Chapter 3

430 47 16
                                    

Ujung jari yang mengeriput terendam air bercampur kaporit tak membuatnya berniat untuk segera usai. Bibir pucat mulai membiru, tapi Adelio tak peduli karena ia masih belum puas. Satu kali lagi lompatan dari papan loncat yang tingginya 4 meter di atas permukaan air, ia bisa melakukannya sepanjang hari.

Tubuhnya melawan gravitasi untuk beberapa saat, meninggalkan pijakan hingga akhirnya ditarik kembali oleh bumi. Suara deburan air yang disebabkan badannya yang membelah air menggema di natatorium. Ia jatuh kedalam kolam renang dan berdiam diri di bawah sana.

Ternyata sama saja.

Sederhananya memang seperti ini.

Sekeras apapun laki-laki itu mencoba melepaskan diri dari masalahnya, Adelio akan diarahkan kembali untuk menghadapinya.

Beberapa pekan ini cukup melelahkan untuk batin nya. Boleh kan kalau ia istirahat sebentar? Di dalam air berkedalaman 5 meter, hanya disini ia bisa mendinginkan kepala.

Saat Adelio sudah mencapai batas maksimalnya dalam menahan nafas, dadanya sesak meminta pasokan oksigen. Perutnya pun sudah tak bisa diajak berkompromi untuk menahan lapar.

Ia rasa acara renangnya cukup untuk hari ini.

Kantin menjadi tempat tujuan berikutnya. Sepiring mie goreng dengan dua telur mata sapi, hanya ada itu dalam isi kepala Adelio untuk sekarang.

"Bu, nggak usah pakai sayur ya." pesan Adelio pada penjual di kantin.

Beberapa saat kemudian, ibu kantin kembali membawakan pesanan Adelio. Lelaki itu tentu tak lupa untuk berterimakasih setelah makanannya diletakkan di atas meja.

Satu suapan masuk ke dalam mulut Adelio. Rasa mie instan ini tak pernah mengecewakan, apalagi dimakan setelah renang. Ia bersyukur karena ini membuat suasana hatinya sedikit lebih baik.

Tak ada siswa yang ada disini kecuali Adelio. Bagaimana tidak? Jam istirahat kedua telah usai, dan pasti semuanya sedang berada di kelas masing-masing hingga bel terkahir untuk pulang berbunyi.

Adelio menikmati makannya dalam tenang. Tapi di tengah itu, muncul sebuah suara familiar yang memanggil namanya,

"Adel."

Adelio menyaksikannya berjalan mendekat, tapi ia tak panik sama sekali. Ia lanjut menyendok makanan ke mulutnya dengan santai.

"Disuruh balik ke kelas? Bentar gue abisin ini dulu, Flo." ucap Adelio dengan mulut yang terisi.

Lelaki itu mengangkat wajah yang semula berfokus pada mangkuk. Sang ketua kelas mengambil tempat duduk di bangku meja yang sama dengan yang ia tempati.

"Ngapain?"

Bibir Flora membentuk senyum separuh, "Lo yang ngapain. Darimana aja sampai nggak keliatan dari istirahat ke dua?"

"Gak kemana-mana, masih di sekolah kok." kilah Adelio.

"Tapi gak ada di kelas."

"Bukannya Pak Dimas lagi ada urusan ke luar sekolah? Free class berarti kan?"

"Lu gak baca grup Sosio? Pak Dimas balik lagi ke kelas gak lama setelah urusannya selesai."

"Gue gak buka hp dari tadi."

"Pantesan." Decak Flora. Kemudian pertanyaan lain kembali dilontarkan pada Adelio. "Terus tadi lu renang di gedung olahraga lagi?"

Gadis itu memutar mata jengah saat Adelio membenarkan tebakannya.

"Padahal kita juga bakal dapet materi renang tiap akhir bulan, Del." lirih Flora padanya.

Adelio tak menanggapi lagi, ia kembali khusyuk dengan mie instan nya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 27, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Garis Diagonal AwalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang