"Untuk apa?" Park Chanyeol bertanya sebagai tanggapan pertama kalinya kepada ucapan pemuda yang berstatus putra tunggalnya itu.
"Tentu saja menyusul Jungkook, Appa. Lantas apa lagi kalau bukan itu?" Pemuda itu menjawab malas.
"Itu bukan alasan Jimin," Jawab sang ayah terlampau dingin.
"Bukankah Appa pernah bilang kalau aku adalah penerusmu? Satu-satunya harapan untuk melanjutkan turun temurun kakek dalam mengemban bisnis ini. Aku hanya butuh beradaptasi dulu, dan ku pikir aku bisa beradaptasi dengan cara ikut Jungkook sekaligus membantu tugasnya di Praha."
Chanyeol nampak diam selain memberikan respon kedipan mata biasa. Park Jimin tahu, ayahnya sangat sulit di yakinkan. Maka setelah ia mengatakannya, Jimin masih tak bisa bernapas lega sebelum ayahnya memberikan jawaban pasti yang ia inginkan. Jikalau tak ia dapatkan keinginanya, mau tak mau Jimin harus mengaku tentang sesuatu.
"Tinggalkan bandmu atau meneruskan bisnis ini." Chanyeol memberikan pilihan.
"Aku bisa mengurus dua-duanya Appa." Jawabnya begitu yakin.
"Bahkan kau masih tak bisa memilih untuk pilihan semudah itu. Jadi katakan cepat, untuk apa kau ingin menyusul Jungkook ke Praha?"
Jimin diam sejenak, menarik napas lalu di hembuskan perlahan-lahan untuk mencari ketenangan.
"Aku jatuh cinta." Jawabnya lirih, ia menunduk, entah malu atau takut, karena mengaku seperti ini pada sang Appa adalah pengalaman pertama bagi seorang Park Jimin.
"Siapa?" Chanyeol menyahut tanpa reaksi.
"Kim Taehyung."
"Seorang pemuda?"
"Iya."
Tak ada lagi balasan, Chanyeol bungkam setelah mendengar pengakuan putranya.
.
Jeon Jungkook tidak tahu kenapa ia jadi merasa gugup. Karena jika alasannya hanya karena lelaki yang kini tengah tertidur lelap bersamanya di satu ranjang yang sama, mungkin ia harus membenturkan kepalanya.
Jungkook tidak tahu kapan sosok itu pindah dari kamar tidurnya sendiri dan kini sampai bisa tidur bersama dengannya. Tapi ketika Jungkook membuka mata beberapa menit lalu, entah kenapa ia malah menyukai keadaan ini. Keadaan dimana Kim Taehyung terlelap dengan wajah menggemaskan dan tersuguh sepuasnya hanya untuk Jeon Jungkook seorang.
Jungkook mempertanyakan, kenapa mahluk satu ini begitu indah?
Matanya yang terpejam bagai putri malu yang menguncup, hidungnya yang mancung begitu menggoda untuk di apit gemas hingga bibir itu merengek sebuah protesan.
Jungkook menggeleng kuat di tengah hayalannya, hatinya menepis paksa yang di salurkan pikirannya. Semenarik apapun dia, Jungkook tak akan terpesona. Ia menegaskan hal itu dalam tekadnya. Jeon Jungkook tak mungkin menyukai sesama jenis. Itu prinsipnya.
"Eungh.." Lenguhan kecil dari yang terlelap membuat si Jeon cepat-cepat memejamkan matanya kembali.
Pergerakan kasur terasa samar, Jungkook tetap mempertahankan posisinya menghadap Taehyung sambil terpejam; berpura-pura tidur. "Kookie belum bangun ya, duh, tapi aku lapar sekali."
Gerakan lain mulai terasa, Jungkook akhirnya ikut terbangun. Ia menguap, ditatapnya heran sosok lain yang kini menatapnya lagi-lagi tak berkedip.
"Apa?" Tanya Jungkook.
"Kookie terlihat semakin tampan dengan wajah habis bangun tidur seperti ini."
Sejujurnya Jungkook ingin bersemu, seingatnya, rasanya belum ada yang mengatakan hal barusan dengan bonus ekspresi wajah yang begitu menggemaskan. Taehyung benar-benar jujur dan polos saat mengatakannya, Jungkook dapat merasakan kalau pemuda itu sangat mengaguminya.
KAMU SEDANG MEMBACA
1001 Our Century
FanfictionKelahiran selanjutnya untuk kisah baru yang belum terencana. Kisah yang sempat tertunda, kisah yang nyaris bahagia namun lebih dulu terluka. Kisah pemuda bersama sang pelindungnya yang setia, sang cinta yang selalu berusaha membuat yang terkasih ama...