Bel sekolah tanda pembelajaran telah usai bergema di seluruh penjuru, para siswa-siswi berbondong-bondong meninggalkan ruang kelas mereka masing-masing tak terkecuali dengan Rei. Gadis itu tengah berjalan melewati lorong-lorong sekolah bersama dengan Kirana, teman satu kelasnya. Sepanjang perjalanan mereka beberapa kali mengobrol-mengghibah-hal-hal yang sedang panas minggu itu ataupun saling melontarkan tebak-tebakan.
"Aku punya tebak-tebakan! Hewan-hewan apa yang beratnya 3,14!" Ujar Rei dengan semangat.
"Gak tau. Eh, tapi 3,14 bukannya rumus π buat angka yang bukan kelipatan 7?"
"Heem, emang tapi bukan rumusnya itu jawabannya." Jawab Rei.
"Terus jawabannya apa?" Tanya Kirana penasaran.
"Ular π ton, xixixi ngakak abiezz."
Kemudian satu buah tabokan penuh cinta menyambut lengan tanpa bisep milik Rei. "Ngga nyambung ih, tapi kok lucu.." Ucap Kirana yang kemudian berbalas dengan tawa dari keduanya.
-
"Pulang duluan ya, dadahh~"
"Dadahh."
Kedua gadis itu saling melambaikan tangan tanda perpisahan karena Kirana yang sudah dijemput terlebih dahulu. Rei menatap kepergian Kirana hingga temannya itu sudah tidak terdeteksi oleh netranya lagi. Sedih brok ditinggal ayang pulang duluan T_T
Rei kemudian memutuskan untuk menunggu di dalam sekolah, terlalu panas untuk menunggu di depan gerbang yang tidak ada tempat untuk berteduh itu. Ia mendudukkan diri pada salah satu bangku panjang di depan ruang laboratorium. Merogoh tas miliknya untuk mengambil ponsel pintar kemudian fokusnya telah terenggut oleh benda tipis itu.
"Lama banget, ga tau apa disini panasnya minta ampun." Monolognya sembari jari-jarinya bergerak lincah mengetikkan sebuah kalimat kepada seseorang.
Tukk..
Sebuah jitakan dari benda yang cukup keras mengenai ubun-ubunnya. "SIAPA SIH YANG NGEJITAK??!!" Marah Rei sembari mengusap bekas kekerasan kecil yang dilakukan oleh orang tidak dikenalnya semenit yang lalu.
"Galak banget."
"Dateng-dateng itu salam bukan main pukul pakai kaleng Milo!"
Pemuda di depannya itu terkekeh pelan kemudian menyerahkan sekaleng susu coklat kepada Rei, merek kesukaannya. "Thanks." Ujar Rei kemudian membuka tutup kaleng dan langsung menenggak susu coklat tinggi kalori tersebut.
"Pulang bareng?" Tanya Kagendra, pemuda pemberi susu Milo sekaligus backstreet-an Rei.
"Ga dulu, udah janjian buat pulang bareng Anjo." Jawab Rei sembari mengibas-ngibaskan tangannya di depan Kagendra.
"Anjo?"
"Kak Hanzo, temen sekelasmu."
Kagendra hanya ber-ohh ria. Gini amat pacaran diam-diam, mau cemburu ayang pulang sama cowok lain tapi kalau pulang barengan takut diciduk dispet sekolah.
"Kalau gitu, saya pulang duluan ya?" Ucap Kagendra sambil mulai beranjak pergi tapi buru-buru ditahan oleh Rei.
"Jangann, sini temenin Rei nunggu." Kata Rei sembari menepuk bagian kursi yang kosong di sebelahnya. Kagendra mengangguk kecil lalu duduk di tempat yang ditunjukkan oleh Rei, lumayan lah duduk berduaan sama ayang.
"Rei punya tebak-tebakan!" Seru Rei tiba-tiba.
"Apa itu?"
"Apa bedanya semut sama orang hayoo."
"Semut diinjak, manusia menginjak?"
"Tetot, salah." Ujar Rei sembari menyilangkan kedua tangan.
"Lalu?"
