat setelah Clara naik.
***
Tak membutuhkan waktu lama untuk mereka sampai di rumah Clara. Gadis itu langsung turun dari motor. Clara sedikit panik saat mencari kunci rumah di tasnya, untungnya kunci itu bisa ditemukan. Clara pikir dirinya lupa membawa kunci rumah. Dia langsung membuka kunci rumah dan masuk ke dalamnya. Adam pun ikut turut masuk ke rumah.
Adam sedikit syok dengan aura negatif di rumah Clara. Rasa panas dan sesak langsung menghampirinya. Tubuhnya terasa sangat berat. Adam membenci sensasi menyesakkan ini. Namun, sebisa mungkin dia tidak menampilkannya agar Clara tidak khawatir. Nana juga sudah berada di samping Adam, entah sejak kapan hantu kecil itu datang. Kali ini teman hantunya tidak menunjukkan sifat jahil.
Adam dan Clara langsung bergegas menuju kamar Mak. Rasa kecewa hadir di hati Clara saat menemukan bahwa pintu kamar neneknya terkunci. Dia menoleh menatap Adam, sorot matanya bertanya apa yang harus dilakukan selanjutnya. Melihat itu, Adam ikut berpikir.
Tiba-tiba saja Clara teringat film yang ditontonnya beberapa hari lalu. Dia mencabut jarum pentul karakter dari kemejanya lalu berjongkok. Clara sebenarnya ragu kalau cara ini akan berhasil, tetapi toh tidak ada salahnya mencoba.
Clara tidak menyangka caranya berhasil. Gadis itu membuka pintu kamar neneknya lalu masuk ke dalam. Tidak ada yang aneh di sana. Kamar itu berisi sebuah ranjang, lemari, rak, dan meja kecil. Beberapa bingkai foto menghiasi dinding ruangan itu. Benar-benar kamar biasa. Clara membalikkan tubuhnya menghadap Adam.
“Gak ada apa-apa, tuh.”
Tanpa permisi Adam masuk ke dalam. Dia membuka lemari dan menyibakkan pakaian yang tergantung. Terdapat ruangan di sana. Adam melirik Nana sekilas. Hantu kecil itu yang memberitahunya tentang ruang rahasian ini. Memang jika dilihat dari depan, lemari tersebut tampak seperti lemari pada umumnya. Tak heran Clara tidak mengetahui tentang ini.
Adam menoleh menunggu respon dari Clara. Gadis itu tampak syok dengan penemuan Adam. Clara melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruang rahasia itu, diikuti Adam. Clara masih tidak habis pikir dengan rahasia yang disimpan neneknya. Belum juga rasa terkejutnya hilang, Clara dibuat terkejut lagi dengan isi ruang rahasia begitu lampu dinyalakan. Ruangan itu berisi banyak bunga tujuh rupa. Di tengah ruangan terdapat meja kecil yang terdapat sesajen dan tali pocong.
Clara benar-benar merasa kecewa. Rasa penasarannya kini telah terbayar dan dia mau tidak mau mempercayai omongan Adam. Tubuh Clara melemas. Dia segera melangkah keluar dari kamar, tak tahan berada di dalam situ. Rasa kecewa memenuhi hatinya hingga ia merasa sesak.
Sedangkan Adam hanya diam menatap tempat sesajen itu berada dengan tatapan tidak suka. Adam melihat dengan jelas sosok pemilik tali pocong itu. Sosoknya berbeda dengan yang ia lihat di kantin sekolah. Adam menebak Mak Tiem telah melakukan pesugihan dari lama, mungkin beberapa tahun setelah ia pindah ke Jakarta.
Adam melangkah keluar. Dia sudah tidak tahan. Tekanan yang diberikan sosok itu begitu besar untuk Adam. Bahkan kepalanya sudah terasa pusing sekarang. Tubuhnya juga terasa semakin berat. Sebelum benar-benar meninggalkan kamar itu, Adam merapikan baju yang digantung dan menutup lemari. Mak Tiem tidak boleh tahu kalau mereka masuk ke dalam sana.

SEBLAK MAK TIEMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang