"Letakkan saja mantelmu di bawah sana." Ruby menunjuk ke lantai ruang tamu apartemen. "Nanti akan aku bawakan keranjang laundry."la sudah mendahului masuk ke ruang dalam usai melepas sepatu basahnya di rak ruang tamu.Pria itu mengikuti setelah menaruh mantelnya seperti yang disuruh Ruby.
"Oh ya, siapa namamu, Tuan?"
"Vincent Kim . Tapi panggil saja Vincent."
Ruby menoleh sebentar ke belakang."Oke, Vincent . Kau bisa pinjam kamar mandiku untuk berbilas karena kamar mandi tamu sedang rusak kerannya. Baju... kurasa aku punya kaos longgar. Semoga kau tak keberatan dengan style wanita."
Vincent mengangguk patuh. "Tak masalah." la menerima handuk dan baju ganti dari tangan Ruby.
Kemudian ditunjukkan arah kamar mandi di ruang pribadi Ruby. Rupanya dua ruangan itu menyatu
"Mandilah air hangat agar tidak demam, Vin. Aku akan buatkan minuman hangat untuk kita."
"Tapi kau kan juga basah."
"Tenang saja, aku sudah biasa kehujanan, kok. Jadi, lumayan kebal." Ruby melenggang meninggalkan Vin di kamar untuk ke dapur membuat 2 coklat hangat.
Setelah coklat selesai dibuat, Ruby ke ruang lain, tempat baju-baju dari laundry diletakkan sebelum masuk ke lemari. Lekas saja dia menukar pakaian basahnya dengan baju kering di sana. Atasan kaos merah muda dan rok mini merah tua.
Ingin mencari yang agak panjang, sayangnya tak ada. Daripada ke kamar dan kepergok Vin, lebih baik yang ada saja.
Begitu dia selesai ganti pakaian, ia membawa dua mug berisi coklat hangat ke ruang tengah, tepatnya ke minibar.Baru saja dia rampung meletakkan dua mug, Vin sudah muncul. Handuk sibuk digusakkan ke rambut basahnya. Ruby menahan tawa melihat kaos pink longgarnya di tubuh atletis Vin. Apalagi boxer merah bermotif kupu-kupu. Hanya itu yang berukuran besar di lemarinya.
"Syukurlah keduanya muat di tubuhmu, Vin." Ruby mengulum senyum. "Ayo duduk sini. Coklat hangatmu sudah menanti."
Ditepuknya kursi tinggi di sebelah ia henyakkan pantat Vincent patuh. Handuk ia sampirkan ke besi kursi lain, sementara dia duduk di sebelah Ruby.
"Kau sudah ganti baju rupanya. Tidak ingin mandi?"
Ruby menggeleng. "Nanti saja." Lalu ia menoleh ke Vince. "Kau... yang akhir-akhir ini sering datang ke kafe, kan?"
Vince naikkan alis sambil menyesap
coklat hangat di tangan. "Wah, kau sampai tau. Sebuah kehormatan bagiku dikenali seorang biduan cantik.""Dasar perayu," kilah Ruby sambil senyum miring. Dua tangan menangkup mug, lalu menyesap pelan isinya. "Ahh...sedap sekali."
Vin melakukan hal yang sama. "Humm... kau benar. Sungguh perpaduan sempurna."
"Perpaduan sempurna? Ruby menoleh ke Vincent."Yah, perpaduan rasa yang enak dan suasana yang mendukung minuman ini." Vincent balas menoleh sembari ulaskan senyum simpatik
"Kuharap perpaduan sempurna ini bisa mencegah kau demam," sergah Ruby.
Vincent terkekeh ringan."Yeah. Semoga." la menyesap coklatnya.
"Oh ya, boleh tau namamu?"
"Hm? Namaku? Ruby angkat alisnya.
"Yup. Aku yakin Ruby bukan nama aslimu. Benar, kan?
Biduan itu tergelak kecil. "Terlalu kentara, yah?"
"Tidak Hanya insting saja."
"Instingmu luar biasa."
"Juga analisa, sedikit."
"Analisa?"
"Karena kau selalu memakai baju merah tiap tampil. Makanya aku asumsikan itu berhubungan dengan nama Ruby. Nama panggung."
"Hahah. Cerdas juga kau, Vin." Ruby bangkit dari kursi mini-bar, berjalan ke depan lemari es demi mengambil shortcake yang ia beli pagi tadi.
Vin mengamati Ruby dari belakang. Meski terlihat layaknya wanita dewasa dan matang, namun penampilan Ruby sangat trendi, didukung bentuk tubuh proporsional.
Pinggul ramping, pantat kecil yang padat, lekuk dada tidak berlebihan, dan betis yang rasanya menggiurkan jika dijilat. Oke, Vincent mulai berpikiran kotor. Memalukan sekali
Vincent menggusak gusar rambut basahnya Ruby menoleh ke belakang seraya taruh kue yang sudah ia potong ke meja mini-bar.
"Kuharap kau tidak keberatan dengan makanan manis seperti ini, Vin,"
Ruby meletakkan sepotong shortcake yang dia tempatkan pada piring kecil beserta garpu di tepinya pada meja minibar."Oh, kau bisa tenang, karena aku bukan jenis orang yang terlalu pemilih dengan makanan."
Vincent tersenyum simpatik pada wanita menarik di dekatnya.
"Terlebih jika kue manis ini dihidangkan oleh wanita semenarik dirimu," imbuhnya tanpa ditutup-tutupi
Ruby terkekeh lirih begitu mempesona, seolah hanya kekehannya saja sudah seperti sebuah lantunan nada merdu yang mengambil kunci nada do = C mayor.
"Kau ini rupanya benar-benar mempunyai bakat besar sebagai penggombal nomor satu di daerah ini, yah! Hihi!"
Vincent ikut terkekeh tanpa malu-malu.
"Jurus spesialku ini hanya akan muncul di depan wanita yang juga spesial."
Alis rapi Ruby terangkat naik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Queen Jennie
Fanfiction21+ Cinta itu buta dan tuli. Memang. Karena, jika cinta tidak buta dan tuli, maka itu bukan cinta, tapi LOGIKA." Vincent sudah merasakan berbagai jenis cinta, sekaligus berbagai jenis ranjang dan desahan, namun akhirnya dia tersudut pada sebuah ci...