"Jawabannya... Orang bisa kesemutan tapi semut ga bisa ke orangan, xixixi."
Dan begitulah awal dari obrolan-mayoritas tebak-tebakan-tidak jelas dari keduanya sembari menunggu Hanzo yang tak kunjung datang.
Dilain tempat, Hanzo tengah berada di sebuah kedai makanan-warung lesehan-bersama dengan Nandra menyantap lele penyet dengan di dampingi es jeruk yang segernya poll. Sepertinya pemuda yang satu ini melupakan janji yang sudah dibuatnya dengan Rei kemarin malam.
"Dra, bentar deh. Kok gue berasa ada yang kelupaan ya? Tapi gatau apaan." Ujar Hanzo ketika selesai membayar pesanan miliknya dan Nandra.
"Apaan?" Tanya Nandra.
"Gatau lupa."
"Yaudah, mikirinnya sambil jalan pulang aja." Ucap Nandra sembari mulai menghidupkan mesin kendaraan roda dua milik bapaknya. "Cepetan naik."
Hanzo kemudian menaiki motor dan dengan kecepatan normal Nandra mulai menjalankannya membelah jalanan kota yang ramai sore itu.
"Ndra, gue masih kepikiran ini. Bantuin kek." Ucap Hanzo sambil menepuk bahu Nandra.
"Gue gatau Hanjoo, coba bagi clue dikit."
"Rei-WOI GUE LUPA." Seru Hanzo tiba-tiba yang membuat kendaraan yang sedang dinaikin mereka bergoyang tidak stabil. "Gausah teriak-teriak! Oleng nih motor." Galak Nandra setelah berhasil menyeimbangkan kembali motornya.
"Mangnya apaan yang Lo lupa?" Tanya Nandra.
"Gue lupa udah janjian pulang bareng Rei tadi." Jawab Hanzo.
"Terus?"
"Kayanya Rei masih nungguin gue di sekol-ANJ-KALO NGE REM JANGAN DADAKAN UNTUNG GUE GA JATUH!!"
Nandra memberhentikan kendaraannya tiba-tiba membuat tubuh Hanzo sedikit terhuyung ke depan. "ITU GA PENTING, TERUS SEKARANG REI GIMANA? UDAH PULANG? ASTAGA HANZO, ANAK ORANG ITU NTAR KENAPA-NAPA!!" Emosi Nandra setelah mendengar penuturan teman seper-goblok-annya barusan.
Hanzo yang takut emosi Nandra semakin memuncak segera menghubungi Rei. Tapi sayangnya Rei tak mengangkat telepon darinya. Panik. Hanzo mulai panik, takut Rei mengalami hal yang tidak-tidak. Nandra juga ikutan panik, ia mulai mencoba membantu Hanzo untuk menghubungi Rei.
Di tengah kepanikan luar biasa mereka dan hal-hal negatif yang mulai menyelimuti pemikiran mereka sebuah pesan masuk datang dari Kagendra.
Gendra SimPATI
Rei udah gue yang anter pulang.
18.20Kedua pemuda itu menghembuskan nafas lega. Untung saja ada Kagendra kalau tidak mungkin mereka sudah akan putar balik untuk menjemput Rei ke sekolah.
-
"Kak Anjo-nya udah dibilangin kan?" Tanya Rei sambil menyeruput sekantong es teh sisri rasa gula batu di tangannya. Ia sudah berada di rumah miliknya dengan Kirana dan Kagendra. Kirana datang 5 menit setelah pasangan itu sampai di rumah.
"Udah, tenang aja." Balas Kagendra.
"Awas aja Hanzo, besok aku pukulin, kebiasaan lupa sama janji." Marah Kirana sambil memperagakan gerakan punch yang akan ia berikan pada Hanzo besok pagi karena membiarkan temannya menunggu dirinya sampai sore di sekolah.
KAMU SEDANG MEMBACA
KALOPSIA SERIES - Limerence Love [1]
Novela JuvenilLIMERENCE - the state of being infatuated or obsessed with another person, typically experienced involuntarily and characterized by a strong desire for reciprocation of one's feelings.