Cerita kala menanti kereta

2 1 0
                                    

Kala itu, tiap pulang kuliah aku selalu memilih naik kereta, karena lebih nyaman dan terjangkau untu anak kuliahan macam aku.
Sebulan sekali selalu kusempatkan untu pulang ke rumah menemui ibuku.
Saat menanti kereta SMS dengan Elsa adalah penawar kantuk dan bosanku. Dia selalu menemaniku sampai aku tiba dengan selamat ke rumah.

"Gimana, dah dateng belom keretanya?" SMS darinya.

"Belom, nih, mungkin setengah jam lagi," balasku.

"Bosen nggak? Mau ku telepon?"

"Kamu emang punya pulsa?"

"Jan salah, aku baru gajian."

Aku tersenyum menatap layar ponselku. Saat aku menikmati bangku kuliah, Elsa memilih kerja di salah satu swalayan di kota kami. Dia tidak meneruskan kuliah dengan alasan biaya. Ponselku berdering, segera ku angkat panggilan.

"Haluuu," suara riangnya dari seberang sana membuatku ingin segera sampai dan menatap wajahnya langsung.

"Halo,"

"Ada oleh-oleh nggak buatku?"

"Mau oleh-oleh apa emang?"

"Terserah deh, kalo aku minta ntar aku ngelunjak loh," ucapnya disertai kekehan.

"Aku bawa Toni nih, mau nggak?" tawarku sambil menatap kumbang tanduk dalam toples plastik di tanganku.

"Toni? Toni siapa? Kamu bawa temen?"

"Hooh, nanti tak ajak ke kamu ya... Aku kenalin,"

"Ganteng gak?"

"Mayan sih, punya tanduk juga,"

"Hah?"

Aku tertawa mendengarnya terheran-heran.
"Toni nih kumbang tanduk peliharaan ku, kamu mau nggak ku kenalin?"

"Sialan," makinya.

Aku semakin terbahak mendengar makiannya.

"Nanti aku mampir ke rumahmu ya, boleh nggak?"

"Nggak boleh aku takut kumbang,"

"Kumbangnya kumasukin toples kok," tawarku, rasa rindu ini sudah tak mampu ku obati dengan suaranya. Aku ingin melihat wajahnya langsung.

"Yaudah, sampe sini jam berapa emang?"

"Paling jam 3 sorelah."

"Oke, yaudah ada petir udah dulu ya teleponnya."

"Oke, kita sms-an tapinya ya, aku bosan sendirian,"

"Iyaaa, kapan sih aku absen nemenin kamu nunggu kereta, Alfa??? Bay the way emang temenmu cuman aku doang ya?? Knapa selalu aku yang kamu suruh nemenin kamu nunggu kereta??" Pertanyaannya membuatku kehilangan kata-kata.

Benar, Elsa dan aku hanya sebatas teman. Tapi aku sudah menyukainya sejak kami berada di bangku SMP. Temanku banyak, tapi tidak ada yang senyaman Elsa. Dia selalu dapat mencairkan bosanku kala sendirian. Dia dengan leleucon garingnya selalu mampu membuatku terbahak. Dia dengan tingkah konyolnya selalu mampu membuatku merindukannya. Tapi entah kenapa aku tidak pernah berani menyatakan perasaanku, apa karena aku terlalu takut kehilangannya?

"Alfa, halooo, kamu masih disana?"

"Eh, iya, Sa, yaudah matiin gih teleponnya katanya ada petir." Aku mengindari pertanyaannya.

"Yaudah, kalo keretanya sampe SMS aku ya."

"Oke, bye."

Elsa mematikan sambungan telepon. Aku tersenyum getir. Haruskah aku mengakui perasaanku? Bagaimana jika dia menolakku? Aku akan kehilangan teman sekaligus cinta pertamaku. Aku menggelengkan kepala. Membayangkan saja membuat hatiku perih.

Dalam kegalauanku, denting SMS berbunyi.

"Yuhu, aku mau sholat dulu ya."

Segera ku ketik balasan untuk Elsa, "Oke,"

Beberapa menit kemudian kereta datang segera ku gendong tas ransel dan melangkah memasuki gerbong. Lumayan sepi, aku mendapatkan tempat duduk di dekat jendela. Segera ku ambil video dan mengirimkan multimedia ke Elsa. Dia segera membalas ku dengan mengirimkan SMS.

"Dah nyampe mana?"

"Baru aja berangkat"

"Oh, oke, ntar mau makan apa?"

"Gosah repot-repot, siapin permen lolipop aja buat Tony,"

"Hah, masak kumbang makan lolypop?"

"Dia suka kok."

"Tuannya suka juga gak?"

"Tuannya sukanya sama yang lain,"

"Apaan?"

"Kamu,"

Kuberanikan menggodanya. Namun, lama sekali Elsa tidak membalas pesanku. Aku gelisah dibuatnya. Aku takut dia akan marah.

"Gila lu," balasnya.

Aku lega dan senyumku terkembang kala dia membalas pesanku.

"Gosah repot-repot deh, Sa, aku cuman numpang neduh aja,"  balas ku disertai emotikon tertawa.

"Emang, ayahmu gak jemput ya?"

"Enggak, ayah lagi ada urusan kata bunda. Nanti aku naik angkot aja, jadi sekalian mampir ke rumahmu."

"Oke, sipp."

Pesan demi pesan meluncur dengan manis menemani perjalananku dalam kereta. Sampai akhirnya aku turun dari kereta, sambil berlari kecil. Aku hiraukan gerimis kecil menerpa tubuhku, segera kunaiki angkot dan berhenti di depan rumahnya. Aku melihatnya berdiri di depan pagar rumahnya sedang menanti ku sambil membawa payung, wajah cantik yang selama ini aku rindukan. Setelah membayar angkot aku segera turun dan menghampirinya. Ingin ku dekap erat rasanya, tapi aku tidak berani, terlalu pengecut lebih tepatnya. Senyum manisnya terkembang. Dia mengarahkan payung pelangi itu de arahku.

"Ayo masuk," ajaknya.

Segera kami melangkah bersama memasuki rumahnya.

Kenangan manis itu terulang nyata dalam memoriku. Membuatku tersenyum sendiri. Segera kunyalakan mobil dan pergi keluar dari area kampus. Saat aku melewati kafe tempat Elsa bekerja aku lihat dia sedang menggendong balita. Anaknya, hatiku retak lagi kali ini. Namun, aku sadar ia sudah tak mungkin lagi kumiliki. Ku fokuskan lagi pandanganku pada kemudi. Chat masuk ke ponselku.

"Kamu dimana, Mas?"  Chat dari Vania mengemblikanku pada realita. Aku tersenyum getir dan melanjutkan perjalanan.

~~~~~~<3~~~~~~



Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 30, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Seperti Meraih Bintang di LangitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang