Prologue

1.1K 62 2
                                    

"Bun, liat Bun!"

Suara gemuruh kaki seorang gadis yang tergesa menuruni tangga memenuhi ruang dapur. Wajahnya sumringah, tangannya memegang sebuah kertas laporan hasil belajarnya setelah satu semester berlalu. Dari raut mukanya, sudah pasti dia sangat senang dengan isinya.

"Nilai ku 8 semua, aku hebat kan?"

Perhatian wanita paruh baya yang diinginkan gadis kecil itu sepertinya tak sepenuhnya didapat. Pasalnya, orang yang dipanggil bunda itu kini sedang sibuk dengan peralatan dapur dan juga makan malam yang sedang disiapkannya.

"Rian lagi mewarnai sendirian di ruang tengah. Tolong jagain sebentar takut mainan pengserut."

Gadis itu mengurungkan niat dan menuruti titah bunda nya dengan sedikit berat hati.

Kenapa sih selalu saja ada alasan? Tidak sampai lima menit kok untuk sekedar melihatnya.
Ia meletakan kertasnya begitu saja di atas kabinet terdekat.

Pintu utama terbuka bersusulan dengan ucapan salam dari seseorang yang baru saja pulang. Dia melemparkan senyum pada kedua adiknya yang tak menyadari kepulangannya, kemudian ia menuju ke tempat ibunya berada.

"Bun, Ayah hari ini lembur lagi?"

"Enggak, Kak. Katanya mau pulang."

"Oh, Syukur deh. Ngomong-ngomong bunda masaknya cepet banget, aku baru pulang udah mau selesai," tuturnya kala memandang meja makan yang sudah siap untuk makan malam. Banyak menu kesukaan ayahnya yang dimasak hari ini. "Wih enak-enak nih. Gak sabar pengen cepet-cepet makan." pujinya pada sang Bunda.

"Ganti baju dulu, kak. Itu kan bajunya kotor dipakai seharian."

Tak butuh waktu lama, kini pakaian yang tadi dipakai keluar sudah digantikan dengan piyama.

Sebuah kertas di atas kabinet membuat penasaran karena posisinya yang hampir jatuh dari tempatnya. Perempuan itu membacanya sambil berlalu ke ruang tengah.

Pandangannya teliti membaca informasi nilai yang ada di sana.

"Flora, ini raport punya kamu?" tanyanya setelah mendudukkan dirinya di sofa.

"Iya, tapi bunda belum liat."

"Coba tar kasih liat lagi habis makan. Sekarang lagi sibuk dia." tuturnya mencoba memberi pengertian pada adiknya.

"Ini nilainya besar-besar ya. Sekolah kamu masih ada sistem ranking engga? Dikasih tau peringkat berapa?"

"Coba Kak Anin tebak." Tantang Flora pada kakaknya.

Flora mengangkat jari telunjuk dan tengah, mengisyaratkan jumlah dengan tangannya.

"Beneran? Hebat banget!" Tangan Anin terulur untuk mengacak-ngacak rambut Flora.

Flora menahan senyumnya agar tidak terlalu lebar. Kak Anin ini memang selalu terbaik jika urusan memperbaiki mood Flora.

"Udah!"

Rian selesai dengan kegiatan mewarnainya. Ia menunjukan hasilnya pada kedua kakak perempuannya. Anin memberikan dua jempolnya untuk mengapresiasi adik kecilnya.

Kemudian Rian kecil membawa lari kertas bergambar nya ke dapur untuk dipamerkan ke bunda. "Udah jadi"

Yang terjadi selanjutnya, bundanya berlaku beda jika dibandingkan dengan Flora tadi.

Harusnya, dia yang kelas sembilan tak usah cemburu dengan anak kecil yang bahkan baru masuk taman kanak-kanak. Dia tak bisa bohong kalau hati kecilnya mencelos begitu bundanya memberikan perhatian penuh pada adiknya. Bahkan bunda memasang gambar Rian dengan magnet ke kulkas.

Garis Diagonal AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang