"Assalamualaikum, ibuuu" teriaknya, padahal dirinya masih persis duduk di pintu sembari melepas sepatu sekolah nya pelan, karena sumpah demi kolor Eki bergambar tayo, punggung nya lumayan nyeri. Jadi sepelan dan sehati-hati mungkin ia melepas sepatu, agar tak menimbulkan gerakan yang membuat nya semakin sakit.
"Wa'alaikumussalam, udah pulang nak?" Pertanyaan retoris sang ibu, membuatnya cepat-cepat bangkit berdiri. Menenteng tas hitam gembung-nya, biasalah buku paket yang dibawa sehari bukan cuma satu, belum lagi buku catatan dan tugas di bedakan. Sudah bisa di bayangkan berapa buku yang Dhana bawa?
Masuk menghampiri sang ibu yang sedang mencuci piring bekas alat tempur nya di dapur, dan sang ibu yang melihat anaknya berjalan mendekat segera membilas piring terakhir kemudian mengelap tangan basahnya. Dhana menghampiri ibu, kemudian menyalimi tangan malaikatnya.
"Udah dong, ibu abis ngapain?" Tanya nya, ibu menggiring sang anak duduk di meja makan persis dekat dengan dapur.
"Tuh, abis bikin kue doyanan anak bujang ibu" katanya, kemudian mengambil duduk di depan Dhana. Membenahi rambut lepek sang putra, efek jalan kaki jadi keringetan tapi masih wangi kok.
"Wah, pasti enak" ujar Dhana
"Pasti dong, buatan ibu gituloh. Eh.. tapi ini muka kamu agak pucet loh nak"
Dhana terdiam, sibuk dengan pikiran 'ini mau bilang apa anjir', karena pada dasarnya ia tidak mau membuat sang ibu khawatir.
"Mungkin efek panas kali, Bu. Gapapa ini mah, kalo gitu Dhana mau ke kamar dulu ya, Bu" katanya, terkesan beralasan agar tak mendapat pertanyaan lainnya dari sang ibu.
"Yaudah, mandi ya. Abis itu turun, buat makan"
"Okay, queen!" Ujarnya, sembari melangkah menuju kamar.
...
"Shhh... Gilaa, ini nyeri bener. Itu bapak-bapak bawa batu kali ya" gerutunya di dalam kamar dengan keadaan Shirtless, ia sedang mengamati keadaan punggung nya lewat kaca.
Memar, parah sih. Dhana kira gak sampe biru begini. Lagi-lagi dia merutuki si bapak-bapak itu.
...
Sementara di sebuah ruangan yang di dominasi dengan gaya minimalis namun tetap terlihat luas, di depan jendela besar berdiri seorang lelaki dengan kemeja abu dengan lengan tergulung sampai siku memperlihatkan otot kekar nya.
Kemudian lelaki itu melangkahkan kakinya kearah meja, tergeletak tas ransel hitam yang membuatnya berdecak. Pasalnya, pagi tadi sang anak terburu-buru ngampus dan melupakan tas yang tergeletak di belakang jok mobilnya. Dan sialnya lagi, di pertengahan jalan menuju kampus sang anak mobil yang ia kendarai tiba-tiba mogok. Mau tak mau, ia turun sembari membawa tas sang anak menuju transportasi umum, dan kebetulan daerah situ jarang sekali taxi lewat hingga terjadilah pengusaha satu itu naik angkutan umum lari-larian, menabrak seorang siswa, dan berdesakan. Dan saat itu, ia menaiki jurusan yang salah dengan arah kampus sang anak. Jadilah ia kembali ke kantor yang memang tujuan bus itu menuju daerah kantornya.
Dan kekesalan nya, tidak berujung sampai disitu. Kira nya tas yang tertinggal itu barang penting anaknya namun setelah dibuka,
"HELL!!" teriaknya, shock.
Dia tau, bahkan sangat tau se-random apa dan segabut apa anaknya, tapi ya gak gini juga dong.
Batu segede gaban, si bapak cuma gertakin gigi sambil buka ponsel buat ngehubungin anaknya yang sangat sangat di luar batas normal.
"Halloo, naon dad?"
Apa katanya, hey ini anak gak tau apa bapaknya lagi nahan emosi sambil ngepalin kedua tangan nya. Iya jelas gak tau lah pak, kan bapak telpon bukan pidiokol.
"A.y.a.h, jangan sok bule. Ayah mau marah" katanya, to the point.
Di seberang sana sang anak, ngebug sambil mangap. Apesih marah pake bilang-bilang prik banget. Mungkin itu isi hati sang anak, "kenapa dah? Oh, soal tadi pagi nebeng jangan-jangan, atulah, yahh. Jadi bapak jangan pelit sama anak, dosa. Gak di doain masuk sorga ntar"
"HEH!!" teriaknya,
"Yah, Yallah. Niat bener mau bikin anaknya budeg. Lagian marah kenapa sih yah, coba jelaskeun biar Rio ngerti dan paham"
"YALAGIA—"
"Ett, stop. Jangan pake urat jelasin nya. Kasian operatornya jantungan" nah, bisa di liat. Emang anaknya ini agak-agak kan
Oke, maka dari itu si bapak narik nafas, hembusin pelan-pelan. Terus lanjut ngomong lagi, "itu tas isi apaan, satrioo. Kamu niat banget bikin ayah encok bawa-bawa tas itu, iya?!"
"WHATT—EH ASTAGFIRULLAH IYA TAS"
Seketika senyap 1 detik jantung mungil si bapak, "yang sopan ngomong sama orangtua"
Di seberang, Rio nampak menggaruk tengkuknya. Malu euy, dia lagi di koridor fakultasnya mana tadi reflek teriak. Rio nutupin muka nya pake topi yang dia pake tadi terus jalan ke tempat sepi lanjut telponan sama ayang—eh kagak bokap. Hadeh
"Iya sungkem orangtua. oh iya, tas mana tas nya, yah?" Tanya nya, agak sanksi sih. Pasti dah di buang itu tas sama ayahnya. Tapi yaudah si, isinya cuma batu yang dia bawa pas muncak kemaren. Niatnya sih mau di jadiin oleh-oleh buat taman belakang kampusnya, tapi dia lupa kalo tas itu tertinggal di mobil sang ayah.
"Ayah buang!"
Tutt, telpon di putus sepihak oleh si ayah. Rio ngehela napas, kecewa gak bisa ngasih oleh-oleh rumput taman kampus. Huftt.
Rizzal megantoro, bapak-bapak yang daddyable banget, bapak dengan satu orang putra yang sering bikin darah tinggi.
Rizzal merupakan seorang pengusaha property sukses, kesuksesan yang ia dapat dari keringat dan usaha nya sendiri bukan dari harta dan jabatan warisan yang sudah sering terjadi antara rakyat bertahta di atas sana atau di dunia wattpad.
Ia merintis dari nol, melewati masa-masa sulit sebagai pegawai dan kemudian sampai ke tahap sekarang menjadi pemimpin di perusahaan nya sendiri. Tapi, semua yang ia miliki masih terasa hampa dan kosong. Ia memiliki kerinduan pada seseorang, atau mungkin dua orang?
Ah, kira-kira bagaimana kabarnya?
Plss.. tandain typo!
Lanjut apa udahan?
Imy, 25 feb 2022