1. Pertemuan setelah ribuan purnama

3 1 0
                                    

Sial, i hate Monday. Harusnya aku masih mendengkur di kasurku. Namun, dering telepon itu menyadarkan ku untuk segera ke kampus. Setelah bergadang semalaman menonton reality show aku jadi kesiangan bangun. Jam tanganku menunjukkan angka 07.21. Ah, masih cukup waktu untuk sekedar membeli kopi di kafetaria, ku hentikan mobil di depan sebuah kafe shop bernuansa modern dengan bangunan yg hampir 90%nya terbuat dari kaca. Aku langsung menuju tempat pemesanan.
Untungnya hari ini tidak banyak yang antre sehingga aku bisa langsung memesan kopi favoritku, Espresso. Yups, aku suka kopi pahit.
Sambil menunggu pesanan, mataku berkelana ke penjuru kafe, sampai terpaku pada satu titik. Wanita yang membawa stroller berwarna gelap yang duduk di samping kananku. Senyumnya kala menggoda bayi dalam stroller itu, aku mengenalnya. Helaian rambut yang menutupi wajahnya kala dia menggelengkan wajah, itu pula tidak asing bagiku. Hatiku ingin mendekatinya. Namun, kakiku terasa berat. Diantara kegamangan akhirnya pelayan menyebutkan pesanan ku.

"Mas, ini pesanan Anda."

Aku segera mengambil segelas kopi dan membawanya keluar tanpa menoleh lagi ke arah wanita tadi. Ku lirik jam tanganku sudah jam 07. 47. "Sial," umpatku. Ku percepat langkah menyusuri lorong kampus yang telah riuh akan mahasiswa. Langkahku berhenti pada sebuah kelas yang bertuliskan, Fakultas pertanian. Segera ku masuk, dan semua mahasiswa sudah duduk dengan rapi. Tugasku dimulai. Setelah jam pelajaran usai. Aku segera menuju ruangan dosen. Di sana aku melihat Vania, rekan kerja sekaligus teman dekatku sedang menungguku. Dia duduk di depan mejaku, di depannya ada beberapa porsi makanan siap saji yang ku yakin pasti itu untukku. Kupercepat langkahku untuk menemuinya.

"Sorry, kelasnya lama." ku tepuk bahunya perlahan dan duduk di kursi seberangnya.

"Nggak apa-apa, aku juga barusan kelar kok," balasnya sambil mengembangkan senyum manis. "Ini tadi aku pesan ayam geprek kesukaan kamu, sama ice lemon tea." dia membuka bungkusan makanan yang memperlihatkan ayam geprek dengan sambel yang luar biasa nikmat kelihatannya.

"Waah, makasih ya, Van... Yuk makan, yuk." Tanpa babibu segera dekatkan nasi geprek itu dan menyuapkan sesendok ke mulut.

"Gimana, sambelnya pas, nggak?" tanya Vania.

"Perfecto," sahutku, sambil menunjukkan jempol tangan. Dia tersenyum manis lagi, sembari memakan ayam geprek porsinya.

Kami amkan sambil bercanda ringan. Aku dan Vania dekat beberapa bulan ini, karena kontrakannya dekat dengan kontrakanku. Jadi, kami sering pulang bersama.

"Hari ini aku ada meeting sama anak pertanian, kamu pulang dulu nggak apa-apa kan, Van?" tanyaku lalu menyeruput ice lemon tea.

"ITS oke, hari ini aku mau mampir ke swalayan buat belanja bulanan."

"Oke, Maaf ya aku nggak bisa nganterin."

"Iya, nggak papa." Dia menggenggam lembut tanganku, ku berikan senyum termanis ku padanya.

Meeting dengan mahasiswa ku hanya berlangsung sejaman lah, setelah itu aku memutuskan untuk pulang. Sebenarnya masih banyak berkas yang harus ku kerjakan tapi lebih baik ku kerjakan di rumah saja. Penat sekali hari ini. Sebelum pulang kembali aku ingin membeli coffe di kafe langgananku. Dengan sedikit jalan kaki, aku sampai di depan kafe, mobilku kutinggalkan di kampus sembari jalan sore sebentar lagi, pikirku.

Ketika aku memasuki kafe, kembali aku melihat wanita itu. Kali ini matanya dan mataku saling memandang. Rasanya waktu berhenti saat itu juga. Tubuhku kaku, tidak dapat sedikitpun ku menggerakkan tubuh, sampai saat dia tersenyum manis padaku. Kakiku sedikit lebih sinkron dan mendekatinya.

"Elsa? Benar kamu Elsa?" tanya ku menyakinkan.

"Hooh, Alfa Prayoga,"

Suara itu masih sama seperti dulu, renyah, penuh semangat dan aku merindukannya.

~~~~~<3~~~~~~

Seperti Meraih Bintang di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang